novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Sabtu, 28 Desember 2013

Ikatan Surga Abadi





Siapa yang bisa menyangkal bahwa ikatan cinta antara ibu dan anak takkan pernah padam sampai kapanpun. Meskipun masih saja sering kita dengar adanya kasus ibu yang durhaka karena telah tega membuang, menyiksa bahkan membunuh anaknya. Bahkan sebaliknya, masih ada anak yang durhaka pada ibunya bahkan dengan tega menyakiti dan membunuh ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.  Ibunya yang telah berjuang mengurusnya sedari kecil. Sehingga kita mengenal malin kundang si anak durhaka. Tapi itu hanyalah segelintir dari kisah ibu dan anak yang kehilangan cinta kodrati yang harusnya mereka miliki. Masih banyak ibu yang sangat menyayangi dan mencintai anaknya. Demikian juga sebaliknya. Masih banyak anak yang berbakti selalu pada ibunya.


Judul buku :  3 Anak  Badung
 Penulis       : Boim Lebon
ISBN            : 978-602-8277-82-2
Cetakan      : I, Maret 2013
Penerbit      : Indiva
Tebal           : 192 hal
Ukuran        :  19 cm
Harga          : Rp 22.500,00

 

Buku ini mengisahkan tiga orang anak badung yaitu Mola ( 7th ), Rama ( 6th ), dan Reh ( 4th) yang dibuang oleh emak mereka Bunga Cinta Lebay karena sudah tidak sanggup lagi mengurus ketiga anaknya tanpa suaminya. Suami yang tega meninggalkannya begitu saja tanpa memberinya nafkah lahir dan bathin, dengan 3 anak yang badung pula . Mulanya mereka bertiga menyangka kalau emaknya hanya ingin menyuruh mereka mengamen di kereta sambil mencari bapak mereka yang tidak pulang pulang tiga kali lebaran. Untuk itulah mereka mau saja disuruh naik kereta ekonomi jurusan Yogya.

    Tapi begitu sampai di Yogya, sang emak tidak juga kelihatan menyusul. Akhirnya Rama, Mola dan Reh memilih mengamen di Mallioborro setelah bolak-balik dari stasiun Lempuyangan ke stasiun Tugu mencari emaknya yang tak kunjung datang. Tapi mereka malah dikejar-kejar sama anak buah Mas Gundul. Anak-anak jalanan yang merasa menguasai wilayah Mallioborro tempat mereka mengamen. Akhirnya ketiga anak badung ini pun memutuskan untuk balik lagi ke Jakarta karena tidak tahan dikejar-kejar terus oleh Gundul dan anak buahnya. Menumpang truk yang bermuatan kambing jawa, akhirnya mereka sampai kembali di tanah Abang. Tapi begitu sampai di Jakarta mereka malah terpisah-pisah. Untungnya Mola dan Rama bertemu dengan Bang Sofwan sopir truk yang taat ibadah, dan mau mengajari mereka sholat. Sementara si bungsu Reh harus berurusan dengan preman dan Bandar narkoba.

    Meskipun begitu, mereka tetap terus mencari keberadaan emak mereka Bunga Cinta Lebay yang biasa dipanggil Mpok Bung. Sepuluh tahun sudah mereka tak bertemu, dimanakah emak berada? Mola, Rama dan Reh hanya bisa pasrah sambil terus berusaha. Mereka yakin, emak masih merindukan dan menyayangi mereka. Ternyata Mpok Bung alias Bunga Cinta Lebay emak mereka juga merasakan hal yang sama dengan selalu merindukan dan juga terus mencari Mola, Rama dan Reh anaknya. Meskipun mereka bertiga anak badung yang dulu suka menyusahkannya. Mpok Bung benar benar merasa menyesal telah membuang mereka. Berhasilkah akhirnya ibu dan anak ini bertemu kembali?

Memang buku ini merupakan cerita humor. Terlihat dari covernya yang lucu yaitu gambar Mola dengan giginya yang besar dan jarang-jarang. Sementara Rama memegang gitar kecil yang menggambarkan dirinya pintar mengamen. Untuk si bungsu Reh digambarkan rambutnya jabrik dengan bandul gembok  kunci di kalungnya.


Selain itu hal yang membuat kita tersenyum geli adalah lagu krisdayanti makin aku cinta yang diplesetkan menjadi makin aku sebel oleh Bunga Cinta Lebay, tokoh emak dalam buku ini karena saking sebelnya ama suaminya. Bahkan judul-judul yang tertera di novel ini  terbilang kocak diantaranya , cause everything gonna be okay, 4 L , Lari Lagi Lari lagi, Berani karena Tul betul Tak Ye ! dan  Imposible is Nothing.

Tapi hebatnya Boim Lebon berhasil menyajikan cerita ini dengan sangat mengharukan. Pokoknya kita akan menangis dan tertawa bersamaan dalam membaca novel yang bisa dinikmati oleh semua umur ini. Selain ceritanya yang seru, lucu dan mengharukan, kita juga akan menemukan kalimat-kalimat yang sarat hikmah didalamnya. Misalnya,

 “Kalau kita ingin jadi orang baik, yang Maha Kuasa akan ngejagain kita” (hal108), “ Berdzikir dan berdoa adalah salah satu cara ampuh mengatasi setiap masalah” (hal 86)

 Boim Lebon sendiri  memiliki nama asli H Sudiyanto bin H Pandi bin Karyokromo. Dia telah menulis beberapa serial Lupus Kecil, Lupus Abg, dan novel humor lainnya . Selain pernah bekerja sebagai script writer drama di Indosiar bareng Hilman dan sekarang bekerja di RCTI sebagai Head Writer Drama, Sehingga kepiawaiannya menulis cerita terutama komedi tak diragukan lagi.


Hikmah dalam buku ini sangat menarik bahwa anak adalah harta berharga bagi orangtua sehingga para ibu bisa mengambil ibrohnya untuk tak menyia-nyiakan harta berharga miliknya begitu saja yaitu anak. Sementara hikmah bagi seorang anak yaitu bagaimanapun kesalahan yang pernah diperbuat ibu kita, beliau tetaplah seorang ibu yang akan selalu mencintai anaknya. Seorang ibu mungkin punya alasan mengapa mereka tega melakukannya seperti yang dikisahkan dalam buku ini. Juga yang dipaparkan dalam prolog buku ini seputar berita berita yang tersiar dikoran tentang ibu yang akhirnya berlaku durhaka pada anaknya. Tugas kitalah untuk selalu berbakti padanya dan terus menyayanginya apapun kesalahan yang pernah ibu kita lakukan. Sebagaimana kalimat yang tertulis dalam buku ini yaitu: Kita nggak boleh menyerah untuk menemukan kasih sayang seorang emak, karena perhatian dan kasih sayang seorang emak merupakan salah satu jalan untuk meraih kesuksesan...”(halaman 169)

Bagaimanapun ikatan cinta antara ibu dan anak adalah ikatan abadi berbuah surga. Bila keduanya saling menjaga ikatan cinta abadi yang ada dengan tidak saling mendurhakai. Niscaya Allah akan memberikan ganjaran berupa surga nan abadi bagi keduanya yaitu pada si ibu dan anaknya
.

Jumat, 20 Desember 2013

Merasa Smart Saat Menjadi Seorang Ibu


Mendengar kata Smart www.smartfren.com dulu yang terbayang di pikiran saya adalah bila seorang wanita itu sekolah tinggi hingga perguruan tinggi. Sehingga saya beranggapan ibu saya yang hanya sekolah sampai bangku SD saja bukanlah ibu yang Smart www.smartfren.com. Duh, apakah gue anak durhaka yah. Tapi itu dulu loh… Saya pun menganggap bahwa ibu ibu lulusan universitas pastilah ibu yang Smart www.smartfren.com. Sehingga sewaktu kecil dulu saya pernah protes pada ibu saya “ Mak, kok gak KB aja sih, kan anak Mamak udah banyak 11 orang,” tanya saya selalu. Eh dengan santainya Mamak (ibu dalam bahasa Medan) saya menjawab

“Kalau Mamak KB gak lahirlah kau!” hehehehe Mamakku ada ada aja yah. Ya iyalah masak ya iya dong Mak. Padahal saya sempat kesel karena tidak mendapatkan jawaban yang saya inginkan. waktu itu. Ditambah lagi rasa ketidak percayaan saya pada Emak yang hanya lulusan SD. Namun semua persepsi itu sirna begitu saya menjadi ibu.




Hohoho…ternyata tidak mudah menjadi ibu meskipun saya lulusan sarjana. Saya pun terkenang bagaimana dulu emak bisa menjalani perannya menjadi ibu yang berhasil mengurus kesebelas anaknya hingga kami semua bisa bersekolah tinggi sampai S1. Bahkan abang tertua saya bisa lulus kuliah S2 dengan beasiswa. Hebat Euy Emak saya hanya lulusan SD tapi anak anaknya semua lulus sarjana.
Sikap merendahkan Emak pun berganti rasa kagum. Saya sendiri mengurus anak tiga saja udah kelimpungan. Meski akhirnya saya bisa juga menjalani peran sebagai ibu dnegan terus belajar.



Bagi saya seorang ibu mau dia lulusan SD saja kek, atau lulusan luar negeri sekalipun maka dia bisa dibilang Smart www.smartfren.com bila bisa menjalani berbagai peran sejak menjadi ibu. Hanya ibu yang mampu berperan multitaskinglah yang bisa dikatakan Smart!www.smartfren.com Bayangkan saat anak sakit, seorang ibu harus bisa berperan menjadi dokter bagi anaknya sendiri. Ketika anak susah makan maka mendadak sang ibu menjadi koki handal yang harus menciptakan menu enak dan sehat untuk anak anaknya yang bosan bila menunya itu itu aja. Begitu juga saat anak mengalami stress atau masalah, sang ibu pun harus bisa menjadi psikolog bagi anaknya sendiri. Ibu yang bisa menjadi tempat curhatan anak anaknya sekaligus memberikan solusi yang dibutuhkan anak. Bahkan ibu juga harus bisa menjadi motivator handal bagi anaknya ketika anak butuh dorongan orang tua saat ragu tampil dan ikut pertandingan misalnya.



Peran hebat lainnya yang dijalani seorang ibu adalah menjadi menteri yaitu menteri keuangan! hebatkan? Menteri gituloh…..karena sang ibu harus bisa memutar otak bagaimana mengirit dan mengatur keuangan keluarga agar bisa cukup sampai awal bulan ketika suami kembali gajian. Kalau tidak, maka dapur tak kan bisa mengepul setiap hari. Anak anak tak akan dapat uang saku sampai tanggal muda. Bandingkan bila ibu seorang yang konsumtif dan boros….Keuangan keluarga bisa terancam booo…Selain itu ibu juga bisa menjadi guru ngaji bagi anak anaknya saat mengajarkan anaknya membaca Al quran dan shalat. Tak hanya itu, seorang ibu juga sewaktu waktu bisa berperan menjadi artis multitalenta yang bisa bernyanyi saat menidurkan anak dan menari untuk menghibur anaknya. Disamping menjadi pendongeng yang baik saat membacakan anak buku cerita. Apalagi bila si ibu juga bisa betulin genteng, kran yang bocor, dsb..Sungguh luarrrr biasa:)

Kesimpulannya mereka para ibu sebenarnya sudah memiliki 3 kecerdasan sekaligus dengan perannya yang multitasking tersebut yaitu

1.    Cerdas secara Intelegensi dengan kepintarannya memasak, mengurus rumah, mengobati anak sakit dsb
2.    Cerdas secara Emotional karena mampu berperan sebagai psikolog bagi anak anaknya dan tetap bisa bersosialisasi di masyarakat dan lingkungannya ditengah keterbatasan waktunya mengurus anak dan suami.
3.    Cerdas secara Spirituil karena seorang ibu tak pernah menginginkan sebuah ganjaran ataupun hadiah dari siapapun karena mereka yakin ganjaran pahala dari Allahlah yang akan mereka dapatkan di akhirat kelak dalam menjalani beratnya peran sebagai ibu. Jadi menyadari dengan cerdas bahwa tujuan hidup tak hanya di dunia tapi juga di alam akhirat.

Ckckckc. Seorang ibu benar-benar memiliki kecerdasan multitasking…Belum lagi bila sang ibu juga harus bekerja membantu suami di luar rumah sebagai wanita karir. Maka tak mudah menjalani peran keduanya sekaligus. Butuh kecerdasan lebih karena kedua peran itu sama sama menyita waktu dan pikiran…Bahkan saat sang ibu harus menjalani peran sebagai single parent. Maka dia tak hanya berperan sebagai ibu dan pencari nafkah bagi anak anaknya. Tapi dia juga harus berperan sebagai ayah juga. Jadi Smart www.smartfren.com menurut saya adalah saat seorang wanita mampu berperan menjadi ibu yang multitasking . Begitulah yang saya rasakan juga saat menjadi seorang ibu hingga tak pernah putus ide di kepala untuk menuliskan buku tema seputar parenting hingga bisa terbit dan dinikmati oleh ibu ibu juga. Meskipun dikepung kesibukan karena harus menjalani peran multitasking seperti yang saya sebutkan diatas. Saya menjadi merasa bertambah Smart! Untuk itulah saya ingin mengatakan bahwa  semua emak emak adalah sosok yang hebat tak terkecuali ibu saya gitu loh….

Hiks jadi kangen Mak! Moga dirimu bahagia di alam sana. Percayalah, aku anakmu akan meneruskan perjuangan mu sebagai ibu. Meski awalnya tak semudah membalikkan telapak tangan Tapi aku harus bisa meneruskan perjuangan mu melahirkan anak anak yang bisa bermanfaat buat dirinya dan orang lain. Sehingga terciptalah generasi yang mumpuni yaitu cerdas secara intelegensi, emosional dan spiritual. Sebab anak adalah calon pemimpin baik bagi dirinya, keluarganya dan negaranya.yang sejatinya harus menjalani tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Hidup para Emak!


                              (http://emakgaoel.blogspot.com/)



"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel"   http://emakgaoel.blogspot.com/2013/11/lomba-blog-3-challenges-to-win-gadgets.html#more

Selasa, 17 Desember 2013

Pentingnya Peran Ayah





“Urusan rumah tangga dan mengurus anak kan tugas para ibu, kami ayahnya hanya bertugas mencari nafkah. Kalau kami juga ikut mengurus pekerjaan rumah tangga, lantas siapa yang mencari uang? Padahal tanpa uang mana bisa membeli keperluan anak seperti susu dan keperluan rumah tangga lainnya.”

Mungkin kita sering mendengar para ayah berdalih seperti ini. Tanpa maksud menggurui sebenarnya para ibu bukan melarang suaminya bekerja dan menyuruhnya menggantikan tugas di rumah. Hanya saja para ibu ingin para ayah juga ikut ambil bagian dalam membesarkan anak. Jangan sampai pekerjaan menyita seluruh waktu para ayah sehingga tak punya waktu untuk ikut mendampingi tumbuh kembang anaknya. Sejatinya pengasuhan anak memang tugas para ibu tapi untuk penanaman nilai-nilai mutlak tugas para ayah.

Al-qur’an sendiri mengabadikan Luqman al-Hakim sebagai sosok orang tua teladan yang mendidik anaknya berdasarkan prinsip tauhidullah dan akhlak yang mulia. Luqman sendiri bukanlah seorang nabi tapi seorang wali Allah yang sholeh, berakhlak mulia, berpengetahuan luas, dan tidak banyak berbicara, tetapi bila berbicara ia pandai mengungkapkan kata-kata yang penuh hikmah. Maka dikenallah nasehat-nasehat Luqman pada anaknya yang diabadikan dalam Al-qur’an. Kita juga mengetahui bahwa Rasulullah adalah sosok ayah teladan. Jadi jelaslah bahwa tugas utama mendidik anak adalah tugas seorang ayah karena mereka adalah pemimpin keluarga yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Bila istri dan anaknya berbuat dosa dan kerusakan selama di dunia, maka dialah yang akan menanggung siksanya. Jadi tidak main-main hukumannya.

Namun kondisi sekarang telah membuat para ayah sedikit waktu untuk ikut terlibat dalam mendidik anak akibat jam kerja yang tinggi. Dimana dari mulai subuh sudah berangkat kerja dan baru pulang setelah anak-anaknya terlelap. Terutama di kota-kota besar. Seandainya bisa, para ibu ingin agar suaminya bisa memangkas jam kerja para suaminya sehingga bisa pulang lebih cepat. Tapi apa daya, itulah fenomena kehidupan jaman sekarang. Tapi bukan tak mungkin asal ada kemauan dan rasa cinta. Sebenarnya para ayah masih bisa ikut andil misalnya saat libur kerja. Tapi yang sering kita dapatkan justru waktu libur digunakan mereka untuk istirahat penuh dengan alasan lelah telah bekerja dari senin sampai sabtu. Kalau sudah begini, para ibu hanya bisa mengelus dada. Meskipun tidak semua para ayah begitu. Disamping kesibukan para ayah, adanya krisis peran ini terjadi karena sejak dahulu sangat sedikit contoh figure ayah teladan di negeri Indonesia dengan banyaknya ibu ibu yang mengeluh dengan mengatakan

“Sebenarnya kami para ibu lebih capek karena bekerja full time 24 jam dan tak ada cuti dibandingkan para suami yang masih diberi libur dari kantor.”



Dalam kenyataan sekarang yang memprihatinkan seperti ini, tentunya masih ada beberapa orang ayah yang care pada anaknya terutama dalam hal mendidik anak. Kita bisa lihat contoh dari seorang tokoh anak yang begitu dicintai seperti Kak Seto yang begitu perduli pada dunia perkembangan anak dan seorang ayah yang



juga penulis buku yang kita kenal dengan sebutan Ayah Edi. Seorang praktisi dan konsultan pendidikan anak ini juga mengatakan bahwa, "Semua berawal dari keluarga. Ya, keluarga! Organisasi inti terkecil yang sering dilupakan banyak orang, termasuk yang membina keluarga itu sendiri.” Mereka ini adalah sedikit contoh ayah yang begitu perduli dan mencintai anaknya tanpa terganggu dengan perannya sama sekali sebagai pencari nafkah. Dalam Al qur’an  disebutkan bahwa Rasulullah sendiri telah mencontohkan sikap terbaik dalam menjalankan perannya sebagai seorang ayah. Beliau amat dekat dengan putrinya, Fatimah Azzahra. Sehingga sering beliau mencium kening putrinya itu. Begitupun Fatimah tak pernah segan menumpahkan curahan hatinya kepada beliau. Kedekatan itu digambarkan dengan suatu julukan untuk fatimah, yaitu




“Ummu abiha” ( Ibu bagi ayahnya) Tak heran jika karakteristik Fatimah mirip sekali dengan Rasulullah. Yah  di dalam Al Quran juga disebutkan  adanya  dialog antara anak dengan ayahnya, bukan dengan ibunya. Hal ini terlihat dalam dialog Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail dan nasihat Luqman kepada anaknya. Sebagaimana disebutkan oleh  Syaikh Doktor Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pendidikan Anak Dalam Islam yang menyebutkan bahwa ayah memiliki peran yang sangat sentral dalam hal pembentukkan kepribadian seorang anak. Kita juga mendapati adanya kedekatan antara ayah dan anak lewat sebuah lagu ciptaan bimbo yang lagunya begini “ada anak bertanya pada bapaknya…dst” Untuk menjadi ayah yang mampu mendidik dan membina anak-anaknya tentu saja dibutuhkan bekal yaitu ilmu, iman dan taqwa.
Dengan begitu tugas menjadi ayah tak lagi dirasa berat bila sudah memiliki ketiga hal pokok ini.

Dalam buku Tanya jawab seputar masalah perilaku anak, Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi memberi beberapa trik yang bisa dicoba untuk mendekatkan anak sejak balita dengan ayah :

•    Usahakan ayah hadir dalam aktivitas rutin anak sehingga anak terbiasa dengan kehadiran ayah, misalnya sesekali makan bersama di meja makan pada akhir pekan atau sesekali ayah bisa ikut memandikan anak
•    Ciptakan komunikasi rutin meski ayah tidak ada di rumah, misalnya menelepon ke rumah pada saat jam istirahat kantor sekedar agar anak mendengar suara ayah
•    Luangkan waktu sepulang dari kantor untuk bermain bersama anak. Biasanya anak laki-laki sangat menyukai “bermain kasar” dengan ayah seperti main kuda-kudaan dengan ayah sebagai “kudanya” Jika sempat, luangkan pula untuk ritual ini di pagi hari sebelum berangkat ke kantor. Selain bermain, kedekatan juga bisa terjalin dalam aktivitas lain, misalnya ayah membacakan buku untuk anak
•    Ayah juga perlu menjaga perasaan anak ketika berdua saja dengan anak. Kebanyakan ayah mungkin merasa khawatir atau gelisah ketika berdua saja dengan anak (takut anak ngompol dan sebagainya) Kegelisahan ayah ini bisa loh tertangkap oleh anak sehingga membuat anak merasa tidak nyaman.
•    Berikan kesempatan pada anak untuk ikut dalam aktivitas rutin ayah seperti mencuci atau mengutak atik motor meskipun ia hanya melihat saja. Saat itu ayah bisa mengajaknya bicara tentang apa yang sedang ayah lakukan. Biarkan anak bertanya dan usahakan tidak terlalu banyak larangan agar anak menikmati kebersamaan dengan ayahnya ini.


 Lantas bagaimana dengan para single parents? Mampukah mereka menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya?  Dalam keadaan seperti ini Allah pasti akan ikut campur dalam membesarkan anak kita. Sebagai contoh Rasulullah yang sejak kecil telah menjadi yatim piatu tapi bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan penuh teladan. Jadi tak perlu risau karena para single parents tak pernah sendiri dalam membesarkan anaknya. Saya sendiri sejak kecil juga sudah menjadi yatim. Ibu saya juga bukan seorang yang hebat untuk bisa menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak2nya. Tapi saya bisa merasakan kalau Allah telah turut campur dalam membesarkan saya hingga bisa tumbuh seperti sekarang ini. Dalam membesarkan kami ibu saya juga meminta kekuatan dari Allah lewat doa-doanya .



 Artikel ini diikutkan dalam #Positif Parenting Lomba Blog Nakita

Menjadi Pendidik Yang Mendidik Dengan Hati

Saya pernah mendengar seorang teman mengeluhkan bahwa anaknya tidak lagi mau pergi kesekolah dan akan menangis bila tetap disuruh berangkat. Usut punya usut ternyata anaknya takut dan masih trauma dengan sikap gurunya yang galak dan suka memukul murid bila berbuat salah atau tidak mengerjakan pe-er. Mendengar ceritanya saya jadi tak habis pikir kok masih ada guru dijaman sekarang yang masih bersikap primitif seperti itu dalam mengajar. Padahal keberhasilan proses belajar mengajar bisa didapat bila ada respon yang baik dari kedua belah pihak yaitu dari murid dan guru.  Kalau gurunya saja sudah membuat anak muridnya takut, bagaimana bisa ilmu ditanamkan kehati anak didiknya dengan baik? Yang ada murid-muridnya trauma bila harus diajar olehnya. Selain itu wibawa guru didepan murid juga akan jatuh.  




 Pantaslah seorang pengamat anak Kak Seto Mulyadi sendiri pernah mengatakan bahwa mendidik anak tidak perlu dengan kekerasan dan kekasaran. Mendidik itu dilakukan dengan hati. Kalau anak diajari dengan kasar dan kekerasan, anak tidak akan tumbuh sebagai pembelajar sejati dalam hidupnya. Jadi para pendidik harus terus belajar dan berpikir secara kreatif dalam mengajarkan ilmu kepada anak-anaknya secara menyenangkan. Jika hal ini terus menerus diasah, maka anak akan tumbuh menjadi seorang pembelajar yang sejati. Anak-anak akan memahami betul apa makna belajar, yaitu berusaha memahami, merasakan dan menyelesaikan sebuah permasalahan. Tentu saja sebagai pendidik baik itu guru maupun orang tua karena pada dasarnya kita semua adalah pendidik harus terlebih dulu membersihkan hati dari bibit2 dosa yang mampu mengotori hati. Karena bagaimanapun fungsi hati akan lebih maksimal kerjanya bila sudah bersih. Sebagaimana telah Rasulullah sebutkan dalam hadistnya




“Ingatlah, dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Bila segumpal daging itu baik, seluruh tubuh akan menjadi baik. Tetapi bila ia rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu bernama Qolbu. (HR Bukhari dan Muslim)

Pentingnya mendidik dengan hati karena hati adalah dasar dari pemikiran. Bila baik hatinya maka baiklah pikirannya. Jadi salah besar bila kita lebih menjejali otak anak dengan nilai-nilai akademik yang tinggi semata sementara hatinya tetap kita biarkan kering dan gersang. Padahal ilmu pengetahuan sendiri berhasil membuktikan bahwa kualitas elektromagnetik jantung (hati) 5000 kali lebih kuat daripada otak. Lantas, mengapa kita hanya  berpikir untuk memaksimalkan potensi otaknya saja yang jauh lebih sedikit kualitasnya dari potensi/kekuatan hati? Tapi kebanyakan kurikulum pendidikan sekarang kurang menekankan pendidikan karakter seperti ini dan hanya menitikberatkan pada nilai akademik saja sehingga lahirlah generasi yang hanya cerdas intelegensi tapi kurang cerdas dalan emotional dan spiritualnya.
Dalam workshop mendidik dengan hati yang saya ikuti ternyata menjadi Pendidik yang bisa  mendidik dengan hati kita perlu tahu rahasianya yaitu:

* Meluruskan niat. Sebagaimana disebutkan dalam QS 29: 69 “ Dan orang-orang yang sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. Sehingga bila meniatkan karena Allah maka kerja adalah
-    Ibadah
-    Memberi yang terbaik karena Allah
-    Aktualisasi potensi diri
-    Rahmat dan syukur
-    Ladang amal dan tiket ke surga

*. Melihat dan memaknai suatu persoalan dengan hati. Jadi seburuk apapun suatu kejadian, bila dilihat dengan hati yang positif dan pikiran yang positif maka hasilnya akan positif. Sebagaimana I Ching berkata  “ Peristiwanya tidaklah penting, tetapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.”

* Mendengar suara hati anak didik  yaitu anak ingin perasaan hatinya didengarkan, dikenali, diterima, dimengerti dan dihargai. Untuk itu perlu memantaskan diri sebagai pendidik. Yang memiliki 9 kepribadian yang diinginkan anak diantaranya

1. Berjiwa tulus dan ikhlas
2. Penuh kasih sayang pada anak
3. Memiliki sikap amanah dan tanggung jawab
4. Memiliki kesabaran dan rasa syukur
5. Berpikiran maju
6. Cerdas
7. Kreatif
8. Penuh Keteladanan
9. Dan mampu melayani anak dengan hati

*. Efektif merubah perilaku anak. Tentunya dimulai dari diri sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam QS As-Shaff ayat 2 dan 3 “ Hai orang orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” Jadi kita haruslah bisa menjadi teladan bagi anak.

*. Mampu menyelesaikan persoalan hidup. Kita harus waspada dalam mengasuh anak, jangan sampai salah asuh.  Buckminster Fuller berpendapat Pada dasarnya semua bayi dilahirkan cerdas; 9.999 dari setiap 10.000 bayi itu dengan begitu cepat, dan sembrono dijadikan tidak cerdas bagi orang-orang dewasa. Terbukti kita dapati banyak anak-anak jenius dan berbakat yang tidak menjadi apa apa karena salah asuh oleh orang-orang dewasa, terutama oleh orang tua dan gurunya dikarenakan ketidak mengertian mereka. Tragis bukan? Dalam bukunya Hypno Heart Teaching Alpiyanti sendiri mengatakan bahwa peran pendidik diharapkan mampu menggali, mengenali, melatih, mendidik, dan mengembangkan potensi-potensi yang bersifat potensial tersebut menjadi kekuatan personal bagi peserta didik itu sendiri sehingga ia menjadi dirinya sendiri yang mandiri untuk orang lain dan kehidupannya.

Dengan demikian perlu bagi kita sebagai pendidik untuk dapat mengembalikan ruh pendidikan ke rel yang sebenarnya.  Sebagaimana Rheinal Kasali mengungkapkan kekhawatirannya “Benarkah cara-cara yang ditempuh disekolah sekarang akan melahirkan manusia-manusia hebat? Manusia hebat bukanlah manusia yang memperoleh nilai mata pelajaran yang tinggi-tinggi, melainkan manusia berkarakter kuat, dapat dipercaya, mudah diterima, memiliki growth mindset, berjiwa terbuka, dan pandai mengungkapkan isi pikirannya dengan baik. Kalau ini sudah jelas, buat apa membuang waktu sia-sia.?”

 Belum lagi kita jumpai masih ada  pendidik sering menggunakan kata-kata yang tidak patut yang cenderung membelenggu kreativitas anak. Seperti kata-kata “ bodoh, nakal, malas, ancaman “ kalau tidak belajar tidak naik kelas” atau tidak lulus dsb. Padahal kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat. Untuk itu betapa penting kata-kata yang positif karena bila diucapkan dengan tulus dan baik kepada anak akan membuat mereka merasa nyaman, bahagia, terinspirasi, menyembuhkan dan memberi semangat bahkan dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Kita bisa melihat kisah Andy F Noya seorang pemandu acara TV yang sangat inspiratif dimana Kick Andy selama bertahun-tahun berusaha mencari keberadaan guru SD nya Ibu Ana. Rupanya sosok Ibu Ana begitu melekat di hatinya karena pernah menghiburnya dengan kekuatan kata-kata” Andy, kamu anak pandai, kamu tak perlu cemas dengan kepandaianmu mengarang, Bu Ana yakin kelak engkau akan menjadi seorang wartawan yang Handal!



Ternyata setelah berpuluh-puluh tahun Andy benar berhasil menjadi wartawan handal. Ternyata menurut Andy kata-kata Bu Ana telah mampu membangkitkan kepercayaan dirinya.  Sehingga ketika Andy dapat bertemu kembali dengan gurunya itu, ia menangis sambil mengucapkan terima kasih. Luar biasa sekali. ...
Selain mendidik dengan qalbu, sebagai pendidik baik orang tua maupun guru, perlu mengetahui bahwa  setiap anak dilahirkan dengan beragam karakter dan potensi yang ada. Tugas kitalah sebagai orang tua untuk bisa mencetak anak agar bisa menjadi bibit unggul yang mampu memimpin di masa depan dengan mendidiknya untuk bersikap mandiri, percaya diri, rendah hati, jujur, kritis memiliki kecerdasan spiritual serta emosional dan memiliki karakter tangguh dan baik lainnya.

Intinya untuk menjadi pendidik yang mendidik dengan hati sangat penting mendengarkan suara hati anak didik  yang ingin didengarkan, dikenali, diterima, dimengerti dan dihargai selain meluruskan niat. Sehingga bila niatnya mendidik karena ibadah, maka akan berusaha memberi yang terbaik pada anak didik  karena Allah.





artikel ini diikutkan dalam #postif parenting lomba blog nakita


Indah Dan Nikmatnya Menjadi Ibu



Dulu sewaktu kecil saya pernah protes pada ibu saya mengapa tidak KB aja dan tetap punya anak yaitu saya padahal anak ibu saya sudah banyak yaitu sebelas orang termasuk saya. “Mamak pasti repotkan ngurus kami semua?” Tanya saya lagi. Ibu saya bukannya marah malah dengan cerdas menjawab “ Kalau Mamak (ibu) tidak KB gak lahirlah Kau,” hehehe lucu juga yah jawaban ibu saya waktu itu. Padahal saya malah cemberut karena tidak mendapatkan jawaban sesuai yang saya inginkan…Nampaknya ibu saya juga ibu ibu dahulu berkeyakinan bahwa banyak anak banyak rejeki. Menurut saya tidak salah karena Allah sudah mengatur rejeki untuk tiap anak. Hanya saja dianjurkan untuk melakukan perencanaan yang matang dari para orang tua mulai dari menyiapkan dana pendidikannya dan dana lainnya yang dibutuhkan anak.

Sampai akhirnya saya pun menjadi ibu dan mulai menyadari betapa ikhlasnya ibu saya dulu mengurus kami. Sementara saya mengurus tiga anak saja sudah repot dan panik. Apalagi awal memiliki anak saya sempat mengalami baby blues. Mendengar anak saya nangis sudah cemas dan panic “Kira kira anak saya kenapa yah?” Namun kecemasan dan panik itu seiring waktu mulai hilang dan berganti dengan nikmatnya dan indahnya menjadi ibu. Bayangkan, dengan mengasuh tiga orang anak saya jadi bisa menyaksikan tiga karakter dan kebiasaan berbeda setiap harinya dari anak anak saya. Ada yang suka jahil, ada yang sensitive dan ada yang mudah meledak emosinya dsb. Tidak terbayangkan bagaimana ibu saya dulu harus menghadapi 11 karakater anaknya setiap hari. Yang masing masing anak menyimpan keunikan sendiri.





Disamping itu sejak menjadi ibu saya pun menjadi lebih kreatif. Misalnya saat anak saya susah makan, maka saya pun berusaha menciptakan resep menarik dan enak setiap harinya agar mereka tidak bosan. Begitu anak saya suka dengan masakan kreatifitas saya ibunya, rasanya bahagia sekali. Begitu juga saat saya berhasil menyusui anak-anak hingga 2 tahun lamanya, rasanya seperti lulus dari sebuah ujian dan berhasil menjadi juara sebagai ibu teladan dimana hadiahnya adalah anak anak yang cerdas dan sehat serta ceria.
Benar benar sebuah kebahagiaan yang tak bisa ditukar dengan materi.



 Ternyata banyak rasa hidup yang bisa kita dapatkan saat menjadi seorang ibu. Ada rasa cemas saat anak sakit, bahagia saat anak tumbuh sehat dan ceria, dan bangga saat melihat mereka bisa mandiri dan berprestasi meskipun kecil. Akh, ternyata indah dan nikmatnya menjadi seorang ibu. Ucapan yang sama pasti juga dikatakan ibu saya dulu ditengah kerepotan mengurusi kami sebelas anaknya…








Artikel ini diikutkan dalam #Positif  Parenting Lomba Blog Nakita

Suara Hati Anak

Saya tercenung saat Baim protes





    “Ma, Baim gak mau nama tokoh ceritanya pake nama Baim. Ganti aja yah Ma,” ucapnya sambil menghapus namanya dan menggantinya dengan nama yang lain. Tak hanya itu, dia juga tidak suka bila fotonya saya upload di situs pertemanan social.

    “Pokoknya Baim gak suka foto-foto Baim di taruh di facebook Mama,” sungutnya lagi. Hmmm…. Bahkan pernah suatu kali saya mengirimkan sepotong cerita tentang Baim yang suka dijahili oleh kakaknya Balqis. Dimana syaratnya harus menyertakan foto anak yang diceritakan. Begitu dimuat ditabloid NAKITA, Baim bukannya senang saat saya pamerkan cerita yang ada fotonya, dia malah ngambek.



    “Kok bukan foto kak Balqis aja yang Mama taruh di majalah. Kenapa foto Baim Ma,” wajahnya tak senang.

    Owalah Nak, nak apa salah Mama mejengin fotomu? Saya pun jadi berpikir mengapa Baim tidak suka dipublikasi. Sementara kedua saudaranya Balqis dan Alisha malah sebaliknya, sangat senang difoto dan dipasang di Facebook saya. Begitu juga saat diikutkan lomba foto. Alisha dan Balqis senang sekali ketika menang dan ditampilkan di tabloid dan majalah…

Akhirnya saya menuruti keinginan Baim ketika minta diajarin bagaimana mengganti foto profilnya dengan gambar kartun. Kebetulan Baim sudah punya akun Facebook sendiri karena melihat kakaknya mendapat banyak teman sebaya lewat situs pertemanan. Dan tadaaaa…foto profil Baim pun berganti dengan gambar angrybird. Dia sangat senang dan tersenyum senyum sendiri karena berhasil mengganti fotonya yang asli dengan gambar kartun kesukaannya.



    Saya pun jadi penasaran dengan Baim. Mengapa ia tidak suka dipublikasi? sikap itu konsisten ia tunjukkan sejak masih berusia lima tahun. Ia bahkan tak berubah pemikiran meski fotonya pernah menjuarai kategori foto paling ganteng.


                                 Foto Baim yang menang lomba kategori paling ganteng


                              

    “Lain kali Mama gak usah mengikutkan foto Baim lomba lagi yah.” Hehehehe tetep….


Belum lama ini saya menanyakan alasannya kepada Baim. Baim rupanya malu fotonya dilihat banyak orang
" Baim tak mau orang banyak mengenali Baim," ujarnya. Saya mencoba memahami Baim dengan keunikannya. Saya jadi tahu bahwa anak saya mungkin setelah dewasa nanti tipe orang yang senang bekerja dibalik meja atau dibelakang layar. Hmmmm ada hikmahnya juga bila tahu suara hati anak yang sebenarnya hingga tahu bagaimana karakter dan keinginannya. Seperti saat menulis kisah ini, Baim masih juga protes. Dia keberatan fotonya dipajang dan cerita tentang dirinya dimuat. Saya selalu mencoba memberikan pengertian . Saya jelaskan cerita maupun foto foto Baim yang diunggah bukanlah foto yang memalukan. Semuanya pose terbaik Baim




Saya juga memberitahu Baim bahwa kisah yang saya tulis bukan untuk membuatnya malu. Saya justru ingin berbagi kisah pengasuhan agar orang tua lainnya dapat memberikan pengertian kepada anandanya sealigus menghargai pilihan anak. Alhamdulillah Baim bisa mengerti penjelasan saya. Dia kini merasa bangga dan tak malu lagi mendapatkan publikasi. Tentunya saya akan terus meminta pendapatnya sebelum mengunggah cerita ataupun Foto Baim Ke Facebook maupun Blog :)

artikel ini diikutkan dalam #postifparenting lomba blog nakita dan dimuat di leisure republika




Minggu, 08 Desember 2013

Melerai Anak Yang Berkelahi





Orang tua mana yang tidak pusing bila setiap hari mendapati anak-anaknya berkelahi termasuk saya. Apalagi bila dibarengi salah satu ada yang menangis. Tambah kacau deh suasananya. Bahkan teman saya pernah curhat kalau dia tidak apa apa deh capek kerja seharian asalkan anak-anaknya tidak berantem. Pusinggg,” ucapnya. Penyebabnya macem macem bisa karena saling berebut mainan, karena salah satu memakai barang tapi lupa dikembalikan atau karena hal sepele lainnya. Perbedaan karakter juga bisa menjadi pemicu misalnya anak yang satu sensitive, yang lainnya malah suka ngegodain. Klop deh. Seperti anak saya si Kakak jahilnya minta ampun pada adik lelakinya sehingga merasa senang bila melihat adiknya sampai menangis karena kejahilannya. Sampai-sampai dulunya si Abang pernah protes sambil menangis “ Ma, buang aja deh Kakaknya, habis jahil.”

Nah sekarang si Abang sudah mulai gede, gantian suka menjahili adiknya Lisha hingga menangis. Meskipun ingin marah, sebagai ibu saya berusaha menahannya dengan balik bertanya pada si Abang. “Abang, dulu waktu dijahilin ama Kakak Balqis juga tidak suka kan? Begitu juga dengan adik Lisha,”  saya berusaha menasehatinya. Atau saat Lisha mengambil mainannya si abang kesal hingga memarahi adiknya sampai menangis karena sang adik tidak mau mengembalikan mainannya.  Menyikapi hal ini saya tidak langsung memarahi si Abang dan menyuruhnya harus selalu mengalah pada adiknya. Hal ini menurut saya kurang bijak karena bisa bisa anak berpikir bahwa kita tidak adil padanya. Padahal sejak kecil penting mengajarkan pada anak bagaimana caranya bisa bersikap adil. Tentu dia melihat bagaimana cara orangtuanya  mengambil keputusan dalam menyikapi suatu perkara.




Sebagai pemecahannya, saya cari tahu dulu apa penyebab mereka sampai berantem Setelah tahu bahwa Lisha yang memulai duluan saya pun gantian memberitahu adiknya Lisha bahwa abangnya tidak suka Lisha mengambil mainannya. Makanya abang marah. jadi lain kali Lisha ijin dulu yah ama abang. Sekarang Lisha minta maaf dulu dan Abang pasti maukan memaafkan adik Lisha? bujuk saya mencoba mendamaikan keduanya..Akhirnya Lisha dan Baim akur lagi dan mau kembali bermain bersama.  Memang dalam kondisi menghadapi perkelahian antara anak, kita jangan ikut-ikutan panas. Berusahalah untuk tetap berkepala dingin dan mengendalikan emosi. Sejatinya perkelahian antara anak tak selamanya buruk tapi justru dapat mengajarkan banyak hal pada mereka diantaranya bagaimana belajar untuk saling mengerti, cara memecahkan masalah dan bagaimana cara bekerjasama yang baik. Dan satu hal lagi yang terpenting anak jadi belajar meminta maaf  dan memaafkan setelah berkelahi. Hingga mereka pun akur lagi. Begitu juga ketika ada anak berkelahi dengan temannya. Biasanya orangtua masing-masing anak masih marahan, anaknya malah dengan santainya udah temenan lagi. Gak lucu kan?



Artikel ini diikutkan dalam lomba #Positf Parenting lomba blogNakita dan dimuat di leisure republika


translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut