novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Rabu, 29 Desember 2010

malaikat kecilku


ceritaku yang masuk finalis 10 besar capture you gain moment bersama parentsguide


Mengikuti perkembangan Alisha (2thn) dari hari-kehari, adalah moment terindah yang kualami bersama sikecil. Misalnya ketika kuputarkan lagu Bebe Lili “Halo..halo..Papa ada dimama. Lili mau bicara.” Spontan Alisha menggerak-gerakkan tangannya sambil berjoget kedepan dan kebelakang dengan senangnya. Saat itu usianya baru menginjak 8 bln. Sekarang saat diputarkan lagu anak-anak, Alisha tak hanya berjoget, tapi ikut bernyanyi sambil melompat-lompat dengan energik.
Atau disaat aku menemani Alisha bermain cat air.
“Ma, ini gambar pelangi. Yang ini gambar balon,”ucapnya riang sambil melukis tembok dengan menggunakan berbagai macam warna. Alisha tak mau berhenti melukis, saat aku mengajaknya berhenti. Walau lukisannya tak beraturan, aku terus menyemangatinya dan memujinya. Meskipun tembok rumah menjadi kotor. Yang penting Alisha bisa bebas berekspresi.
“Wah, bagus sekali lukisan Lisa,” jawabku takjub. Alisha pun semakin bersemangat melukis. Melihat kepolosan dan keceriaannya, Alisha menjelma menjadi malaikat kecil dihadapanku. Malaikat bersayap yang selalu membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam hidupku. Aku sungguh bahagia memilikinya.
Tapi disaat Alisha uring-uringan ketika tak mau dilarang melakukan sesuatu yang dia suka. Malaikat kecil itu pun berubah menjadi setan kecil dihadapanku. Seperti main air di kamar mandi lama-lama. Padahal aku khawatir dia masuk angin. Atau menuangkan air minum dilantai. Hingga lantai becek disana sini yang berakibat fatal bagi Alisha sendiri karena dirinya bisa jatuh terpelesat.
Aku biarkan Alisha melempar barang apa saja dan menangis sekeras-kerasnya sambil berguling-guling dilantai, ketika kemauannya yang membahayakan dirinya tak kuturuti. Aku yakin, setelah Alisha capek berbuat seperti itu, dia akan berhenti sendiri. Dan menyadari bahwa tidak semua perbuatannya harus diikuti.
Akh Alisha. Buat bunda, ketika kau berubah menjadi malaikat kecil atau setan kecil sekalipun, moments bersamamu adalah hal terindah dalam hidupku. Terima kasih Nak. Kau telah mewarnai hidup bunda dengan duniamu yang polos dan penuh ceria itu.
http://aulaady.com/
http://himma.multiply.com/journal/item/257/LOMBA

Sabtu, 04 Desember 2010

boneka kayu nirmala



Nirmala adalah Anak yang baik hati. Ia tinggal bersama neneknya di gubuk tua. Setiap hari ia selalu bermain-main dengan bonekanya yang terbuat dari kayu. Suatu ketika Ninda melihatnya sedang bermain-main dengan boneka kayu itu.
“Hai Nirmala! Darimana kamu dapatkan boneka itu? tanya Ninda ingin tahu.
“Oh, aku dapatkan boneka ini dari pembuangan sampah,” jawab Nirmala senang.
“Sepertinya boneka kayu itu sudah tidak layak untuk dipakai,” ejek Ninda sinis.
“Biarin, yang penting boneka kayu ini bisa menghibur hatiku saat sedih.”
“Apa? bisa menghibur? Masa sih! Itu kan cuma boneka kayu biasa. Nanti boneka kayu kamu bukannya menjadi penghibur malah jadi monster yang menakutkan. Ha… ha… ha… ha…”
“Aku tidak peduli boneka ini mengerikan atau tidak. Yang penting aku punya boneka,” ucap Nirmala.
“Ya sudah. Sampai nanti boneka jelek,” ejek Ninda lagi sebelum pergi.
Karena kecewa, Nirmala pun masuk ke dalam rumah.
“Kenapa tiba-tiba kamu bersedih Nirmala?” Tanya Nenek .
“Tadi Nirmala bertemu Ninda. Dia bilang boneka Nirmala jelek Nek. Menurut Nirmala boneka ini bisa menjadi penghibur dan diajak bermain. Benarkan Nek?” ucap Nirmala dengan wajah sedih.
“Benar. Nenek yakin sekali boneka ini bisa menjadi temanmu. Sudah, jangan bersedih lagi,” ucap nenek menghibur.
Lalu Nirmala ke kamarnya dan menangis. Andai saja aku bisa seperti peri Nirmala dalam cerita dongeng. Akan aku sihir boneka ini menjadi lebih cantik, ucapnya didalam hati. Tiba-tiba, terdengar suara yang lemah lembut.
“Mengapa kamu menangis Nirmala?”
“Kok kamu bisa bicara? Ucap Nirmala heran.
“Sebenarnya, aku ini seorang putri dari negeri mawar. Namaku Nadia. Karena nakal, aku dikutuk sama peri Narnia.”
“Jadi begitu yah. Kalo begitu, aku sekarang gak sendirian lagi, karena sudah punya teman,” jawab Nirmala bersorak girang.
“Aku juga senang menjadi temanmu Nirmala. Karena kamu orang yang baik dan memiliki cinta yang tulus buat siapa saja. Termasuk buat boneka kayu yang jelek sepertiku.”
“Tapi sekarang kamu sudah menjelma menjadi manusia yang cantik kan?”
“Benar Nirmala. Itu semua berkat dirimu. Karena cintamu yang tulus padaku, kutukanku menjadi hilang.”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti,” Tanya Nirmala bingung.
“Dulu aku anak yang sangat nakal dan suka menghina orang lain. Lalu peri Narnia marah dan mengutukku menjadi boneka kayu yang jelek. Aku bisa menjadi manusia kembali bila ada yang menyayangiku dengan tulus,” Jelas Nadia panjang lebar.
“Kayak Ninda temanku dong. Untung dia tak bertemu peri yang bisa mengutuknya,” ucap Nirmala.
“Ha..ha..ha…kamu bisa aja Nirmala,” Nadia tertawa mendengarnya.
“Jangan sampe deh, kan kasihan si Ninda,” ucap Nirmala ikut tertawa.
“Oh ya Nirmala. Maukah kau mengajariku menjadi anak yang baik hati?”
“Tapi apa yang harus aku lakukan denganmu Nadia? Tanya Nirmala.
“Aku ingin kau mau mengingatkanku dikala berbuat salah.”
“Ehmm.. baiklah! Seru Nirmala.
“Terimakasih Nirmala” jawab Nadia bahagia.
Akhirnya Nirmala memiliki sahabat yang menyenangkan seperti Nadia. Dia tak akan kesepian lagi. Berkat cintanya yang tulus pada siapa saja. Termasuk pada boneka kayu yang kini telah menjelma kembali menjadi manusia yang baru.

cerita yang dibuat berdua balqis anakku (9 thn)

flash fiction

“Kamu siapa sih? Aku gak kenal kamu. Jadi jangan kirimi aku surat lagi.”
Rudy bolak-balik membaca balasan surat dari sahabat penanya itu. Gak mungkin Rafli lupa padaku. Tapi tulisan tangan disurat ini benar-benar tulisan Rafli, pikir Rudy heran.
Hari libur Rudy mengunjungi tantenya yang ada di Bandung. Tiba-tiba Rudy melihat Rafli di terminal. Rudy pun mendekati Rafli.Dia baru ingat kalo Rafli tinggal di Bandung juga.
“Rafly! Apa kabar?”
“Siapa kamu?jangan sok akrab yah,” jawab Rafli ketus. Rafli pun pergi meninggalkan Rudy begitu saja. Karena penasaran, Rudy pun mengikuti Rafli sampai ke rumahnya. Begitu sampai Rudi bertemu dengan ibunya Rafli.
“Sejak Rafli mengalami kecelakaan, dia mengalami amnesia.,” ucap Ibunya Rafli sedih.
Pantesan Rafli lupa padanya, sebab Rafli lupa pada masa lalunya, batin Rudy lega.

celoteh anakku




Hidup dikelilingi 3 orang anak sungguh menggembirakan. Apalagi saat mendengar celotehan mereka yang tak terduga. Putri pertamaku jahil dan kritis. Putra keduaku serius dan gampang ngambek. Sedangkan putri ketiga suka meniru omongan orang kayak beo. Inilah celoteh-celoteh mereka yang menghiburku.
Baim sangat suka memegang tahi lalat dipipiku. Waktu itu dia masih berusia 2 tahun. Baim selalu bilang mau mentil tahi lalat mama akh,” ucapnya manja. Melihat tingkah kolokan Baim, kumatlah sifat jahit balqis kakaknya yang berusia 6 thn.. Dia pun ngomong begini
“Entar lama-lama tahi lalat mama habis loh, kalo Baim mentil terus,” ucap kakaknya sambil tertawa-tawa. Baim pun ngambek dan berkata dengan marah
“Kak balqis jahil nih! Udah buang aja kakaknya Ma,” ucap Baim sambil menangis.
Pernah suatu hari saya dan bapaknya anak-anak mandi berdua. Setelah melihat gak ada anak-anak karena sedang bermain. Gak tahunya begitu keluar dari kamar mandi balqis pulang dan langsung protes,
“Mama, ayah, kata Ibu Guru agama gak boleh laki-laki dan perempuan mandi berdua karena bukan muhrimnya. Kok Mama dan Ayah mandi bareng? Tanyanya kritis.
Sempat bingung juga menjawab karena ditodong tiba-tiba. Akhirnya ayahnya menjawab juga sambil pura-pura tak terjadi apa-apa
“Kan Mama sama Ayah sudah menjadi suami istri, jadi sudah muhrim.” Ayahnya pun menjelaskan secara panjang lebar sampe balqis paham.
“Oh begitu ya Yah.” Balqis pun mengangguk-anggukan kepala..Tertangkap basah deh…
Kalo putri ketigaku lain lagi. Karena sering mendengar anak-anak tetangga nyanyi lagu keong racun diapun suka ngomong begini.
“Ma, Tuh ada ikan bohay,” tunjuknya ke arah televisi.”
“Ikan Bohay? Ada-ada aja kamu Nak jawabku gemes.”
Pas ditanya “ lisa mau makan pake apa?”
“Pake ikan bohay,” jawabnya polos..Penasaran juga darimana Lisa dapat kata bohay tersebut.
Rasa penasaranku pun terjawab. Ternyata Alisha suka ngomong bohay karena dia dengar kata-kata tersebut dari lirik lagu keong racun yang baitnya begini “ mentang-mentang Bohay gue dianggap jablay…Aya-aya wae…
Suatu hari seorang teman pernah bertanya
“Lisa orang mana sih?”
“Orang Nanggela. Nanggela siti bangeett,” jawab Lisa. Maksudnya mau bilang Nanggela City. He..he…Ternyata Lisa tahu juga kalo dia warga Nanggela, karena kami tinggal di daerah Nanggela. Lalu waktu Mpok Yuli tetangga saya datang mau ngutip uang arisan, “Ma, itu Mpok Yuli tukang duit datang,” teriak Alisha spontan kami yang mendengarnya tak dapat menahan tawa.
Suatu saat aku mencoba memberitahu Lisa ketika dia bilang “ Ma, Lisa Pipis.”.
“Lisa kalo mau pipis bilang Mama yah,”
“Inikan sudah bilang Ma,” jawabnya tanpa merasa berdosa.
Lisa..Lisa..masak udah ngompol di celana baru bilang. Padahal Maksud Mama kalo sesak pipis bilang Mama, biar diantar ke kamar mandi,” jawabku lagi..
Tapi yang terjadi Lisa tetap ngompol dicelana dan berkata hampir setiap hari pada kakak dan abangnya.
“Kak Balqis, Bang Bain, kalo mau pipis bilang-bilang Mama yah.. Owalah….dasar Lisa beo. Aku pun tak jadi memarahinya.

Rabu, 01 Desember 2010

kauman dan kenangan




Begitu membaca buku yang berjudul Kauman yang ditulis oleh Dr.Sidik jatmika, MSi dan M Zahrul Anam , S.Ag, Msi, kenangan-demi kenangan pun muncul kembali ke permukaan. Kenangan saat menjadi murid di sebuah Madrasah Muhammadyah dan tinggal di asrama. Kenangan gugupnya saat praktek mengajar di SD Pawiyatan Muhammadyah khusus putri..Kenangan betapa senangnya melihat sekatenan dan sholat di masjid gedhe. Kenangan saat bulan Ramadhan ketika membeli bukaan di kauman yang dikenal dengan pasar tiban Ramadhan. Juga kenangan sedih ketika salah seorang teman meninggal di rumah sakit PKU Muhammadyah akibat kecelakan, Tapi kenangan yang paling berkesan adalah saat tinggal diasrama putri di daerah Kauman.
Kauman sendiri sebuah daerah di kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan kota yogyakarta yang terletak sekitar 500 meter kearah selatan dari ujung Mallioboro. Dan 200 meter dari pagelaran utara keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kauman merupakan kampung yang termasyhur karena disinilah Muhammadiyah lahir. Yaitu tepat tanggal 8 Dzulhijjah 1330. bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912 oleh seorang tokoh yang dikenal dengan nama K.H. Ahmad Dahlan. Dan saya bangga menjadi salah satu murid di sekolah milik K. H dahlan ini.
Baru saya sadari, banyak hal yang saya dapatkan selama mengecap pendidikan disana. Tak hanya ilmu umum yang saya terima, tapi ilmu tentang bagaimana menjadi seorang putri muslimah yang baik. Lewat ilmu keputrian, ilmu agama, ilmu kejiwaan, ilmu mendidik, dan ilmu tentang bagaimana bermasyarakat lewat kegiatan pramuka, organisasi islam, dan kegiatan positif lainnya yang saya terima.
Saya juga mendapatkan banyak pengalaman yang menarik, unik dan berkesan selama diasrama. Selama tinggal diasrama, saya bertemu banyak orang dengan berbagai karakter unik yang mereka bawa. Hingga saya tertarik untuk mempelajari ilmu tentang manusia. Untuk itulah setelah tamat, saya memilih kuliah jurusan psikologi. Tak hanya sampai disitu. Kejadian-kejadian yang saya alami selama tinggal diasrama putri, memperkaya hidup saya dengan pengalaman-pengamalan yang baru.
Saya yang tadinya tidak pernah mencuci baju, begitu tinggal diasrama harus mau mencuci baju sendiri. Saya yang tadinya suka memilih-milih makanan, begitu tinggal diasarama harus mau makan dengan lauk seadanya. Meski jatah nasi tak dibatasi. Tetapi lauk tetap satu jua. Yaitu satu buah tempe, satu buah kerupuk dan semangkuk sayur sup. He..he.. Tapi terasa begitu nikmat karena makan bareng teman-teman dari berbagai daerah. Saya yang tadinya suka bangun kesiangan dan selalu terlambat pergi kesekolah, harus rela bangun pagi-pagi buta untuk sholat subuh. Saya benar-benar diajarkan tentang kemandirian, keberanian, kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab lewat tugas-tugas piket selama di asrama. Benar-benar sekolah kehidupan yang tak akan saya dapatkan disekolah yang lainnya. Dan kenangan-kenangan itu tak berdiri sendiri. Ada kenangan tentang kauman didalamnya. Sebab sekolah saya terletak di daerah Notoprajan Kauman. Sedangkan asrama saya terletak di sebelah barat Kauman yaitu daerah Gerjen.
Tak mungkin saya lupa, betapa nervousnya saya saat pertama kali praktek mengajar di SD Pawiyatan Muhammadyah Yogya khusus putri ini. Yang harus saya jalani sebagai salah satu syarat kelulusan. Memang kami disiapkan untuk bisa menjadi pendidik yang baik setelah tamat dari sekolah ini. Tak hanya menjadi pendidik di sekolah-sekolah tapi juga mampu menjadi pendidik dirumah untuk anak-anaknya kelak.
Atau saat pergi ke sekaten dengan rombongan anak asrama di malam hari. Kami disuruh berbaris tertib sampai di depan gerbang sekaten. Setelah masing–masing mendapatkan tiket masuk, kami berpencar untuk melihat-melihat sekeliling. Bagi yang punya uang, bisa membeli barang yang dijual. Tapi bagi yang uangnya pas-pasan, hanya bisa melihat-lihat saja. Tapi bagi anak asrama untuk bisa keluar dan melihat sekaten saja sudah senangnya minta ampun. Maklum, selama ini jarang keluar karena hampir 24 jam tinggal diasrama. Sebab untuk bisa keluar harus meminta ijin terlebih dulu. Tentunya dengan alasan penting dan masuk akal.
Ada kebiasaan anak asrama yang sering membuatku tertawa sekaligus prihatin bila mengingatnya. Mulai dari kebiasaan yang bisa ditolerir sampe yang benar-benar harus diberi hukuman karena sudah kelewat batas. Misalnya saat ngantri kamar mandi. Ada yang diam-diam suka merebut antrian tanpa rasa bersalah. Padahal kita sudah ngantri dari subuh. hingga yang mendapat antrian terakhir membatalkan niat untuk mandi, karena takut terlambat sekolah.
Atau kebiasaan temanku yang suka sekali baca komik. Sampe-sampe dia lupa mandi dan belajar. Bahkan suka tertawa-tawa sendiri saat sedang asyik membacanya. Pokoknya cuek is the best. Ada lagi kebiasaan temanku yang suka makan gorengan tapi gak pernah bayar. Istilahnya Jumanji. Ngambil lima ngaku siji. Alhasil si tukang gorengan yang menitipkan dagangannya diasrama tumpur Bandar. Terpaksalah ketua asrama menggantinya pake uang kas dari bendahara.
Ada juga temanku yang sok sibuk. Hampir setiap hari minta ijin keluar asrama dengan alasan ada urusan organisasi. Pamong asrama percaya saja sebab untuk kepentingan sekolah. Tapi ujung-ujungnya malah telepon-teleponan dengan seorang cowok. Koin setumpuk pun sudah disiapkan terlebih dahulu. Di akhir kisah temanku yang sok sibuk ini ketahuan telah menikah siri dengan pacarnya. Akhirnya dia cuti dari sekolah karena hamil disaat duduk di kelas 3 Madrasah.
Kebiasaan temanku yang benar-benar diluar batas adalah suka mencuri. Suatu hari akhirnya ketahuan juga aksi temanku ini. Setelah anak-anak mengadakan penggeledahan dengan membongkar setiap kamar. Ditemukanlah sebuah kardus yang berisi barang anak-anak yang hilang dibawah kolong tempat tidur sebut saja namanya si A. si A pun dibawa ke aula untuk disidang. Tapi anak-anak sangat susah membuatnya mengaku. Begitu pamong asrama turun tangan barulah dia mau mengaku sambil menangis. Rupa-rupanya dia takut kalo nanti diberi minum yang sudah dibaca-bacain oleh bapak asrama lebih dulu.. Dimana reaksinya akan segera terlihat apabila orang yang meminumnya benar-benar mencuri. Yaitu badan akan bengkak-bengak dan merah-merah. Yang lebih edan lagi ada yang suka mencuri pakaian dalam. Setelah diketahui pelakunya anak yang cukup berada. Ternyata dia mencuri hanya sekedar iseng saja, bukan karena butuh. Persis pelaku kleptomania. Aya-aya wae pikirku
Yang paling berkesan adalah saat guru matematika mengajar dikelas. Anak-anak yang tadinya males-malesan dan suka tidur waktu dikelas, kembali bersemangat mengikuti pelajaran. Maklumlah, hampir setiap hari hanya bertemu wanita semua. Begitu bertemu guru lelaki yang tampan dan masih muda. Wajah anak-anak langsung cerah lagi. Bahkan ada juga temanku yang pelit bin medit dengan barang-barang miliknya. Sampe sampe makanan atau paket yang ia terima dari rumah dikunci dilemari. Padahal kebiasaan anak asrama bila punya makanan atau baru dapat paket, akan selalu membagi-bagikannya dengan teman minimal teman sekamar. Alhasil makanan yang ia simpan lama-kelamaan berjamur. Akhirnya dibuang percuma begitu saja. Benar-benar mubazir.
Banyak kisah manis, lucu, dan mendebarkan selama di asrama. Dan semua itu akan terus hidup sampai saya menjadi nenek-nenek. Keakraban yang terjalin begitu erat. Tiga tahun tinggal bersama dalam satu asrama membuat hubungan kami layaknya saudara sendiri. Suka dan duka hidup dirantau dikecap bersama-sama. Apalagi banyak diantara anak-anak yang berasal dari luar kota. Bahkan ada yang dari kalimatan, sumatera dan aceh. Semuanya disatukan dengan membawa ciri kahs masing-masing. Setiap perbedaan yang ada lebur menjadi satu dengan saling memahami dan saling mengerti.
Saat kelulusan sekolah tiba, kami pun dengan penuh haru menyanyikan lagu perpisahan.
Kini terasa sungguh, semakin engkau jauh semakin tersa dekat. Akan kukembangkan, ilmu yang kau tanam di dalam hatikuuu… dirimu nuansa-nuansa bening. Hamparan laut tiada bertepi. Begitulah kira-kira bait lagunya. Sungguh membuat hati ini rindu bila mengenangnya kembali Rindu dengan Kauman dan kenangan yang ada didalamnya.

Minggu, 10 Oktober 2010

Takut Dan Cinta





Aku mencintai-Mu

Hingga rindu menjelma

Akan kutuntaskan rindu ini

Lewat pertemuan yang indah dengan-Mu



Tapi rasa takut pada-Mu

Membuat diri-Mu asing bagiku

Aku pun bersimpuh memohon pada-Mu

Jangan lagi Kau hadapkan diriku

Pada surga dan neraka-MU

Sebab aku tak butuh keduanya dalam mencintai-Mu

Sabtu, 02 Oktober 2010

TITANIC VERSI BARU




kumpulan 51 cerita gokil yang diambil dari kisah nyata. Ada juga cerita titanic versi gokilnya loh. buruan pesannnn! bebas ongkos kirim bagi yang mesan sebelum 15 oktober. dapat diskon 10 % lagi

YOU JUMP! I JUMP! DO YOU REMEMBER?

tentu masih ingat kan kalau bagian dialog ini ada di film titanic. by the way, dalam buku crazmo yang awal okt ini akan terbit ada kisah gokilnya loh? penasaran? buruan serbu buku ini atau pesan lewat daku juga bisa.

Senin, 20 September 2010

RINDU YANG TAK PERNAH DIAM



Begitu kuatnya ikatan batin diantara kita
Hingga rindu ini tak pernah diam. Untuk menyambangimu yang penuh sejuta kenangan bagiku.
Setiap detik selalu membayangkan dirimu yang nyaman dan artisitik itu.
Ketika berjalan sepanjang arcade mallioboro.
menikmati tembang kaki lima sambil menjawab ramah sapa orang-orang yang duduk bersila
yang menawarkan aneka cenderamata yang menawan hati
Serta berbagai karya yang penuh kreasi
Dari para pegiat senimu
Yang tak pernah mati inspirasi

meniti tapak-tapak kebersamaan
Meresapi sejuknya kabut kaliurang
Mendengarkan dedaunan basah berdendang
Mencengkram indahnya jalinan cinta dan persahabatan
Dipelataran hatiku yang lengang

Mendengarkan nyanyian ombak parangtritis nan mistis
Dengan hembusan udaranya yang ramah
Bagaikan dirimu
Yang begitu bersahabat penuh selaksa makna

Dan menepi sejenak
Di alun-alun selatan dan utara
Menikmati jagung bakar aneka rasa
Ditemani hangatnya wedang ronde
Untuk mencairkan bekunya hatiku karena tikaman rindu dan cinta.






Adakah diriku tengah mencari bahagia?
Laiknya each, pray, and love yang mencari mencari arti bahagia.
Sejatinya aku bahagia hidup bersama ketiga malaikat kecilku

dan belahan jiwaku


Aku tak hendak mencari kebahagiaan baru.
Aku hanya ingin mengunjungimu yang pernah membuat diriku bahagia dulu
Yah dulu….

Meski hanya sebuah masalalu. Tapi aku tak ingin menjadikanmu hanya sebagai persinggahan kenangan bagiku.

Kenangan saat menghabiskana masa remajaku nan ceria dan penuh inspirasi bersama sahabatku.




Kenangan saat menghabiskan waktu bersama pasangan jiwaku yang kini telah menjadi pendamping hidup setiaku


Kenangan saat menuntut ilmu yang berguna untuk dunia dan akhiratku. Hingga kutemukan ilmu tentang kehidupan itu sendiri darimu yang ramah, hangat dan bersahaja itu.

Ilmu bagaimana belajar berbagi dengan teman-teman dari berbagai kota yang merantau bersamaku. Hingga menangis dan tertawa bersama


Bagaimana belajar mandiri dalam menjalani hidup seorang diri ketika jauh dari sanak keluarga.
Serta belajar memecahkan masalah sendiri ditengah getir dan pahitnya hidup yang kujalani.
Semua itu terpatri indah dalam hidupku. Untuk kukenang dan kurindui sampai akhir hidupku.

Rinduku yogya.... Untuk yang kesekian kalinya.

Senin, 06 September 2010

cerpen memaafkan


Kata kata yang menghancurkan, meninggalkan bekas luka dihati. Memaafkan orang yang telah menggoreskan luka memang tak mudah. Butuh kesabaran dan keikhlasan hati dalam memberi maaf. Dihari kemenangan ini, mampukah ia melakukannya? Mengingat luka dihatinya cukup dalam pada mantan suaminya.
Gema takbir dan tahmid berkumandang.menyerukan kebesaran dan keagungan Tuhan subhanahu wata’ala. Rasa syukur dan haru membaur menjadi satu. Syukur,karena telah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan dengan baik, meski tak penuh karena adanya tamu bulanan. Haru,karena sebentar lagi akan berpisah dengan bulan suci yang penuh rachmat. Semoga Ramadhan kali ini, bukanlah menjadi Ramadhan yang terakhir baginya. Begitu pula harapan umat muslim di seluruh penjuru dunia.
Begitu memasuki aidil fitri, setiap umat muslim dan muslimah terlahir suci kembali. Bagaikan kertas putih yang tanpa noda. Baik seorang bayi yang baru lahir kedunia. Hari-hari mendatang, akankah kertas putih bersih itu ia isi dengan catatan-catatan kebaikan?atau sebaliknya,catatan keburukan yang ia buat baik secara sengaja ataupun tidak.
Mampukah ia mempertankan kebersihan hati dan pikirannya dari amaraah dan dendam? Memang,sebuah perjuangan yang cukup sulit. Sebagai manusia, ia tak bisa lepas dari godaan. Dan godaan hawa nafsu merupakan cobaan terberat dalam hidup manusia. Hawa nafsu amarah, benci, dendam, dan gemerlapnya duniawi. Kedepannya akankah imannya bertambah? atau semakin berkurang adanya.Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu kelemahannya. Sebagai manusia,dia hanya bisa berusaha sambil berdo’a, untuk terus memperbaiki diri menjadi manusia yang lebih baik.
Anisa memandang lepas keluar jendela. Menatap bintang yang berpijar-pijar indah dilangit yang tinggi. Kebiasaannya sejak kecil tak pernah hilang. Dulu bila ibu memarahinya karena salah, dia akan mengurung diri dikamar sambil menatap bintang-bintang, untuk mengobati rasa marahnya pada ibu. Sampai akhirnya ia mengantuk dan tertidur. Keesokan harinya rasa sedih dan marahnya tak ada lagi. Tapi sekarang, mengapa begitu sulit?
Sekarang batinnya sedang gundah. Hanya dengan menatap bintang-bintang di langit yang hitam, dia merasa sedikit tenang. Mencoba menenangkan kegundahan hatinya dengan menikmati cahya bintang dimalam hari. Sambil tak lupa berdjikir memuji keindahan semesta ciptaan yang Kuasa.
Kedua anaknya Alit dan Alisa sedang ikut neneknya kemesjid. Dia menikmati kesendiriannya. Dia perlu rehat sejenak setelah tubuhnya penat sehabis berbenah dan memasak aneka makanan untuk hidangan lebaran. Opor ayam, ambal aty, dan sayur lodeh, telah beres ia kerjakan.Sedangkan kue-kue kering, jauh-jauh hari sudah ia pesan pada teman arisannya Shinta, yang memang dikenal pintar membuat aneka cake di kompleks perumahan merka.
Akh…..sebenarnya tak ada tamu yang terlalu istimewa yang akan datang besok. Tapi bagi kedua anaknya, kedatangan ayah mereka dirasa sangat special. Seperti lebaran tahun lalu, ayah dari kedua anaknya itu akan datang lebih awal dari tamu-tamu yang lainnya. Tak sekedar menengok, tapi juga mengajak pergi Alisa dan Alit ketempat-tempat hiburan dan permainan. Setelah lebih dulu menyantap makanan bersama Alit dan Alisa. Dia ikut bahagia melihat binar-binar keceriaan diwajah kedua anak kesayangannya. Hanya itu yang ia rasa, tak lebih.
Meski mantan suaminya meencoba bersikap sangat manis padanya dibanding sewaktu mereka masih menjadi sepasang suami istri,dia tetap tak tergerak. Padahal kata-kata yang diucapkan Bang Togar tak lagi sekasar dulu, saat dia masih menjadi istrinya. Ia tak tahu pasti apakah Bang Togar benar-benar sudah berubah dan menyesali perbuatannya. Dengan berkali-kali memohon untuk ia maafkan. Ataukah sekedar siasat agar hatinya luluh dan mau rujuk kembali padanya?
“Demi anak Annisa. Apakah kau tega menghancurkan masa depan mereka dengan perpisahan kita? Berilah abang kesempatan kedua.”
“Tapi, aku belum bisa menerima Abang sekarang. Abang kan tahu, aku belum siap untuk berumah tangga lagi dengan abang,”jawabku dengan nada dingin.
Bang Togar pun tak berkata-kata lagi mendengar jawabannya. Yah…..sikapnya belum berubah pada mantan suaminya itu pada saat lebaran tahun lalu.Tapi,bagaimana kalau besok Bang Togar kembali membujuknya untuk rujuk? jawaban apa yang akan diberikan? Hal itulah yang membuat hatinya dilanda gundah dan bingung. Disatu sisi dia ingin melihat anaknya bahagia.tapi disisi yang lain, ada segores luka hati yang belum kering. Hanya saja, dia perlu waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan sayatan hatinya yang terluka cukup dalam.
Maafkan hamba ya Allah…..yang sampai detik ini tak jua dapat menerima ayah dari anak-anak hamba. Karena hati ini pernah berdarah-darah dibuatnya. Bang Togar yang awalnya dikenal sebagai seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab, ternyata seorang yang sangat temperamental. Apabila dia melakukan kesalahan sedikit saja, cacian dan makian akan terlontar begitu saja dari mulut suaminya. Apalagi bila menyangkut pengasuhan kedua anaknya. Bang togar sangat mendiktenya sedemikian rupa.
Perbedaan-perbedaan dalam pola asuh diantara mereka semakin tajam. Diapun sudah tak mampu bertahan lagi dalam biduk rumah tangga yang di dalamnya kerap terjadi percekcokan. Hampir tak ada lagi keharmonisan seperti di awal-awal pernikahan. Mungkin pola asuh dalam keluarga berperan besar dalam membentuk karakter suaminya.
Memang,sejak kecil Bang Togar di didik penuh dengan disiplin dan ketat oleh bapaknya. Maklum, bapak Bang Togar adalah seorang militer. Pukulan dan kata-kata kasar adalah makanan sehari-hari bagi mantan suaminya.
Berbeda dengan dirinya . Sedari kecil ia di didik dengan pola demokrasi dan penuh kasih sayang serta kelembutan. Hampir tak pernah dia mendapat perlakuan kasar dari kedua orang tuanya. Apalagi dia merupakan anak perempuan satu–satunya dikeluarga. Posisi tersebut membuatnya sedikit manja dan terkadang berlaku kekanak-kanakan. Dan tanpa sadar terbawa hingga ia memiliki suami. Salah satu yang membuat Bang Togar mengkritik tingkah lakunya.
Bang Togar ingin dia bersikap dewasa dan tegas.Dan dia sudah berusaha memenuhi harapan Bang Togar. Sudah banyak perubahan yang ia lakukan. Tapi Bang Togar tetap tidak mau berubah. Malah semakin membuatnya tertekan dengan mengekang kebebasannya. Membatasi segala aktivitasnya diluar rumah. Jadwal berkunjung kerumah keluarganya juga sangat dibatasi. Tak ada toleransi keluar rumah sekedar mengusir kejenuhan. Bang Togar hanya ingin ia dirumah saja mengurus anak-anak. Tak ayal, dia pun tak lagi merasakan rumah tangganya sebagai surga.
Malam bertambah larut .tapi dia tak jua bisa memejamkan mata, meski badannya terasa lelah. Pikirannya masih dipenuhi oleh pergulatan-pwrgulatan batin yang ta kunjung bisa ia temukan jalan keluarnya.
“Assalamualaikum…” kesendiriannya terusik mendengar suara salam dari Alit dan Alisa. Berbarengan. Rupanya mereka sudah pulang dari mesjid.
“Waalaikum salam...,”jawabnya . segera dia keluar kamar menemui kedua anaknya.
Hari mulai terang-terang laras.sanak keluarga yang sedari tadi ramai memenuhi rumah Mamak mulai pamit satu-persatu. Annisa pun membereskan rumah dan mencuci perabotan yang kotor.
“Alisa dan Alit. Ayo Bantu Ummi membereskan meja makan,” perintahnya lembut. Namun kedua malaikat vkecilnya itu tak jua beranjak dari kursi tamu. Wajah keduanya terlihat begitu tak bahagia. Ada rona kesedihan terpancar dari wajah anak-anaknya.
Annisa sangat mengerti kalau kedua buah hatinya sangat kecewa lebaran kali ini. Diantara semua tamu yang datang, hanya ayah mereka yang belum muncul sampai sesore ini. Meski dia tak terlalu memikirkannya, tapi dia tak bisa cuek untuk tak memikirkan perasaan permata hatinya. Bagaimanapun, tak ada yang namanya bekas ayah bagi seorang anak.
“Ayah kok belum datang juga Mi. Alisa kan pengen jalan-jalan sama ayah.”
“Iya. Alit juga pengen main games sama ayah.”
“Pokoknya kami enggak mau lebaran tanpa ayah!” kedua anaknya berseru kompak dan langsung masuk ke dalam kamar. Melihat itu, Annisa ikut sedih.
Rasanya, dia ingin menelepon Bang Togar. Menanyakan mengapa dia tak datang mengajak anak-anak? Tapi dia urungkan niat tersebut karena gengsi. Bukankah itu sudah kewajiban Bang Togar sebagai seorang ayah? Buat apa dia susah-susah mengingatkan. Tiba-tiba telepon diruang tamu berdering saat dia sedang sibuk di dapur. Tak lama kemudian Mamak menghampirinya, membawa berita yang tak pernah ia harapkan.
“Bang Togar sakit apa katanya Mak?” Annisa bertanya cemas.
“Yang Mamak dengar tadi terkena serangan jantung. Dan sekarang sedang dirawat diruang ICU.”
Tanpa menunggu lagi, dia segera mengajak Mamak, Alit dan Alisa ke rumah sakit malam itu juga. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tak henti-hentinya dia berdoa. Dalam hatinya ada sejumput penyesalan, karena masih bersikap argan untuk tidak memaafkan mantan suaminya.
Ya Allah! Lenyapkanlah dendam dihati hamba. Agar lebih optimis dan ringan dalam melangkah. Juga bukakanlah pintu hati Bang Togar untuk bisa berubah. Amin…Ia menutup doanya dengan air mata berlinang.

dimuat di majalah alia

Rabu, 01 September 2010

pernikahan yang tak biasa





Sedikitpun tak pernah terbayangkan kalau suatu saat aku akan menjadi pengantin tanpa didampingi oleh mempelai pria. Bayanganku dulu, aku akan bersanding dengan seorang pria pujaannku disaat menikah dengan memakai gaun yang indah. Apa mau dikata, karena terlalu terburu-buru untuk segera menjadi suami istri, aku dan pasangan rela menjalani pernikahan jarak jauh. Menjalani pernikahan yang tidak biasa.
Ceritanya begini. Kami berpisah sudah dua tahun lamanya. Pasanganku memilih bekerja di luar negeri, dan meninggalkanku di tanah air. Kami berhubungan lewat internet, dan hanya sesekali lewat telepon, karena biayanya yang mahal. Maklum, pulsanya dihitung Internasional. Bisa-bisa habis gajinya untuk membayar pulsa yang pasti akan membengkak hebat, bila sering-sering menelpon. Jadi, kami lebih banyak berkirim e-mail dan chatting saja lewat internet.
Tak terasa, sudah hampir dua tahun kami menjalani hubungan antara Auckland dan Yogya ( waktu itu kebetulan aku masih sekolah di kota gudeg) Bayangkan, betapa besar rindu yang kami pendam karena lamanya berpisah. Mungkin tepat bila dibilang kami saling rindu dendam he..he..he..
Pasanganku mulai berbicara soal pernikahan, karena takut kehilanganku. Memang niat kami dari awal serius untuk berumah tangga. Tapi, dia belum bisa memastikan kapan akan pulang ke Indonesia. Aku pun bisa mengerti.
Mulailah kami bicarakan niat kami pada orang tua masing-masing. Bisa ditebak, apa jawaban kedua orang tua kami. “ Mengapa tidak menunggu pasanganku pulang ke Indonesia saja menikahnya?” tanya keluarga besarku. “Atau, kau pulang saja dulu untuk melangsungkan pernikahan, baru setelah itu kembali ke New Zealand bersama istrimu, jawab mertuaku, saat kekasihku mengutarakan niatnya untuk menikahiku segera.
Calon suamiku pun menjelaskan bahwa dia tidak bisa pulang seenaknya, karena masih terikat kontrak kerja. Dia katakan pada keluarganya kalau dia sudah tak sabar agar aku segera menyusulnya ke sana. Sebab sudah tidak sanggup berpisah denganku, begitu
juga aku. Untuk lebih amannya dia mengajakku menikah. Sehingga begitu kami bertemu, sudah sah menjadi suami istri.
Aku pun segera pergi ke KUA untuk mengurus surat-surat pernikahan kami. Dimana rencananya yang menjadi mempelai pria adalah adik lelakinya. Suamiku disuruh membuat surat kuasa yang menyatakan bahwa adiknya diberi kuasa mewakili dirinya dalam akad nikah nanti. Lumayan repot juga sih, sebab aku juga harus mengurus paspor dan Visa. Dan semangatku lebih dari semangat 45. Mungkin karena sebentar lagi aku bisa bertemu kekasihku yang tak lama lagi akan menjadi suamiku.
Aku nervous ketika acara puncak akan dimulai, yaitu akad nikah! Saking gugupnya, aku tidak menyimak apa yang dikatakan oleh adik calon suamiku. Yang aku ingat hanya kata terakhirnya saja yaitu sah..? sah..diiringi dengan tangis haru dari kedua orang tuanya. Aku pun tak dapat menahan air mata untuk tidak keluar.


Ketika sampai di Auckland, suamiku pun tak malu-malu lagi memeluk dan memegangiku sepanjang perjalanan ke apartemennya. Karena dia merasa kami sudah sah menjadi suami istri. Meski dia merasa sedikit aneh dan berkata “Rasanya lucu saja dan sedikit tidak percaya kalau sekarang aku sudah menjadi istrinya, sebab dia merasa tak pernah mengucapkan ijab kabul. (karena adiknya yang ia kuasakan untuk mengucapkannya) Eh tahu-tahu aku sudah menjadi istrinya.

Jumat, 27 Agustus 2010

rumah baru untuk ibuku




oleh Iir Harun pada 28 Agustus 2010 jam 11:34

ceritaku yang masuk nominasi 20 pemenang dari 30 ribu peserta dalam lomba 100- blog kisah tentang ibu bersama ungu

Ibu tak pernah mau rumahnya dijual, meski dia harus tinggal sendiri tanpa anak-anaknya. Padahal kami khawatir dengan ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan. Bayangkan saja, hampir semua anak ibuku tinggal dirantau. Ada yang di Jakarta, ada yang di Padang, dan ada yang di Yogyakarta.. Sebenarnya bukan setelah anak-anaknya menikah saja ibu harus rela ditinggal sendiri di Medan. Semenjak anak-anak ibuku tamat SMA, hampir semuanya memilih merantau ke Yogya untuk kuliah, termasuk diriku. Tak dapat kubayangkan bagaimana kesepiannya ibuku. Apalagi ayahku telah lebih dahulu dipanggil Tuhan. Otomatis ibu sering sendirian.

Tapi ibuku tak pernah melarang anak-anaknya untuk pergi. Baginya yang utama adalah, anak-anaknya menjadi orang yang pinter dan bisa bersekolah setinggi-tingginya. Meski harus merantau meninggalkan dirinya. Ibuku benar-benar mengikuti sunnah nabi yang berbunyi “ tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Sungguh luar biasa sosok ibuku di mataku. Padahal setiap kami kembali lagi ke Yogya setelah masa liburan habis, mata ibu akan berembun karena sedih dan haru. Sedih karena harus kembali ditinggal anak-anaknya dalam jangka waktu yang lama. Haru, demi melihat kami bisa mencicipi jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Setelah menikah, aku sangat ingin ibu pindah ke Jakarta. Selain semua anaknya tinggal di ibukota, aku ingin tinggal berdekatan dengan ibu. Maklumlah. Sedari SMA hingga menikah, aku hidup dirantau terus. Aku ingin membahagiakan beliau dengan sering mengunjunginya dan mengurusnya. Dan itu bisa terlaksana kalau ibu tinggal tak jauh dariku. Tapi ibu menolak dengan alasan tak ingin meninggalkan rumahnya yang penuh kenangan asam dan manisnya hidup bersama Abak. Akh, ibu. Tak inginkah dihari tuamu, kau bisa berkumpul dengan anak-anakmu? Padahal kami sangat merindukan hal itu.

Untuk mengobati rasa kangenku pada ibu, setahun sekali ibu kukirimi ongkos untuk datang ke Jakarta. Begitu sampai di Jakarta, ibu akan kubawa pergi jalan-jalan kemanapun dia suka. Bahkan ke kolam renang sekalipun, bersama anak-anakku yang ingin berenang. Tapi ibu paling suka bila kuajak ke pasar Anyar Bogor. Kebetulan aku tinggal di daerah bojonggede yang tak jauh dari bogor. Jadilah dengan nekat kuajak ibu naik kereta. Meski awalnya ibu takut, tapi kulihat dari matanya ibu begitu antusias dan bahagia dengan ajakanku.

Namun saat ibu harus kembali lagi ke Medan, aku tak dapat menutupi rasa sedihku padanya. Dan lagi-lagi aku meminta agar rumah di Medan dijual saja, supaya ibu bisa membeli rumah tak jauh dari rumahku. Agar setiap saat aku bisa bersama ibu dan mengajaknya jalan-jalan. Juga membacakan cerita-ceritaku padanya. Kebetulan aku suka menulis cerpen dan sering dimuat di media. Ibu berkata akan mempertimbangkannya. Aku merasa diberi setitik harapan. Hingga berdoa semoga ibu tak merubah niatnya untuk membeli rumah di daerah bojongggede. Karena ibu merasa betah tinggal di daerah tempat tinggalku yang menurutnya sejuk dan tidak panas seperti di Jakarta.

Beberapa bulan setelah ibu pulang ke Medan, ibu jatuh sakit. Kami pun memutuskan untuk mengobati ibu di Jakarta saja, agar lebih efisien dan efektif. Mengingat hampir semua anaknya tinggal di kota metropolitan. Ibu pun tak menolak dan segera kembali lagi ke Jakarta untuk berobat. Begitu sampai, ibu segera kami bawa berobat ke dokter. Dan vonis yang mengerikan itu benar-benar menghancurkan hati kami anak-anaknya. Ibuku positif terkena kanker ganas. Duh Robbi!

Benar-benar tak kuduga sebelumnya. Ditengah kebahagiaanku mendapat kabar bahwa salah satu cerpenku di annida online akan dibukukan bersama 11 penulis lainnya, ibu harus terkapar dirumah sakit karena menderita kanker dan komplikasi paru-paru yang parah. Mengapa cobaan itu datang ditengah kegembiraan yang seharusnya kubagi dengan Ibu, yang selama ini selalu setia mendengar cerita –ceritaku.

Aku tak bisa lupa betapa antusiasnya ibu memintaku untuk membacakan ceritaku yang dimuat, karena matanya mulai kabur diusianya yang sudah beranjak senja. Dengan senang hati aku pun membacakan ceritaku sendiri untuk ibu hingga selesai. Dia pun dengan tekun menyimak setiap kata demi kata yang aku bacakan untuknya. Juga ketika kuutarakan pada ibu bahwa aku ingin membuat cerpen tentang gempa dengan judul “ Rumah mande” Cerpenku yang akhirnya di muat oleh annida –online dan menjadi cerpen pilhan pembaca dibulan nop 2009. hingga dibuatkan video testimoninya.

“Nanti rumah ibu benar-benar kena gempa, Ti,” ucapnya sambil tertawa tergelak-gelak.

“Gak mungkinlah bu. Ini kan cuma sebuah cerita,” jawabku ikut tertawa. Kami pun tertawa bersam-sama setelah itu. Baru kali ini kulihat ibu bisa tertawa begitu senangnya. Setelah sekian lama hatinya dilanda duka.







Yah sejak kedua kakak lelakiku meninggal karena kanker, ibuku sempat murung dan bersedih. Bahkan tak lama abang tertuaku meninggal karena kanker hati. ibu pergi berjalan seorang diri entah kemana. Dia terus berjalan tanpa tujuan. Dan akhirnya pulang setelah kami menunggu dengan cemas dirumah.

“Entah mengapa, ibu tiba-tiba ingin berjalan kaki kemana ibu suka,” jawabnya saat kami tanya kemana saja dirinya. Akh…mungkin ibuku bingung harus bagaimana melepaskan rasa sedihnya karena baru kehilangan anak kebanggaannya yaitu Uda Wan, kakak tertuaku. Anaknya yang paling cerdas dan berprestasi. Hingga bisa sekolah keluar negeri tanpa biaya. Sekaligus tulang punggung keluarga penggati Abak yang telah lebih dulu meninggalkan kami.

Sungguh! Hati ini tak kuat membayangkan tubuh ibu yang sudah renta itu harus menjalani pengobatan seperti kemotrapi dsb. Apalagi yang kudengar dari orang-orang yang pernah terkena kanker mengatakan bahwa setelah habis dikemo, rasanya sakit sekali. Lebih baik digebug oleh orang sekampung daripada harus dikemo. Duh Robbi! betapa pilunya hati ini mendengarnya. Setiap malam aku menangis memikirkan ibu. Aku tak kuat memandang wajahnya yang selalu meringis menahan sakit

Aku hanya bisa berdoa agar Allah memberikan yang terbaik untuk ibuku. Ya Allah…kalau memang ibu masih diberi umur, sembuhkanlah penyakitnya. Tapi kalau memang umurnya sudah sampai, Mudahkanlah jalannya menuju tempat-Mu disana. Ringankanlah sakitnya. Berilah ia kekuatan dan ketabahan dalam menjalani penyakitnya. Doaku tiada henti

Akhirnya doaku dikabulkan oleh yang kuasa. Setelah beberapa bulan berjuang melawan sakitnya, akhirnya Ibu dipanggil oleh Allah dengan tenang dan mudah. Kami pun memutuskan untuk memakamkan ibu tak jauh dari rumahku. Niat untuk menguburkan ibu di Medan disamping makam ayah, tak bisa kami wujudkan. Mengingat akan menelan biaya yang sangat mahal dan memberatkan ibu sendiri. Karena harus menunda-nunda pemakamnnya dengan segera.

Akhirnya, ibuku benar-benar tinggal tak jauh dariku dirumah barunya.. Selamat jalan Bu. Semoga dirumahmu yang baru ini, kau akan merasa bahagia selama-lamanya. Karena doa kami anak-anakmu, akan selalu menemanimu disana. Amin…

Rabu, 25 Agustus 2010

ketika balitaku punya adik


Anakku protes dan menjerit histeris


Ketika pertama kali balqis anak pertamaku punya adik, ada rasa khawatir dihatiku. Maklumlah, selama ini hanya dia yang selalu kuurus dan kuperhatikan. Setelah adiknya lahir, otomatis perhatianku terbagi. Apalagi jarak mereka cukup dekat, yaitu 1 tahun setengah. Aku tak bisa lagi fokus mengurus balqis sepenuhnya. Seperti menyuapinya makan, memandikannya, hingga menidurkannya sambil mendendangkan lagu. Semua itu tak bisa lagi kulakukan rutin setiap harinya seperti dulu.
Tapi yang paling repot adalah mengurus makannya Balqis. Anak pertama ku ini paling susah makan kalau tidak disuapi. Selama ini aku dengan sabar menyuapinya makan. Tapi setelah adik lelakinya lahir, aku sering tak sempat apalagi disaat adiknya rewel atau sedang menyusui. Aku pun berinisiatif mempekerjakan pembantu yang khusus mengurusi balqis. Padahal tak mudah mencari pembantu yang cocok dan sayang dengan anak kecil.
Sempat kesel juga saat menemukan pembantu yang tak sabaran dalam mengurus anak kita sendiri. Selain kasihan, aku menjadi lebih repot karena harus gonta-ganti pembantu sampai ketemu yang cocok dan telaten mengurus Balqis anakku. Untunglah pada akhirnya kutemukan juga pembantu yang sesuai kriteriaku. Telaten, sabar dan sayang anak kecil. Masalah pertama pun selesai. Namun prakteknya tak semudah yang kubayangkan.
Suatu hari Balqis tiba-tiba ngadat dan tak mau disupain sama mbaknya. Dan puncaknya, dia menjerit histeris. Aku pun panik dan segera membujuknya. Tapi Balqis tetap menangis malah semakin keras tangisnya. Aku bingung sekali. Tampaknya Balqis benar-benar frustrasi dengan perlakuanku yang tak lagi seperti dulu.
Mungkin dalam pikiran kanak-kanaknya, ibunya lebih sayang pada adiknya dari pada dirinya, karena lebih banyak mengurus adiknya yang masih bayi. Apalagi malamnya aku sering bangun untuk menyusui. Maka siangnya disaat adiknya tidur kuusahakan untuk tidur juga. Demi melunasi hutang tidurku. Setelah kutanya berulang-ulang rupanya Balqis keberatan bila aku tak mengajaknya bermain, tapi memilih tidur. Dia pun menjerit sekeras-kerasnya menunjukkan rasa protesnya padaku. Weleh..weleh…!
Pernah juga aku dikejutkan oleh ulah balqis yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Ketika aku sedang memasak di dapur, tiba-tiba perasaanku tak enak dan ingin segera melihat anakku di kamar. Masya Allah! Dengan mata kepalaku sendiri kulihat Balqis tengah menutupi wajah adiknya dengan sebuah bantal. Segera aku berteriak histeris sambil berlari untuk mengangkat bantal yang ada di tangan anak pertamaku itu. Aku benar-benar shok membayangkan seandainya aku telat sedikit, pasti adiknya menjadi korban. Balqis pun ikut menangis karena terkejut mendengar suaraku yang cukup keras saat berteriak tadi.
Sejak itu, aku tak ingin lengah lagi. Bila si mbaknya belum datang, kuputuskan untuk tidak meninggalkan adiknya ke dapur ataupun ke kamar mandi meskipun hanya sebentar. Anak seusia balqis memang masih polos. Dia belum mengerti dengan apa yang dia lakukan. Bahkan pernah juga kudapati balqis tengah menduduki adiknya. Maksudnya ingin mengajak adiknya bermain kuda-kudaan. Terang aja aku berteriak-teriak karena panik. Ya ampyun! Balqis benar-benar gak bisa ditinggalkan berdua dengan adiknya saja. Aku pun semakin berhati-hati dengan lebih mengawasi anak perempuanku itu.
Aku kerap merasa bersalah bila menyalahkan Balqis. Sebab dia belum tahu apa-apa. Sebagai gantinya, aku kerap melibatkan balqis dalam mengurus adiknya. Misalnya minta tolong untuk mengambilkan celana adiknya, bedaknya, juga mengajaknya memandikan adiknya. Tak kuduga, balqis senang sekali dilibatkan dalam mengasuh adiknya. Perlahan-lahan, dia pun mulai sayang pada adik barunya. Dan aku sendiri berusaha untuk tak berubah drastis dalam memberi perhatian padanya. Hatiku pun menjadi lega, saat balqis tak lagi rewel seperti awal pertama kali dia punya adik. Apalagi saat dia berkata dengan bangga pada teman-temannya, bahwa dia sekarang sudah punya adik yang lucu. Hatiku pun ikut bahagia mendengarnya.

Selasa, 27 Juli 2010

cinta untuk bunda




Bunda…
Kehangatan cinta ini tetap untukmu
Meski sorot matamu kini tak bernyawa
Tak lagi sehangat dekapan dan belaianmu
Yang kini hanya tinggal cerita



Bunda…
Binar cintaku ini tetap milikmu
Meski binar bahagia dimatamu yang keriput redup ditelan usia
Tak lagi memiliki arti seperti dulu
Karena kini kau tergeletak lemah tanpa daya


Bunda…
Kurindu sinar kecemasan itu dimatamu
Saat mendapati diriku bermuram durja
Biarlah kini kecemasan itu menjadi milikku
Yang kian hari dipenuhi rasa putus asa

Bunda…
Tak akan mungkin kulupa
Kedua pelupuk matamu yang menganak sungai oleh air mata
Disaat bermunajat disepertiga malam demi keberhasilan ananda
Tapi kini kedua pelupuk mata tuamu selalu basah oleh air mata derita
Karena maut yang kelam mulai menggerogoti tubuhmu nan renta
Oleh penyakit yang tak mengenal hati dan cinta

Oh Bunda…
Waktu telah menjawab segala
Betapa cintamu selalu mengalir untukku
Bagaikan ricik air cinta yang tak pernah kering dihatimu

Ya Robbi!
Perkenankanlah pintaku
Pinta yang kujalin dengan sepenuh cinta untuk Bunda
Dari tasbih, zikir dan doa
Agar kulihat lagi cinta dimatanya
Cinta yang tulus dan abadi hingga akhir masa

Selasa, 20 Juli 2010

manfaat positif dari jejaring sosial



Tak selamanya jejaring sosial seperti facebook, twitter, blog dan sejenisnya membawa pengaruh yang negatif. Mungkin hanya sebagian kecil saja yang memiliki pendapat seperti itu. Asal digunakan untuk hal-hal yang berbau positif, maka akan membawa pengaruh dan manfaat yang positif juga bagi penggunanya. Banyak manfaat yang bisa diambil dari jejaring sosial yang kita ikuti diantaranya,
1) Sebagai sarana untuk berbagi. Entah itu berbagi imformasi, atau berbagi pengalaman hidup baik suka maupun duka. Sebagai makhluk sosial, kita tentu ingin berbagi kegembiraan dan kesedihan dengan orang lain. Entah itu dengan teman dekat, sanak saudara, juga orang-orang yang kita kenal. Dijaman internet seperti sekarang, teman tak hanya kita temukan dalam dunia nyata saja, tapi juga dalam dunia maya. Kita tentu masih ingat kasus yang menimpa Prita mulyasari. Begitu banyak dukungan yang ia dapatkan dari para facebooker. Ketika tertimpa kasus sebagai orang yang dituduh mencemarkan nama baik sebuah rumah sakit internasional di Jakarta.
Disaat kita mengikuti jejaring social seperti facebook, maka otomatis kita mencari teman untuk berbagi pengalaman suka dan duka tadi. Dengan harapan untuk mendapatkan dukungan. Entah itu dengan teman lama yang sudah memiliki akun difacebook, atau yang baru kita kenal. Bahkan mungkin seprofesi dengan kita. Misalnya sama-sama penulis atau sama-sama suka berdagang.
Selain facebook, ada banyak milis yang bisa kita ikuti untuk berbagi. Disamping untuk memperluas jaringan social serta menambah wawasan kita. Ada milis seputar dunia ibu dan anak yang bisa diikuti oleh para ibu dan wanita yang baru menikah, Contohnya milis parenting. Sedangkan untuk wanita bisa mengikuti milis femina group. Dan masih banyak lagi milis yang lainnya. Asal kita terus mau mencari lewat internet dan memutuskan untuk bergabung dengan niat dan tujuan yang baik.
2) Sebagai sarana promosi. Bagi yang suka berdagang, media pemasaran bisa lebih meluas. Tak hanya dilakukan secara offline, tapi kini bisa dilakukan secara online. Salah satunya dengan memajang foto foto produk dan mempromosikan barang dagangan yang akan kita jual lewat facebook, website, ataupun blog pribadi. Dengan harapan, teman-teman yang ada di dunia maya tertarik setelah melihat barang apa saja yang kita tawarkan. Hingga memutuskan untuk membelinya
3) Sebagai sarana untuk menyalurkan hobbi. Bagi yang suka menulis, jejaring social menyediakan banyak info-info lomba menulis sekaligus ajakan menulis dari para penulis yang lebih dulu terjun dalam bidang kepenulisan. Salah satunya lewat facebook. Bahkan tak sedikit milis-milis yang bisa diikuiti oleh penulis pemula. Sebagai tempat untuk belajar dan menimba ilmu dari penulis yang lebih senior. Seperti milis penulis bacaan anak. Milis penulis lepas, juga milis-milis lainnya yang berhubungan dengan dunia kepenulisan. Tentunya kita bebas memilih untuk mengikuti milis apa saja yang sesuai untuk kita dan yang kita sukai.
4) Sebagai sarana untuk berekspresi. Salah satunya dalam bidang menulis. Kita bebas mempromosikan tulisan kita tanpa takut diedit atau ditolak seperti yang dilakukan oleh media cetak. Baik berupa puisi, cerpen, ataupun dalam bentuk essay dan artikel. Entah itu lewat blog ataupun komunitas blog. Adapun komunitas blog yang bisa diikuti oleh penulis baik itu pemula ataupun yang sudah senior. diantaranya komunitas blogfam, blogindosiar, dan masih banyak komunitas blog di bidang dunia tulis menulis yang bisa diikuti. Bahkan kita juga bisa men-tag tulisan kita lewat facebook ataupun situs pertemanan yang lainnya..Dari tulisan yang kita tulis, kita bisa meminta orang-orang untuk memberikan masukan yang bermanfaat bagi kemajuan menulis kita. Baik lewat pujian maupun kritik yang membangun.
Ini hanyalah sebagian dari manfaat jejaring sosial. Masih banyak manfaat lainnya yang bisa kita gali dari jejaring social seperti facebook, website, blog dan yang lainnya. Dengan menyadari banyaknya hal positif serta manfaat yang bisa kita peroleh dari jejaring sosial yang kita ikuti, maka jejaring sosial yang sehat dan aman akan tercipta dengan sendirinya.

Kamis, 24 Juni 2010



Sinopsis
BALADA PENGEMIS
Rusli memutuskan untuk pergi merantau dan bekerja sebagai seorang pelayan restoran rumah makan padang. Baginya, lebih baik hidup diatas kaki sendiri dengan bekerja, daripada harus hidup ongkang-ongkang kaki menghabiskan harta Abak seperti yang dilakukan oleh kedua saudara kandungnya.. Tapi akhirnya Rusli memutuskan untuk pulang setelah mendengar kabar yang mengejutkan dari Mandenya.Kabar penting apakah gerangan yang membuatnya memutuskan untuk kembali setelah tiga tahun lamanya? Dimuat di annida-online tgl 20 januari 2010 dan terpilih untuk dibukukan bersam 11 penulis terbaik annida
penulis irhayati (ayatiati)

Selasa, 15 Juni 2010

ketika rumah jadi kuburan




Tentu anda bertanya-tanya, apa mungkin rumah jadi kuburan? Bagaimana bisa? Sepenggal judul diatas menggelitik saya untuk menuliskannya disini, setelah membaca sebuah kajian di majalah Ummi. Tentang rumah yang didalamnya berisi orang-orang yang tak pernah menghidupkan rumah mereka dengan bacaan Al-qur’an. Karena sepi dari bacaan, hapalan serta lantunan Alqur’an. maka penghuni rumah tersebut diibaratkan mayit yang hidup tanpa ruh. Bukankah tempat tinggal yang pantas bagi mayat adalah kuburan?
Sebagaimana rasulullah pernah bersabda “jangan jadikan rumah-rumah kalian kuburan. Sesungguhnya syeitan lari dari rumah yang dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR Muslim) Wajar bila rumah yang dihuni oleh para mayit akan didatangi oleh syetan dengan senang hati. Akibatnya rumah pun akan jauh dari rahmat dan berkah dari Allah.
Saya jadi ingat sebuah keluarga yang letaknya tak jauh dari lingkungan tempat tinggal saya. Sebut saja keluarganya si A. sebab tak etis rasanya saya menyebutkan nama mereka. Karena niat saya hanya ingin berbagi terhadap apa yang saya lihat dan dengar untuk diambil ibrohnya.
Keluarga si A, terutama ayah dan ibunya, hampir tak pernah membaca apalagi mempelajari Al-quran. Dan yang lebih tragis lagi, kebiasaan tersebut ia terapkan pada anak-anaknya.. Jadilah semua anaknya tak ada yang bisa membaca kitab suci, sebab sedari kecil tak pernah diajarkan membaca Al-quran. Bahkan sampai anaknya menikah dan memiliki anak.
Alhasil tak satupun anaknya yang menunaikan solat, karena tak mengerti bacaannya. Sementara orang tuanya tenang-tenang saja menyikapinya. Mungkin menganggap bahwa mengajarkan anak membaca dan mempelajari kitab Allah bukanlah suatu kewajiban, yang kelak dimintai pertanggung-jawabannya diakhirat nanti.
Kita juga sering mendapati sebuah rumah mewah yang harganya mungkin milyaran rupiah. Alangkah bagusnya rumah ini, kita mungkin berdecak kagum tanpa bisa dihindari. Namun saat kita tahu ternyata rumah tersebut sesungguhnya seperti kuburan, tatkala rumah itu sepi dari Alquran. Maka kekaguman kita seketika lenyap dan berganti dengan rasa bergidik membayangkan para penghuninya lebih sibuk dalam urusan duniawi hingga tak sempat menghidupkan hati dan rumah mereka dengan merdu dan indahnya lantunan Kitab Illahi Robbi yaitu kitab suci. Seketika kita memandang rumah tersebut tak lagi bercahaya meski bangunanya dari luar bagus dan megah.
Rasanya amat bangga dan senang bila anak-anak kita bisa lancar dan fasih membaca alquran, setelah kita masukkan ke TPA. Tentu peran guru ngaji tak bisa dianggap enteng disini. Andilnya cukup besar karena telah menghidupkan hati anak-anak kita dengan Alqur’an. Padahal bayarannya tidaklah seberapa dengan yang mereka terima.karena mengharap besarnya ganjaran pahala dari Allah. Hati yang hidup akan mudah menerima kebenaran. Kita bisa ambil sebuah pelajaran dari orang-orang yang dengan entengnya melakukan korupsi atau tindakan keji tanpa perasaan. Seolah-olah mereka tak lagi memiliki hati nurani. Dikarenakan hati mereka sudah lama mati. Nauzubillah minzalik.

ketika merpati patah sayapnya


Ketika Merpati Patah Sayapnya


Nadia merasakan kebahagiaan seutuhnya sebagai seorang wanita. Bukan karena memiliki karir yang sukses, atau memiliki suami kaya raya, yang memanjakannya dengan segudang materi. Juga bukan karena popularitas yang didambakan setiap wanita yang memilki kecantikan fisik seperti dirinya.
Nadia hanyalah seorang wanita biasa yang menikah dengan pria biasa juga. Winarto, seorang suami yang bertanggung jawab serta penegrtian. Itulah yang ia impikan dari seorang suami. Memiliki seorang anak yang cantik dan cerdas. Dirinya puas menjalani peran sebagai ibu rumah tangga saja.Waktunya banyak dihabiskan untuk mengurus anak dan suami. Semuanya ia lakukan sendiri tanpa bantuan pembantu.
Masih hangat dalam ingatannya, bagaimana reaksi ibunya ketika ia utarakan niat untuk menikah. Padahal usianya masih muda, belum 25 tahun. saat Winarto melamarnya.
“Mengapa buru-buru menikah? nikmati dulu kesuksesanmu, dengan mencapai karir yang gemilang Nadia, sebelum kamu memilki anak. Pikirkan masa depanmu!”
“Apakah berumah tangga dan memilki keluarga yang harmonis bukan masa depan, Bu?”
“Ibu tahu. Tapi, apa kau puas hanya menjadi ibu rumah tangga saja?”
“Insya Allah Bu.”
“Kalau itu keputusanmu, Ibu tak dapat memaksa. Semoga kamu dapat menjalaninya tanpa rasa penyesalan di kemudian hari.” Ibu pun berlalu dengan segurat kekecewaan diwajahnya.
Ah, Ibu. Tidakkah kau sadar, karena sibuk berkarirlah anakmu ini dulu sering kesepian. Dan yang lebih fatal lagi, ayah pergi meninggalkan Ibu karena sudah tidak tahan lagi dengan kesibukan ibu, yang seakan-akan tak pernah berhenti. Hingga tak ada waktu buat kami, aku dan ayah. Selain hanya karir dan karir. Walaupun dulu dia kagum dan bangga dengan kesuksesan ibunya, yang melesat dengan cepat. Namun waktu jualah yang menyaksikan betapa menderitanya dia. Diusia yang masih muda, harus menghadapi perceraian kedua orang tuanya. Keluarga broken home!
“Dari dulu Ibu tak pernah mengerti aku, Mas. Selalu membuat jarak denganku demi ambisinya.”
“Bagaimanapun, dia tetaplah Ibumu Nadia. Mungkin kitalah yang harus mengerti bahwa dia berniat baik, meski dia tak bisa memahami kita. Yang penting, kamu maukan menjadi ibu bagi anak-anakku?” Akupun memberikan senyum termanisku. Merasa tersanjung mendengarnya.
Pernikahan tetap berjalan, walau tanpa dukungan sepenuhnya dari Ibu. Ibu terpaksa merestui karena dia tahu, tak akan mengubah keputusa Nadia. Untuk menikah dan segera memilki anak. Impian memilki keluarga yang harmonis.
Tak sampai satu tahun, Nadia hamil. Betapa bahagia dirinya. Berbagai rencana pun bermunculan dalam menyambut mutiara hatinya. Mempersiapkan nama yang indah. Berbagia keperluan bayi, serta mempersiapkan mental dengan banyak membaca buku merawat dan membesarkan anak.
Membayangkan buah hatinya menatapnya manja disaat menyusui nanti. Dengan tatapannya yang masih lugu. Mendengarkan tawa anaknya yang jernih. Sejernih pikiran kanak-kanaknya. Nadia senyum-senyum sendiri membayangkan hari bahagia itu akan tiba.
“Kamu mengambil cuti Nadia? Berapa lama? Selamat ya, belum lama menikah sebentar lagi akan memilki momongan. Pasti dia cakep seperti Ibunya.”
“Bagaimanapun wajahnya, dia pastilah bayi tercantik bagiku. Oh, ya. Aku bukan hanya mengambil cuti, tapi berniat untuk fokus dulu pada anakku.”
Kamu tidak akan berhenti bekerja kan, Nadia? Sayang, karirmu lagi menanjak.” Dewi mentatapnya tak percaya.
Nadia tersenyum. Dewi tahu, Nadia adalah mahasiwi psikologi dari universitas ternama. Yang setiap tahunnya selalu mendapatkan beasiswa. Dan lulus dengan nilai cumlaude. Sebentar lagi akan naik jabatan sebagai kepala personalia. Bagaimana mungkin hanya puas sebagai ibu rumah tangga saja. Tak bisa dipercaya!
“Mengapa tidak? Aku rela melepas karirku demi menjadi ibu rumah tangga dan totalitas mengurus keluarga.”
“Sederhana sekali!” teman-teman kantornya memberi komentar setengah tak percaya.
“Apakah status rumah tangga itu hina? Serendah itukah panadangan kalian? Banyak anak-anak yang sukses ditangan seorang ibu rumah tangga biasa.”
“Tentu saja kami tidak apriori seperti itu,” tiba-tiba Melinda menyela.
“Iya Nadia. Kami hanya mempertanyakan dirimu yang kami tahu sangat berpotensi untuk menjadi wanita yang sukses di kantor ini,” temannya yang lain ikut bicara.
“Kalau begitu, terima kasih atas perhatian dan sanjungan kalian. Aku tetap tak terpengaruh,”jawab Nadia dengan senyum mengembang. Akhirnya teman-teman kantornya pun bungkam. Demi mendengar jawaban tulus dari Nadia.
Setelah dia keluar dari pekerjaanya, Nadia tetap menjalani perannya dengan senang hati. Walau dia harus berkutat dengan urusan rumah tangga, sementara teman temannya menapaki karier di perusahaan – perusahaan ternama.
Bagi Nadia, keluarga adalah segala – galanya. Dia takut hubungan emosional dengan anaknya akan jauh. Seperti yang pernah ia alami dulu dengan ibunya. Dia tidak siap harus bersaing dengan seorang pembantu, bila di bekerja. Ia ingin totalitas mengasuh dan membesarkan anaknya. Ia ingin menjadi orang yang pertama kali tahu perkembangan anaknya dari hari-ke hari, bukan orang lain, atau pembantu. Bukankah suatu keinginan yang sederhana? Keinginan setiap ibu rumah tangga.
Hidup adalah pilihan. Dan Nadia sudah memilih hidupnya. untuk menjadi seorang ibu rumah tangga biasa. Menjadi wanita karier, bukanlah impiannya kini. Waktu terus bergulir. Nadia disibukkan dengan anak pertamanya. Kini Putri telah berusia 6 tahun. Pagi – pagi dia sudah memasak dan menyiapkan sarapan buat putri dan Mas Win. Setelah itu, dia sendiri yang mengantar dan menjemput anaknya sekolah. Begitu seterusnya. Ia jalani rutinitas rumah tangga dengan senyum mengembang.
“Mama, tadi putri dipuji sama ibu guru. Putri mendapat nilai paling bagus dalam mengerjakan pe-er. Itu karena Mama selalu membantu putri mengerjakan pe-er. Makasih ya Ma,” Putri berkata sambil matanya bersinar-sinar. Tiba-tiba putri mendaratkan ciuman di pipinya.
Nadia terharu merasakan kehangatan itu mengalir ke seluruh pembuluh nadinya, hingga membuatnya merasa bahagia.
“Iya sayang?” jawabnya penuh cinta.
Ah putri… memang inilah yang Mama inginkan. Kau mendapatkan limpahan kasih sayang dan bimbinganku. Aku tak ingin masa laluku berulang padamu. Nadia memeluk putri dengan erat. Matanya berkaca-kaca.
“Mama kenapa? Tidak senang dengan ucapan putri?”
“Tidak sayang, Mama hanya bahagia mendengar ucapanmu.” Putri kembali memeluknya manja.
Andai putri tahu apa yang sesungguhnya ia rasakan. Semasa kecil, dia memiliki mainan apa saja yang tak mungkin dimiliki oleh anak – anak seusianya. Secara materi, ibunya siap melimpahkan itu padanya. Tapi kasih sayang? Dulu dia ingin sekali ibu ada waktu untuk mendengarkan cerita – ceritanya. Mengantarkannya sekolah, seperti teman-temannya yang lain. Dia sangat rindu untuk bermanja-manja. Tapi hingga dewasa, keinginan itu sulit terwujud. Itu karena ibu terlalu asyik dengan kariernya di rumah. Walau sisi positifnya Ia menjadi lebih mandiri. Namun disisi lain, ia pernah terjerumus ke hal-hal Yang negatif, seperti teman-temannya. Melampiaskan kekecewaan mereka dengan menenggak obat-obatan terlarang, bahan sempat hamil di luar nikah. Tidak! Dia tak ingin semua itu menimpa putri. Cukup sudah pengalaman dirinya, dan orang-orang di luar sana. Yang berujung pada kehancuran masa depan dengan prilaku negatif, karena kurang perhatian dang bimbingan
Mama dan teman temannya sudah jarang berkomentar. Mereka melihat keahagiaan itu menghampirinya dari hari kehari. Tak ada lagi yang perlu dipertanyakan. Sampai musibah yang tak pernah diduga-duganya menghampiri. Mas Win mengalami kecelakaan. Motornya remuk dihantam oleh sebuah truk, yang datang secara mendadak. Mas Win terpental jauh. Kepalanya membentur aspal yang keras dan tajam. Hingga tak sadarkan diri sewaktu dibawa kerumah sakit. Nadia menanti di luar ruangan dengan harap-harap cemas. Menunggu kabar baik, bahkan buruk sekalipun tentang suaminya.
Tiba–tiba pintu terkuak. Seorang dokter paruh baya keluar dengan wajah yang serius. Membuat detak jantungnya semakin tak mau berhenti. Yah…ia gelisah! Begitu cemas!
“Ada kerusakan di sumsum tulang belakangnya, yang mempengaruhi urat sarafnya. Kemungkinan suami Ibu harus berada di kursi roda.” Oh Tuhan! Akan cacatkah suaminya?
“Sampai berapa lama dokter?”
“Harapan itu masih ada. Suami ibu harus menjalani terapi, agar dapat berjalan lagi. Tentunya membutuhkan waktu yang lama.” Sanggupkah ia kini? Ya Rabbi! berilah hambamu ini kekuatan, doanya tak henti henti.
Nadia berada di atas bus yang akan mengantarnya pulang. Hari hampir menjelang malam. Nadia memutuskan untuk bekerja. Walau ia merasa berat, dan sering mengalami quilty mom syndrome. Rasa bersalah, karena sering meninggalkan anaknya dan suaminya yang lagi sakit. Keuangan mereka sudah terdesak. Satu persatu barang berharga sudah terjual, termasuk kendaraan roda dua yang mereka miliki. Itulah sebabnya ia pulang pergi naik bus.
Seorang wanita berambut pendek, tanpa riasan mengenakan baju kaos dan celana panjang, menggelantung di pintu belakang bus. Sungguh menarik perhatiannya. Tak banyak wanita yang berani menjadi kondektur. Mungkin dia terdesak. Menghilangkan rasa gengsinya, demi sesuap nasi bagi keluarganya. Dan tetap survive dengan hidupnya. Sementara dia? Haruskah lembek dalam menjalani hidupnya yang sekarang? Tiba tiba dia merasa bersyukur masih bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak. Di sebuah kantor ber ac, walau dia harus memulai lagi kariernya dari awal.
Memang tak mudah menjalani hidup seperti ini. Disamping bekerja, dia harus mengurus putri dan suaminya, yang kini tidak normal keadaan fisiknya. Apalagi suaminya kini lebih sensitive dibanding dulu, sewaktu masih sehat. Nadia bisa merasakan kalau kepercayaan diri Mas Win terganggu akibat lumpuh yang dideritanya, yang lebih membutuhkan perhatian dan dorongan. Namun dia tak bisa memenuhinya karena kesibukannya. Dirinya kini tak ubahnya merpati yang kehilangan sayapnya. Namun dia harus kuat agar bisa tetap terbang mengarungi hidup yang penuh cobaan ini. Nadia berusaha menjalaninya dengan ketulusan hati. Serta mencoba berpikir positif untuk menerima semua ini.
Nadia sudah sampai dirumah lebih cepat dari biasanya. Dia agak terkejut mendapati ibunya tengah asyik bermain dan bercanda bersama putrinya. Wajah Ibu begitu bahagia. Belum pernah ia melihat wajah Ibu sebahagia ini. Nadia tak ingin mendekat, takut mengganggu mereka. Namun Ibu keburu melihatnya, dan menghampirinya.
“Nadia ,” ia mendengar Ibu memanggilnya dengan hati-hati.
“Sebenarnya Ibu kemari untuk menwarkan bantuan uang. Kamu pasti membutuhkannya.”
“Nadia belum merasa perlu Bu. Nadia kan sudah bekerja. Ibu simpan saja uangnya.”
“Kamu serius? Ibu tahu, kamu membutuhkan banyak biaya untuk berobat suamimu. Ambillah!” Ibu tetap menyodorkan sebuah amplop padanya. Nadia tetap menolak. Ada perasaan malu dihatinya. Mungkinkah Ibu ingin membuktikan padanya bahwa dulu dia melepas karirnya yang tengah menanjak, bukanlah pilihan yang tepat. Kalau ternyata kini dia menghadapi masalah seberat ini.
Takdir hidup siapa yang tahu. Sedikit pun tak ada rasa penyesalan dihatinya. Dia merasakan kebahagiaan di hari hari yang lalu. Dan berusaha untuk tetap bahagia dihari ini.
“Mengapa kau menolak Ibu? Apakah salah Ibu membantumu keluar dari kesulitanmu yang sekarang?” tiba-tiba wajah Ibunya berubah mendung. Tak urung, ia terkejut melihat reaksi Ibunya.
“Ibu hanya ingin kau mau memaafkan kesalahan Ibu, Nadia. Karena pernah membesarkanmu tidak dengan sepenuh hati.”
“Nadia sudah memafkan Ibu. Nadia yakin, Ibu tak bermaksud untuk bercerai dari ayah, hingga membuatku merasa sangat sedih waktu itu. Sudahlah Bu, buat apa diungkit-ungkit lagi,” Nadia berusaha untuk tegar di depan Ibunya. Biarlah semua ini menjadi pelajaran berharga dalam hidupnya. Tiba-tiba timbul rasa penyesalan karena terus menerus menyalahkan Ibu. Walaupun hanya ia pendam di dalam hati. Apa jadinya bila Ibu tahu isi hatinya yang sangat sakit mendapati kedua orangtuanya berpisah disaat ia masih kecil. Hingga dia sempat menyimpan dendam yang cukup lama pada Ibunya itu.
“Dulu nenekmu juga pernah mengalami masalah seperti ini Kakekmu meninggal karena kanker. Dan nenek tidak punya biaya untuk terus mengobati kakek sampai sembuh. Ibu sangat sedih kehilangan kakekmu.”
Nadia mendengarkan cerita Ibunya dengan rasa tak percaya.
“Itulah sebabnya Ibu begitu berambisi untuk dapat hidup mandiri dan layak secara materi. Ibu tak ingin bila suatu saat kehilangan suami, tapi tak emmilki apa-apa seperti nenekmu. Karena rasa takut itulah Ibu lupa telah menelantarkanmu. Maafkan Ibu,” Ibu berkata dengan suara melemah. Lelah dengan hidup yang ia jalani selama ini. Nadia merasa sangat terharu.
“Ibu tak ingin kau menanggung sendiri bebanmu. Kamu bisa mengandalkan Ibu, Nadia,” Ibu berkata sambil berurai air mata.
Ternyata jauh dilubuk hatinya, Ibu tetaplah seorang Ibu yang mencintai anaknya. Bagaimanapun masalalunya, dia merasa wajib untuk berbakti dan memaafkan setiap kesalahannya.
“Baiklah Bu, aku akan menerimanya asalkan Ibu berjanji padaku.”
“Apa itu Nak? Ibu akan memenuhinya walau berat sekalipun,”jawab Ibu kembali bersemangat.
“Tidak berat kok Bu. Nadia hanya ingin Ibu sering kemari mengunjungi kami.”
Ibu tersenyum. Wajah mendungnya hilang. Berganti dengan wajah bahagia. Bahagia yang tak terlukiskan.
Medio oktober 2006
salam cinta untuk ketiga malaikat kecilku balqis, baim dan zakirah

dimuat di majalah paras

Sabtu, 15 Mei 2010

ketika anak demam tinggi




Salah seorang teman baikku mengalami ujian yang cukup berat. Bermula dari panas yang tiba-tiba menyerang anak mereka satu-satunya. Betapa kasihan melihatnya. Dari yang tadinya ceria sekarang terbaring lemah tak berdaya dirumah sakit. Tapi yang paling membuat mereka kalut adalah saat panasnya sudah turun dan dibawa pulang kerumah, gak tahunya 2 hari kemudian panasnya naik lagi ditambah kejang-kejang. Sebagai seorang ibu, aku dapat merasakan kepanikan dan kecemasan dari mata mereka.
Akhirnya setelah dirawat 3 hari, dokter mengatakan menyerah dan memberi rujukan untuk dibawa kerumah sakit yang lebih besar dan lengkap fasilitasnya. Mereka pun pusing tujuh keliling. Darimana lagi mencari uang untuk biaya berobat? Padahal suaminya hanya karyawan biasa yang gaji bulanannya tak seberapa. Karena sudah tak sanggup lagi, mereka pun memutuskan untuk membawa anaknya pulang kerumah.
Aku pun berpikir, betapa kasihannya bila orang kecil mengalami sakit parah. Dimana rumah sakit yang mau dibayar gratis? Apalagi bila dirujuk kerumah sakit swasta. Sekalipun ada, pastinya urusannya agak ribet. Akhirnya anak mereka diobati dengan cara kampung saja. Untunglah warga kampung mau membantu. Ada yang membantu secara materi dengan urunan semampunya. Dan bantuan moril seperti menunggui anaknya yang sakit sewaktu dirumah sakit juga ketika sudah pulang kerumah. Hingga temanku itu merasa mendapatkan dukungan.
Setelah beberapa hari diobati dirumah, suatu hari anaknya mendadak diam seperti tak bernyawa. Namun kedua matanya terbuka lebar. Mereka pun bertambah stress dan begitu tertekan melihat kondisi anaknya. Lagi lagi warga kampung terus membacakan doa dan syalawat dikuping anaknya yang terlihat seperti orang yang tengah sekarat. Ya Alllah…sungguh tak sampai hati melihatnya. Diam-diam aku berdoa didalam hati agar penyakit anaknya segera diambil saja, agar penderitaanya berkurang. Jangan dulu kau ambil anaknya ya Rabbi. Rasanya berat sekali bagi temanku kalau sampai kehilangan anak satu-satunya. Mengingat selama ini begitu susahnya dia memiliki anak.
Terus terang, aku jadi ikut tidak tenang. Naluri seorang ibu tiba-tiba terasa begitu dalam. Sehingga aku pun bolak-balik melihat perkembangan anaknya. Syukurlah setelah diobati oleh orang pintar dengan dibacakan ayat-ayat suci alqur’an anaknya bisa tertidur pulas dengan mata terpejam. Setelah beberapa hari selalu terbuka. Menurut dokter panasnya sudah mempengaruhi syaraf otaknya. Itulah yang membuat anaknya sulit memejamkan mata.
Setelah merasa sedikit tenang, kembali temanku dilanda kepanikan yang amat sangat. Tiba-tiba saja anaknya tak mau makan dan minum susu. Yang lebih tragis lagi, sebentar-sebentar tangannya terkepal dan badannya mengejang seperti menahan rasa sakit yang amat sangat. Dan itu berlangsung terus sampai hari ketiga. Malah sekarang matanya membelalak keatas. Dan mulutnya miring kesamping. Dan benar saja. Keesokan harinya, temanku menyampaikan dengan berurai air mata bahwa anaknya diambil kembali oleh Yang Kuasa.

Menghadapi anak yang demam, apalagi sampai demam tinggi tentu membuat kita panik. Kebetulan ketiga anak saya berbeda-beda daya tahan tubuhnya. Anakku yang pertama walau panasnya sudah tinggi tapi masih kuat. Sedangkan anak keduaku bila panas tinggi akan mengalami kejang-kejang. Untuk itulah sebagai seorang ibu, kita harus mengenal tabiat masing-masing anak. Usahakan selalu sedia obat panas dirumah untuk berjaga-jaga.
Bila demam tak juga turun lebih dari tiga hari, segeralah bawa berobat ke dokter untuk diperiksa darahnya. Karena bisa saja anak kita terindikasi demam berdarah, typus, atau penyakit serius lainnya. Terkadang saat anak mau tumbuh gigi ada juga yang tidak kuat sehingga menjadi demam. Contohnya anak saya yang paling kecil. Setiap giginya mau tumbuh, biasanya bisa demam sampe tiga hari. Demam bisa juga terjadi karena anak kita baru diimunisasi. Terutama imunisasi dpt. Hanya saja demam seperti ini tidaklah bahaya. Kita hanya perlu minta obat penurun panas pada bidan atau dokter tempat anak kita diberi vaksin tersebut.
Usahakan saat anak demam, jangan memakai baju yang serba tertutup dan tebal. Pakailah baju yang nyaman dan tipis serta terbuka. Apalagi sampai disekap atau diselimuti. Bisa- bisa hawa panasnya masuk kedalam tubuh. Bisa tambah bahaya. Lebih baik lagi bila demam masih tinggi setelah diberi obat, segera kita kompres dengan air hangat, bukan air dingin. Untuk menyesuaikan dengan suhu tubuhnya. Semoga bermanfaat pengalaman yang saya bagikan ini.

Minggu, 02 Mei 2010

mental yang juara


Belakangan ini semakin semarak diadakannya aneka lomba. Baik itu lomba menyanyi, menulis, menggambar, juga lomba yang lainnya. Selain persiapan yang matang, kesiapan mental juga sangat diperlukan. Dan mental juara itulah yang harus dimiliki oleh setiap peserta lomba. Dengan begitu, akan tumbuh semangat untuk menjadi pemenang. Seseorang yang memiliki mental juara tentu memilki rasa percaya diri yang tinggi, karena merasa usaha dan persiapan dilakukan semaksimal mungkin, agar memenuhi syarat untuk menjadi seorang juara.
Namun bila segala usaha telah dilakukan tapi akhirnya kita tak terpilih sebagai pemenang, akankah kita menghujat orang lain atas kekalahan kita? Menganggap telah terjadi kecurangan atau adanya indikasi pilih kasih misalnya. Atau dengan sombongnya mengatakan bahwa seharusnya sayalah yang jadi juara, karena merasa telah melakukan yang terbaik. Dan beranggapan hasilnya juga yang terbaik diantara peserta lainnya.
Kita lupa bahwa yang kalah bukan diri kita seorang. Yang lain juga merasakannya. Apakah mereka juga menggugat juri atau pihak penyelenggara lomba? Menyadari tak sedikit jumlah peserta yang ikut, bahkan bisa ribuan orang. Jadi wajar kalau juri harus memilih salah satu peserta terbaik diantara yang terbaik. Yang harus kita ingat adalah seandainya kita menang, sudah pantaskah kita menjadi pemenang? Dan bila kita kalah, mungkin kita belum pantas untuk keluar sebagai pemenangnya. Bukankah dalam sebuah lomba harus ada yang kalah dan yang menang? Dan itu merupakan sebuah keharusan. Yang terpenting bukan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Tapi mental untuk menerima kekalahan dan kemenangan itu sendiri. Barulah seseorang bisa dikatakan memiliki mental yang juara.

Kamis, 22 April 2010

hidup bahagia dengan cara sederhana




Siapa sih didunia ini yang tak ingin hidup bahagia? Berbagai cara ditempuh untuk meraih kebahagiaan tersebut. Ada yang beranggapan dengan memiliki harta dan uang yang banyak, maka kebahagian bisa dibeli. Tak perduli apakah cara yang ditempuh ujung-ujungnya tak akan melahirkan sebuah kebahagiaan yang dicari.
Orang tua yang super sibuk mencari nafkah dengan alasan demi memberi kebahagiaan buat keluarga lewat hidup yang mapan. Tapi lupa kalau anggota keluarga anak atau istri misalnya tak hanya butuh materi, tapi juga perhatian dan kasih sayang, yang tak didapat saat waktu suami atau istrinya lebih banyak diluar rumah
Seorang suami yang melakukan korupsi demi memenuhi tuntutan dari diri sendiri atau pasangannya dengan pemikiran bahwa uang banyak yang diterima secara tidak halal akan membahagiakan karena bisa membawa mereka jalan-jalan keluar negeri atau membeli mobil mewah dll.
Kita pun jadi bertanya-tanya, apakah sebatas itu definisi sebuah kebahagiaan? Berarti kebahagian itu didapat dari luar diri kita, bukan dari dalam diri kita. Padahal rasa bahagia lahir dari dalam diri seseorang. Tak perduli dia kaya atau kekurangan. Cantik atau jelek. Cacat atau normal.
Kalau seseorang yang memiliki banyak harta bisa bahagia itu hanyalah sebuah efek dari usaha keras yang dia lakukan. Harta Bukanlah salah satu sumber bahagia. Banyak kok orang yang hidup dalam kemiskinan tapi masih bisa tersenyum dan tertawa, meski mereka merasa hidup ini berat dan penuh perjuangan. Tatkala mereka merasa bersyukur dengan melihat kebawah bahwa masih ada yang lebih susah lagi. Seorang yang cacat masih bisa menjalani hidup dengan tersenyum karena rasa syukur masih diberi oleh Tuhan kesempatan hidup, dibandingkan dengan orang-orang yang menderita sakit berat seperti kanker .
Jadi apapun keadaan kita, berupayalah untuk menyederhanakan arti sebuah kebahagiaan. Dengan melahirkan rasa syukur setiap saat, dengan berupaya untuk tak melihat ke atas terus. Semoga kita tak menjadi orang yang kufur nikmat. Bukankah Tuhan pernah berjanji bahwa Dia akan menambah nikmatnya bagi orang-orang yang tahu bersyukur. Sungguh sederhana yang dipinta olehNYa.
Iir di http://seuntaikatahati.blogspot.com

Senin, 05 April 2010

membeli laki-laki



Perasaanku campur aduk menjadi satu. Antara marah, juga malu. Meski Mande sangat senang karena Apaknya (adik lelaki Abak)berhasil mencarikan calon untukku. Marah, kenapa sih nasibku harus berakhir seperti ini? Malu, disaat usiaku sudah melewati kepala tiga, belum juga ada lelaki yang bersedia menikah denganku.

“Sudahlah, Pik. Apak kira, Mandemu bermaksud baik. Dia hanya khawatir anak padusinya hidup melajang terus.”

“Tapi Apak, tidak dengan cara seperti ini! Memangnya, Upik tidak bisa mencari sendiri sampai harus dijodoh-jodohkan? Sekarang kan, bukan lagi jaman Siti Nurbaya!”

“Kamu belum melihat calonnya Pik! Selain lulusan sarjana, dia juga seorang yang baik dan taat beragama. Meski sifatnya agak pendiam. Tapi Apak yakin, kamu bisa mengimbanginya setelah menjadi istrinya kelak.”

“Upik tetap akan mencari sendiri lelaki pilihan Upik, tanpa perlu dijodohkan seperti ini. Upik gengsi Apak!”

“Kamu tak perlu gengsi Pik. Ini baru tahap perkenalan saja. Bila hati Upik tak jua tertawan padanya saat dipertemukan nanti, yah tidak akan dipaksa.”






Aku hanya diam terpaku mendengar jawaban diplomatis dari Apak. Walaupun hatiku berontak karena merasa Apak terlalu jauh ikut campur dalam urusan pribadiku. Bukankah hati tak bisa dipaksakan? Tapi mengingat Apak sudah bersusah payah mencarikan lelaki yang pantas untuk menjadi pendamping hidupku, aku akhirnya menurut juga.

Aku sadar, bila aku tak segera menikah, Mande akan berkecil hati. Mengingat sudah lama Mande ingin menimang cucu dari anak semata wayangnya ini. Apalagi selama ini, Mande harus berjuang seorang diri dalam membesarkanku, hingga aku berhasil menjadi guru di sebuah Madrasah Aliyah Negeri di Jakarta.

“Tugas Mande sebagai seorang ibu rasanya belum sempurna sebelum melihat kamu menikah Nak,” begitu selalu ucap Mande padaku.

Bukannya Aku tak pernah menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Sebagai anak yang berbakti, dulu aku tak ingin menentang Abak.

“Abak hanya ingin melihat anak padusi Abak satu-satunya menikah dengan Urang Awak juo.”

“Kenapa harus dengan Urang Awak Bak? Lelaki yang bukan satu suku sama kita juga banyak yang berkualitas. Baik dari segi kepribadiannya, juga ibadahnya,” Aku mencoba mendebat Abak.

“Masalahnya tidak sesederhana itu Pik. Kalau kamu nanti menikah dengan lelaki yang bukan urang awak, maka kebanggaanmu sebagai anak padusi disuku kita akan musnah. Kamu kan tahu, orang padang pariaman menganut aliran matrilineal yang kuat.”

“Maksud Abak apa?”


“Dalam suku kita, anak padusilah yang dominan kedudukannya. Tak hanya menerima warisan lebih banyak dari anak laki-laki, juga…”

“Punya kuasa membeli laki-laki. Iya kan Bak?”

“Bukan membeli, hanya membayar uang lamaran karena pihak padusilah yang melamar.”jawab Abak tersenyum bijak.

Sungguh! Aku tak bisa lupa kata-kata Abak itu. Meski dihati kecilku, aku tak suka kalau dalam melamar pria pilihan hati, harus disesuaikan harga pinangannya dengan tingginya pendidikan dan jabatannya. Seperti sebuah barang saja, yang bisa ditawar-tawar. Tapi tradisi membeli laki-laki (membayar uang lamaran dari pihak wanita) masih berlaku sampai sekarang di suku Pariaman.

Suatu hari, ada urang awak yang senang padaku. Dan akupun tertarik padanya, karena pribadinya yang ramah dan supel. Tapi nasib baik tak berpihak padaku. Lelaki yang kukira serius menjalin hubungan denganku itu, ternyata tak bersedia untuk diajak berumah tangga, dengan alasan belum siap.

Aku pikir, dia hanya ingin bersenang-senang saja denganku. Setelah hampir dua tahun kami bersama, tak jua ada kepastian darinya untuk mengikat hubungan kami dalam sebuah lembaga yang bernama pernikahan. Akhirnya, kutinggalkan lelaki yang tak memiliki komitmen itu.

Tak lama kemudian, akupun berkenalan dengan seorang lelaki yang benar-benar memenuhi kriteria dimataku, juga dimata Abak. Selain pintar, tampan, dan tekun beribadah, dia masih keturunan urang awak juga. Kepribadiannya juga baik dan menarik. Dan yang terpenting, dia serius untuk menjadikanku sebagai istrinya.



Namun, siapa yang bisa melawan takdir! Satu bulan sebelum pernikahan, lelaki yang kuharapkan bisa menjadi imamku itu, dipanggil Tuhan dengan cara yang sangat mengenaskan. Mati tertabrak mobil saat pulang dari kampung halamannya. Ketika ingin meminta restu dari kedua orang tuanya.

Abak pun menghibur hatiku dengan mengatakan mungkin dia bukanlah jodohku.Hingga Aku bisa kembali menjalani hari-hariku dengan hati yang lapang. Setelah sebelumnya tak bisa menerima kenyataan, akibat rasa terpukul yang amat dalam. Tapi sekarang, Abak tak lagi bisa menghibur hatiku yang sangat kesepian, karena masih sendirian diusiaku yang sudah sangat matang untuk menikah.

Pagi ini aku harus bersiap-siap untuk mengikuti Mande ke rumah calon suamiku. Tak ada salahnya aku mengikuti ajakan Mande, demi menyenangkan hatinya. Soal aku bersedia atau tidak, itu perkara nanti. Yang penting, aku bisa melihat lagi rona bahagia diwajah Mande. Setelah sekian lama tak aku dapati keceriaan diwajah keriputnya.

Dalam hati, aku merasa sangat bersalah bila kali ini tak bisa memenuhi harapannya. Sebagaimana aku juga menantikannya. Masalahnya, aku tak mudah untuk berbagi cinta dengan seorang pria. Siapa sih yang tak ingin hidup berbahagia sampai kakek-nenek dengan orang yang ia sayangi?

“Upik! Udah belum dandannya? Nanti kita kesiangan sampai dirumah Bagindo Sulaiman,”ucap Mande dari luar kamar.

“Sebentar Mande. Upik lagi membenarin kerudung,”jawabku sambil menarik nafas yang dalam.

Tampaknya, Mande sudah tak sabar ingin segera bertemu calon mantunya. Semoga Allah mengabulkan doa-doa Mande agar aku segera mendapatkan pendamping. Walaupun dengan cara seperti ini. Terus terang, aku sendiri tak lagi mempermasalahkan kesendirianku. Bagiku, jodoh sudah ada yang mengatur. Mau nikah di usia kepala empat
sekalipun, tak menjadi soal bagiku. Namun, Mandelah yang menjadi beban pikiranku. Aku tak ingin lagi mengecewakan hatinya yang lembut dan penuh kasih itu.

Dengan tergesa-gesa aku keluar dari kamar, saat Apak ikut memanggilku. Dia juga tengah menungguku diluar. Rencananya, kami akan pergi naik mobil kijang miliknya. Begitu sudah berada didalam mobil, Mande tak pernah berhenti menatapku dengan wajah sumringah..

“Begitu mengenal Zainal, kamu pasti jatuh hati Pik,” ucap Mande sambil melirikku. “Dia anak yang sopan dan hormat sama orang tua.”

Aku hanya diam membisu. Entah mengapa, tiba-tiba saja aku kehilangan kata-kata. Mungkin aku kelewat nervous. Jantungku masih berdegup kencang meski aku telah berusaha sekuat tenaga menetralisir perasaan gugupku. Ketika mobil Apak sudah memasuki halaman rumah Uda Zainal, jantungku semakin bertambah kuat degupnya.

Ya Tuhan…hilangkanlah kepanikan didalam diriku. Panik, kalau-kalau perjodohan ini tak berjalan seperti yang aku dan Mande harapkan.

“Pik…kamu tak perlu cemas. Semuanya akan berjalan dengan baik,” Apak berkata setelah kami turun dari mobil. Seolah mengerti apa yang tengah kurasakan.

“Iya Apak. Upik tahu apa yang terbaik buat hidup Upik.” Akupun kembali tersenyum sambil menggamit tangan Mande untuk segera mendekati rumah bercat biru laut didepanku. Begitu sampai di depan pintu, Mande mengucapkan salam. Tak lama kemudian, keluarlah seorang wanita yang kutaksir umurnya tak jauh beda dengan Mande.

“Ini si Upiak?” Amboi, Rancak bana Wa-ang! Anak Ambo pastilah tertarik.”

Aku hanya tersipu-sipu malu mendengarnya. Dengan ramah, wanita tua dihadapanku mempersilahkan kami masuk. Dengan sedikit enggan, aku mengikuti Mande duduk di kursi ruang tamu. Tanganku rasanya dingin semua. Bagaikan seorang terdakwa yang duduk di kursi persidangan. Menunggu nasib hidupku selanjutnya, yang sebentar lagi akan diputuskan.

Lalu, menit-menit berikutnya kami menunggu seorang pria yang sebentar lagi akan keluar menemui aku, Mande dan Apak diruangan ini. Sedangkan wanita ramah tadi masuk kedalam. Mungkin segera memanggil anak lelakinya. Tak lama kemudian,

“Iko Zainal anak Ambo yang paling tuo.” Laki-laki didepanku tersenyum manis kearahku, sebelum akhirnya duduk berhadapan denganku. Tak kuduga, wajahnya sangat tampan! Mirip bintang film KCB 2, dengan janggut tipis didagunya. Dalam hati, aku bersorak penuh kegirangan. Apak memang jempolan dalam mencarikan calon untukku. Selera Apak benar-benar tinggi! Tapi, apa dia juga suka denganku. Akh…kita lihat saja nanti, ucap suara didalam batinku.

“Memangnya, Uda belum pernah punya kekasih sebelumnya? hingga diusia 35 tahun belum menikah,” tanyaku saat kami sedang ngobrol berdua saja. Sementara Mande dan yang lainnya pergi keruangan lain. Mungkin sengaja, agar kami bisa saling mengenal lebih dekat lagi.

“Yah, begitulah! Bukannnya tidak ada yang mau hanya saja, Uda kelewat sibuk bekerja, hingga tak punya waktu buat pedekate dengan seorang gadis,” jawabnya serius.

“Upik sendiri bagaimana?” tanyanya lagi dengan hati-hati.

“Terus terang, Upik pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan seorang pria. Tapi semuanya tak pernah sampai ke pelaminan.” Aku pun menceritakan pengalaman pahitku padanya. “Mungkin belum berjodoh Da,” aku mengakhiri ceritaku dengan perasaan sendu.

“Mudah-mudahan kita berjodoh ya, Pik,” ucap Uda Zainal spontan. Aku yang mendengarnya tak urung menjadi malu. Wajahku pun bersemu merah, karena berbunga-bunga. Amin…doaku didalam hati. Tak terasa, hampir dua jam Aku dan Uda berbincang-bincang. Kami pun segera pamit pulang.

Ternyata, Uda Zainal asyik diajak bicara, meski orangnya serius dan agak pendiam. Dan aku berusaha untuk terus memancing pembicaraan, agar suasana tidak bertambah kaku. Dan hari-hari berikutnya kami saling ngobrol lewat telepon genggam. Sebab Uda Zainal orang yang sangat sibuk. Hatinya pun semakin tertawan dengan Uda Zainal. Begitu juga sebaliknya. Uda Zainal mengaku serius berhubungan dengannya.

Hingga disuatu hari yang cerah, aku mendekati Mande. “Jadi, kapan kita membeli Uda Zainal Mande,” tanyaku tak sabar.

“Apa maksud Upik?”

“Memang, Mande belum menanyakan berapa harga pinangan yang harus kita bayar untuk melamar Uda Zainal?” tanyaku sekali lagi dengan penasaran.

“Itulah masalahnya Pik! Mereka tidak mau menerima uang lamaran yang Mande ajukan,” jawab Mande dengan serius.

“Masak hanya gara-gara tak cocok harga mereka menolak kita Mande! Upik tak mau patah hati lagi, karena urung menikah untuk yang ketiga kalinya,” tanpa dikomando, akupun menangis sambil menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Herannya lagi, Mande bukannya menghiburku, malah tertawa tergelak-gelak.

“Pik, Pik… Mande kan belum selesai bicara, kok kamu langsung tersurut begitu. Zainal itu memang orang padang, tapi bukan padang pariaman. Jadi, merekalah yang melamar kamu, bukan kita. Dan besok, akan datang iring-iringan pelamar dari keluarga si Zainal. Kamu siap-siap aja.”

Duh! Betapa malunya aku. Karena begitu inginnya menjadi istri Uda Zainal, sampai-sampai menyuruh Mande agar segera membelinya. Bagaikan benda yang sangat berharga. Dan benda berharga itu adalah cinta Uda Zainal padaku.

Catatan :
Mande : Ibu
Abak : Ayah
Padusi : anak perempuan
Uda : abang
Urang awak : suku kita
Rancak bana wa-ang : cantik sekali kamu
Ambo : Aku
Iko : ini
Paling Tuo : anak pertama/sulung

dimuat di annida-online

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut