novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Rabu, 01 September 2010

pernikahan yang tak biasa





Sedikitpun tak pernah terbayangkan kalau suatu saat aku akan menjadi pengantin tanpa didampingi oleh mempelai pria. Bayanganku dulu, aku akan bersanding dengan seorang pria pujaannku disaat menikah dengan memakai gaun yang indah. Apa mau dikata, karena terlalu terburu-buru untuk segera menjadi suami istri, aku dan pasangan rela menjalani pernikahan jarak jauh. Menjalani pernikahan yang tidak biasa.
Ceritanya begini. Kami berpisah sudah dua tahun lamanya. Pasanganku memilih bekerja di luar negeri, dan meninggalkanku di tanah air. Kami berhubungan lewat internet, dan hanya sesekali lewat telepon, karena biayanya yang mahal. Maklum, pulsanya dihitung Internasional. Bisa-bisa habis gajinya untuk membayar pulsa yang pasti akan membengkak hebat, bila sering-sering menelpon. Jadi, kami lebih banyak berkirim e-mail dan chatting saja lewat internet.
Tak terasa, sudah hampir dua tahun kami menjalani hubungan antara Auckland dan Yogya ( waktu itu kebetulan aku masih sekolah di kota gudeg) Bayangkan, betapa besar rindu yang kami pendam karena lamanya berpisah. Mungkin tepat bila dibilang kami saling rindu dendam he..he..he..
Pasanganku mulai berbicara soal pernikahan, karena takut kehilanganku. Memang niat kami dari awal serius untuk berumah tangga. Tapi, dia belum bisa memastikan kapan akan pulang ke Indonesia. Aku pun bisa mengerti.
Mulailah kami bicarakan niat kami pada orang tua masing-masing. Bisa ditebak, apa jawaban kedua orang tua kami. “ Mengapa tidak menunggu pasanganku pulang ke Indonesia saja menikahnya?” tanya keluarga besarku. “Atau, kau pulang saja dulu untuk melangsungkan pernikahan, baru setelah itu kembali ke New Zealand bersama istrimu, jawab mertuaku, saat kekasihku mengutarakan niatnya untuk menikahiku segera.
Calon suamiku pun menjelaskan bahwa dia tidak bisa pulang seenaknya, karena masih terikat kontrak kerja. Dia katakan pada keluarganya kalau dia sudah tak sabar agar aku segera menyusulnya ke sana. Sebab sudah tidak sanggup berpisah denganku, begitu
juga aku. Untuk lebih amannya dia mengajakku menikah. Sehingga begitu kami bertemu, sudah sah menjadi suami istri.
Aku pun segera pergi ke KUA untuk mengurus surat-surat pernikahan kami. Dimana rencananya yang menjadi mempelai pria adalah adik lelakinya. Suamiku disuruh membuat surat kuasa yang menyatakan bahwa adiknya diberi kuasa mewakili dirinya dalam akad nikah nanti. Lumayan repot juga sih, sebab aku juga harus mengurus paspor dan Visa. Dan semangatku lebih dari semangat 45. Mungkin karena sebentar lagi aku bisa bertemu kekasihku yang tak lama lagi akan menjadi suamiku.
Aku nervous ketika acara puncak akan dimulai, yaitu akad nikah! Saking gugupnya, aku tidak menyimak apa yang dikatakan oleh adik calon suamiku. Yang aku ingat hanya kata terakhirnya saja yaitu sah..? sah..diiringi dengan tangis haru dari kedua orang tuanya. Aku pun tak dapat menahan air mata untuk tidak keluar.


Ketika sampai di Auckland, suamiku pun tak malu-malu lagi memeluk dan memegangiku sepanjang perjalanan ke apartemennya. Karena dia merasa kami sudah sah menjadi suami istri. Meski dia merasa sedikit aneh dan berkata “Rasanya lucu saja dan sedikit tidak percaya kalau sekarang aku sudah menjadi istrinya, sebab dia merasa tak pernah mengucapkan ijab kabul. (karena adiknya yang ia kuasakan untuk mengucapkannya) Eh tahu-tahu aku sudah menjadi istrinya.

2 komentar:

  1. Jujur, saya baru tahu kalau pernikahan itu bisa diwakili. Selamat yaa.. atas pernikahannya. :)

    BalasHapus
  2. makasih mas saya juga gak pernh nyangka sebelumnya akan menjalani pernikahan unik seperti ini he..he..

    BalasHapus

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut