novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Sabtu, 28 Desember 2013

Ikatan Surga Abadi





Siapa yang bisa menyangkal bahwa ikatan cinta antara ibu dan anak takkan pernah padam sampai kapanpun. Meskipun masih saja sering kita dengar adanya kasus ibu yang durhaka karena telah tega membuang, menyiksa bahkan membunuh anaknya. Bahkan sebaliknya, masih ada anak yang durhaka pada ibunya bahkan dengan tega menyakiti dan membunuh ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.  Ibunya yang telah berjuang mengurusnya sedari kecil. Sehingga kita mengenal malin kundang si anak durhaka. Tapi itu hanyalah segelintir dari kisah ibu dan anak yang kehilangan cinta kodrati yang harusnya mereka miliki. Masih banyak ibu yang sangat menyayangi dan mencintai anaknya. Demikian juga sebaliknya. Masih banyak anak yang berbakti selalu pada ibunya.


Judul buku :  3 Anak  Badung
 Penulis       : Boim Lebon
ISBN            : 978-602-8277-82-2
Cetakan      : I, Maret 2013
Penerbit      : Indiva
Tebal           : 192 hal
Ukuran        :  19 cm
Harga          : Rp 22.500,00

 

Buku ini mengisahkan tiga orang anak badung yaitu Mola ( 7th ), Rama ( 6th ), dan Reh ( 4th) yang dibuang oleh emak mereka Bunga Cinta Lebay karena sudah tidak sanggup lagi mengurus ketiga anaknya tanpa suaminya. Suami yang tega meninggalkannya begitu saja tanpa memberinya nafkah lahir dan bathin, dengan 3 anak yang badung pula . Mulanya mereka bertiga menyangka kalau emaknya hanya ingin menyuruh mereka mengamen di kereta sambil mencari bapak mereka yang tidak pulang pulang tiga kali lebaran. Untuk itulah mereka mau saja disuruh naik kereta ekonomi jurusan Yogya.

    Tapi begitu sampai di Yogya, sang emak tidak juga kelihatan menyusul. Akhirnya Rama, Mola dan Reh memilih mengamen di Mallioborro setelah bolak-balik dari stasiun Lempuyangan ke stasiun Tugu mencari emaknya yang tak kunjung datang. Tapi mereka malah dikejar-kejar sama anak buah Mas Gundul. Anak-anak jalanan yang merasa menguasai wilayah Mallioborro tempat mereka mengamen. Akhirnya ketiga anak badung ini pun memutuskan untuk balik lagi ke Jakarta karena tidak tahan dikejar-kejar terus oleh Gundul dan anak buahnya. Menumpang truk yang bermuatan kambing jawa, akhirnya mereka sampai kembali di tanah Abang. Tapi begitu sampai di Jakarta mereka malah terpisah-pisah. Untungnya Mola dan Rama bertemu dengan Bang Sofwan sopir truk yang taat ibadah, dan mau mengajari mereka sholat. Sementara si bungsu Reh harus berurusan dengan preman dan Bandar narkoba.

    Meskipun begitu, mereka tetap terus mencari keberadaan emak mereka Bunga Cinta Lebay yang biasa dipanggil Mpok Bung. Sepuluh tahun sudah mereka tak bertemu, dimanakah emak berada? Mola, Rama dan Reh hanya bisa pasrah sambil terus berusaha. Mereka yakin, emak masih merindukan dan menyayangi mereka. Ternyata Mpok Bung alias Bunga Cinta Lebay emak mereka juga merasakan hal yang sama dengan selalu merindukan dan juga terus mencari Mola, Rama dan Reh anaknya. Meskipun mereka bertiga anak badung yang dulu suka menyusahkannya. Mpok Bung benar benar merasa menyesal telah membuang mereka. Berhasilkah akhirnya ibu dan anak ini bertemu kembali?

Memang buku ini merupakan cerita humor. Terlihat dari covernya yang lucu yaitu gambar Mola dengan giginya yang besar dan jarang-jarang. Sementara Rama memegang gitar kecil yang menggambarkan dirinya pintar mengamen. Untuk si bungsu Reh digambarkan rambutnya jabrik dengan bandul gembok  kunci di kalungnya.


Selain itu hal yang membuat kita tersenyum geli adalah lagu krisdayanti makin aku cinta yang diplesetkan menjadi makin aku sebel oleh Bunga Cinta Lebay, tokoh emak dalam buku ini karena saking sebelnya ama suaminya. Bahkan judul-judul yang tertera di novel ini  terbilang kocak diantaranya , cause everything gonna be okay, 4 L , Lari Lagi Lari lagi, Berani karena Tul betul Tak Ye ! dan  Imposible is Nothing.

Tapi hebatnya Boim Lebon berhasil menyajikan cerita ini dengan sangat mengharukan. Pokoknya kita akan menangis dan tertawa bersamaan dalam membaca novel yang bisa dinikmati oleh semua umur ini. Selain ceritanya yang seru, lucu dan mengharukan, kita juga akan menemukan kalimat-kalimat yang sarat hikmah didalamnya. Misalnya,

 “Kalau kita ingin jadi orang baik, yang Maha Kuasa akan ngejagain kita” (hal108), “ Berdzikir dan berdoa adalah salah satu cara ampuh mengatasi setiap masalah” (hal 86)

 Boim Lebon sendiri  memiliki nama asli H Sudiyanto bin H Pandi bin Karyokromo. Dia telah menulis beberapa serial Lupus Kecil, Lupus Abg, dan novel humor lainnya . Selain pernah bekerja sebagai script writer drama di Indosiar bareng Hilman dan sekarang bekerja di RCTI sebagai Head Writer Drama, Sehingga kepiawaiannya menulis cerita terutama komedi tak diragukan lagi.


Hikmah dalam buku ini sangat menarik bahwa anak adalah harta berharga bagi orangtua sehingga para ibu bisa mengambil ibrohnya untuk tak menyia-nyiakan harta berharga miliknya begitu saja yaitu anak. Sementara hikmah bagi seorang anak yaitu bagaimanapun kesalahan yang pernah diperbuat ibu kita, beliau tetaplah seorang ibu yang akan selalu mencintai anaknya. Seorang ibu mungkin punya alasan mengapa mereka tega melakukannya seperti yang dikisahkan dalam buku ini. Juga yang dipaparkan dalam prolog buku ini seputar berita berita yang tersiar dikoran tentang ibu yang akhirnya berlaku durhaka pada anaknya. Tugas kitalah untuk selalu berbakti padanya dan terus menyayanginya apapun kesalahan yang pernah ibu kita lakukan. Sebagaimana kalimat yang tertulis dalam buku ini yaitu: Kita nggak boleh menyerah untuk menemukan kasih sayang seorang emak, karena perhatian dan kasih sayang seorang emak merupakan salah satu jalan untuk meraih kesuksesan...”(halaman 169)

Bagaimanapun ikatan cinta antara ibu dan anak adalah ikatan abadi berbuah surga. Bila keduanya saling menjaga ikatan cinta abadi yang ada dengan tidak saling mendurhakai. Niscaya Allah akan memberikan ganjaran berupa surga nan abadi bagi keduanya yaitu pada si ibu dan anaknya
.

Jumat, 20 Desember 2013

Merasa Smart Saat Menjadi Seorang Ibu


Mendengar kata Smart www.smartfren.com dulu yang terbayang di pikiran saya adalah bila seorang wanita itu sekolah tinggi hingga perguruan tinggi. Sehingga saya beranggapan ibu saya yang hanya sekolah sampai bangku SD saja bukanlah ibu yang Smart www.smartfren.com. Duh, apakah gue anak durhaka yah. Tapi itu dulu loh… Saya pun menganggap bahwa ibu ibu lulusan universitas pastilah ibu yang Smart www.smartfren.com. Sehingga sewaktu kecil dulu saya pernah protes pada ibu saya “ Mak, kok gak KB aja sih, kan anak Mamak udah banyak 11 orang,” tanya saya selalu. Eh dengan santainya Mamak (ibu dalam bahasa Medan) saya menjawab

“Kalau Mamak KB gak lahirlah kau!” hehehehe Mamakku ada ada aja yah. Ya iyalah masak ya iya dong Mak. Padahal saya sempat kesel karena tidak mendapatkan jawaban yang saya inginkan. waktu itu. Ditambah lagi rasa ketidak percayaan saya pada Emak yang hanya lulusan SD. Namun semua persepsi itu sirna begitu saya menjadi ibu.




Hohoho…ternyata tidak mudah menjadi ibu meskipun saya lulusan sarjana. Saya pun terkenang bagaimana dulu emak bisa menjalani perannya menjadi ibu yang berhasil mengurus kesebelas anaknya hingga kami semua bisa bersekolah tinggi sampai S1. Bahkan abang tertua saya bisa lulus kuliah S2 dengan beasiswa. Hebat Euy Emak saya hanya lulusan SD tapi anak anaknya semua lulus sarjana.
Sikap merendahkan Emak pun berganti rasa kagum. Saya sendiri mengurus anak tiga saja udah kelimpungan. Meski akhirnya saya bisa juga menjalani peran sebagai ibu dnegan terus belajar.



Bagi saya seorang ibu mau dia lulusan SD saja kek, atau lulusan luar negeri sekalipun maka dia bisa dibilang Smart www.smartfren.com bila bisa menjalani berbagai peran sejak menjadi ibu. Hanya ibu yang mampu berperan multitaskinglah yang bisa dikatakan Smart!www.smartfren.com Bayangkan saat anak sakit, seorang ibu harus bisa berperan menjadi dokter bagi anaknya sendiri. Ketika anak susah makan maka mendadak sang ibu menjadi koki handal yang harus menciptakan menu enak dan sehat untuk anak anaknya yang bosan bila menunya itu itu aja. Begitu juga saat anak mengalami stress atau masalah, sang ibu pun harus bisa menjadi psikolog bagi anaknya sendiri. Ibu yang bisa menjadi tempat curhatan anak anaknya sekaligus memberikan solusi yang dibutuhkan anak. Bahkan ibu juga harus bisa menjadi motivator handal bagi anaknya ketika anak butuh dorongan orang tua saat ragu tampil dan ikut pertandingan misalnya.



Peran hebat lainnya yang dijalani seorang ibu adalah menjadi menteri yaitu menteri keuangan! hebatkan? Menteri gituloh…..karena sang ibu harus bisa memutar otak bagaimana mengirit dan mengatur keuangan keluarga agar bisa cukup sampai awal bulan ketika suami kembali gajian. Kalau tidak, maka dapur tak kan bisa mengepul setiap hari. Anak anak tak akan dapat uang saku sampai tanggal muda. Bandingkan bila ibu seorang yang konsumtif dan boros….Keuangan keluarga bisa terancam booo…Selain itu ibu juga bisa menjadi guru ngaji bagi anak anaknya saat mengajarkan anaknya membaca Al quran dan shalat. Tak hanya itu, seorang ibu juga sewaktu waktu bisa berperan menjadi artis multitalenta yang bisa bernyanyi saat menidurkan anak dan menari untuk menghibur anaknya. Disamping menjadi pendongeng yang baik saat membacakan anak buku cerita. Apalagi bila si ibu juga bisa betulin genteng, kran yang bocor, dsb..Sungguh luarrrr biasa:)

Kesimpulannya mereka para ibu sebenarnya sudah memiliki 3 kecerdasan sekaligus dengan perannya yang multitasking tersebut yaitu

1.    Cerdas secara Intelegensi dengan kepintarannya memasak, mengurus rumah, mengobati anak sakit dsb
2.    Cerdas secara Emotional karena mampu berperan sebagai psikolog bagi anak anaknya dan tetap bisa bersosialisasi di masyarakat dan lingkungannya ditengah keterbatasan waktunya mengurus anak dan suami.
3.    Cerdas secara Spirituil karena seorang ibu tak pernah menginginkan sebuah ganjaran ataupun hadiah dari siapapun karena mereka yakin ganjaran pahala dari Allahlah yang akan mereka dapatkan di akhirat kelak dalam menjalani beratnya peran sebagai ibu. Jadi menyadari dengan cerdas bahwa tujuan hidup tak hanya di dunia tapi juga di alam akhirat.

Ckckckc. Seorang ibu benar-benar memiliki kecerdasan multitasking…Belum lagi bila sang ibu juga harus bekerja membantu suami di luar rumah sebagai wanita karir. Maka tak mudah menjalani peran keduanya sekaligus. Butuh kecerdasan lebih karena kedua peran itu sama sama menyita waktu dan pikiran…Bahkan saat sang ibu harus menjalani peran sebagai single parent. Maka dia tak hanya berperan sebagai ibu dan pencari nafkah bagi anak anaknya. Tapi dia juga harus berperan sebagai ayah juga. Jadi Smart www.smartfren.com menurut saya adalah saat seorang wanita mampu berperan menjadi ibu yang multitasking . Begitulah yang saya rasakan juga saat menjadi seorang ibu hingga tak pernah putus ide di kepala untuk menuliskan buku tema seputar parenting hingga bisa terbit dan dinikmati oleh ibu ibu juga. Meskipun dikepung kesibukan karena harus menjalani peran multitasking seperti yang saya sebutkan diatas. Saya menjadi merasa bertambah Smart! Untuk itulah saya ingin mengatakan bahwa  semua emak emak adalah sosok yang hebat tak terkecuali ibu saya gitu loh….

Hiks jadi kangen Mak! Moga dirimu bahagia di alam sana. Percayalah, aku anakmu akan meneruskan perjuangan mu sebagai ibu. Meski awalnya tak semudah membalikkan telapak tangan Tapi aku harus bisa meneruskan perjuangan mu melahirkan anak anak yang bisa bermanfaat buat dirinya dan orang lain. Sehingga terciptalah generasi yang mumpuni yaitu cerdas secara intelegensi, emosional dan spiritual. Sebab anak adalah calon pemimpin baik bagi dirinya, keluarganya dan negaranya.yang sejatinya harus menjalani tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Hidup para Emak!


                              (http://emakgaoel.blogspot.com/)



"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel"   http://emakgaoel.blogspot.com/2013/11/lomba-blog-3-challenges-to-win-gadgets.html#more

Selasa, 17 Desember 2013

Pentingnya Peran Ayah





“Urusan rumah tangga dan mengurus anak kan tugas para ibu, kami ayahnya hanya bertugas mencari nafkah. Kalau kami juga ikut mengurus pekerjaan rumah tangga, lantas siapa yang mencari uang? Padahal tanpa uang mana bisa membeli keperluan anak seperti susu dan keperluan rumah tangga lainnya.”

Mungkin kita sering mendengar para ayah berdalih seperti ini. Tanpa maksud menggurui sebenarnya para ibu bukan melarang suaminya bekerja dan menyuruhnya menggantikan tugas di rumah. Hanya saja para ibu ingin para ayah juga ikut ambil bagian dalam membesarkan anak. Jangan sampai pekerjaan menyita seluruh waktu para ayah sehingga tak punya waktu untuk ikut mendampingi tumbuh kembang anaknya. Sejatinya pengasuhan anak memang tugas para ibu tapi untuk penanaman nilai-nilai mutlak tugas para ayah.

Al-qur’an sendiri mengabadikan Luqman al-Hakim sebagai sosok orang tua teladan yang mendidik anaknya berdasarkan prinsip tauhidullah dan akhlak yang mulia. Luqman sendiri bukanlah seorang nabi tapi seorang wali Allah yang sholeh, berakhlak mulia, berpengetahuan luas, dan tidak banyak berbicara, tetapi bila berbicara ia pandai mengungkapkan kata-kata yang penuh hikmah. Maka dikenallah nasehat-nasehat Luqman pada anaknya yang diabadikan dalam Al-qur’an. Kita juga mengetahui bahwa Rasulullah adalah sosok ayah teladan. Jadi jelaslah bahwa tugas utama mendidik anak adalah tugas seorang ayah karena mereka adalah pemimpin keluarga yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Bila istri dan anaknya berbuat dosa dan kerusakan selama di dunia, maka dialah yang akan menanggung siksanya. Jadi tidak main-main hukumannya.

Namun kondisi sekarang telah membuat para ayah sedikit waktu untuk ikut terlibat dalam mendidik anak akibat jam kerja yang tinggi. Dimana dari mulai subuh sudah berangkat kerja dan baru pulang setelah anak-anaknya terlelap. Terutama di kota-kota besar. Seandainya bisa, para ibu ingin agar suaminya bisa memangkas jam kerja para suaminya sehingga bisa pulang lebih cepat. Tapi apa daya, itulah fenomena kehidupan jaman sekarang. Tapi bukan tak mungkin asal ada kemauan dan rasa cinta. Sebenarnya para ayah masih bisa ikut andil misalnya saat libur kerja. Tapi yang sering kita dapatkan justru waktu libur digunakan mereka untuk istirahat penuh dengan alasan lelah telah bekerja dari senin sampai sabtu. Kalau sudah begini, para ibu hanya bisa mengelus dada. Meskipun tidak semua para ayah begitu. Disamping kesibukan para ayah, adanya krisis peran ini terjadi karena sejak dahulu sangat sedikit contoh figure ayah teladan di negeri Indonesia dengan banyaknya ibu ibu yang mengeluh dengan mengatakan

“Sebenarnya kami para ibu lebih capek karena bekerja full time 24 jam dan tak ada cuti dibandingkan para suami yang masih diberi libur dari kantor.”



Dalam kenyataan sekarang yang memprihatinkan seperti ini, tentunya masih ada beberapa orang ayah yang care pada anaknya terutama dalam hal mendidik anak. Kita bisa lihat contoh dari seorang tokoh anak yang begitu dicintai seperti Kak Seto yang begitu perduli pada dunia perkembangan anak dan seorang ayah yang



juga penulis buku yang kita kenal dengan sebutan Ayah Edi. Seorang praktisi dan konsultan pendidikan anak ini juga mengatakan bahwa, "Semua berawal dari keluarga. Ya, keluarga! Organisasi inti terkecil yang sering dilupakan banyak orang, termasuk yang membina keluarga itu sendiri.” Mereka ini adalah sedikit contoh ayah yang begitu perduli dan mencintai anaknya tanpa terganggu dengan perannya sama sekali sebagai pencari nafkah. Dalam Al qur’an  disebutkan bahwa Rasulullah sendiri telah mencontohkan sikap terbaik dalam menjalankan perannya sebagai seorang ayah. Beliau amat dekat dengan putrinya, Fatimah Azzahra. Sehingga sering beliau mencium kening putrinya itu. Begitupun Fatimah tak pernah segan menumpahkan curahan hatinya kepada beliau. Kedekatan itu digambarkan dengan suatu julukan untuk fatimah, yaitu




“Ummu abiha” ( Ibu bagi ayahnya) Tak heran jika karakteristik Fatimah mirip sekali dengan Rasulullah. Yah  di dalam Al Quran juga disebutkan  adanya  dialog antara anak dengan ayahnya, bukan dengan ibunya. Hal ini terlihat dalam dialog Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail dan nasihat Luqman kepada anaknya. Sebagaimana disebutkan oleh  Syaikh Doktor Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pendidikan Anak Dalam Islam yang menyebutkan bahwa ayah memiliki peran yang sangat sentral dalam hal pembentukkan kepribadian seorang anak. Kita juga mendapati adanya kedekatan antara ayah dan anak lewat sebuah lagu ciptaan bimbo yang lagunya begini “ada anak bertanya pada bapaknya…dst” Untuk menjadi ayah yang mampu mendidik dan membina anak-anaknya tentu saja dibutuhkan bekal yaitu ilmu, iman dan taqwa.
Dengan begitu tugas menjadi ayah tak lagi dirasa berat bila sudah memiliki ketiga hal pokok ini.

Dalam buku Tanya jawab seputar masalah perilaku anak, Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi memberi beberapa trik yang bisa dicoba untuk mendekatkan anak sejak balita dengan ayah :

•    Usahakan ayah hadir dalam aktivitas rutin anak sehingga anak terbiasa dengan kehadiran ayah, misalnya sesekali makan bersama di meja makan pada akhir pekan atau sesekali ayah bisa ikut memandikan anak
•    Ciptakan komunikasi rutin meski ayah tidak ada di rumah, misalnya menelepon ke rumah pada saat jam istirahat kantor sekedar agar anak mendengar suara ayah
•    Luangkan waktu sepulang dari kantor untuk bermain bersama anak. Biasanya anak laki-laki sangat menyukai “bermain kasar” dengan ayah seperti main kuda-kudaan dengan ayah sebagai “kudanya” Jika sempat, luangkan pula untuk ritual ini di pagi hari sebelum berangkat ke kantor. Selain bermain, kedekatan juga bisa terjalin dalam aktivitas lain, misalnya ayah membacakan buku untuk anak
•    Ayah juga perlu menjaga perasaan anak ketika berdua saja dengan anak. Kebanyakan ayah mungkin merasa khawatir atau gelisah ketika berdua saja dengan anak (takut anak ngompol dan sebagainya) Kegelisahan ayah ini bisa loh tertangkap oleh anak sehingga membuat anak merasa tidak nyaman.
•    Berikan kesempatan pada anak untuk ikut dalam aktivitas rutin ayah seperti mencuci atau mengutak atik motor meskipun ia hanya melihat saja. Saat itu ayah bisa mengajaknya bicara tentang apa yang sedang ayah lakukan. Biarkan anak bertanya dan usahakan tidak terlalu banyak larangan agar anak menikmati kebersamaan dengan ayahnya ini.


 Lantas bagaimana dengan para single parents? Mampukah mereka menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya?  Dalam keadaan seperti ini Allah pasti akan ikut campur dalam membesarkan anak kita. Sebagai contoh Rasulullah yang sejak kecil telah menjadi yatim piatu tapi bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan penuh teladan. Jadi tak perlu risau karena para single parents tak pernah sendiri dalam membesarkan anaknya. Saya sendiri sejak kecil juga sudah menjadi yatim. Ibu saya juga bukan seorang yang hebat untuk bisa menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak2nya. Tapi saya bisa merasakan kalau Allah telah turut campur dalam membesarkan saya hingga bisa tumbuh seperti sekarang ini. Dalam membesarkan kami ibu saya juga meminta kekuatan dari Allah lewat doa-doanya .



 Artikel ini diikutkan dalam #Positif Parenting Lomba Blog Nakita

Menjadi Pendidik Yang Mendidik Dengan Hati

Saya pernah mendengar seorang teman mengeluhkan bahwa anaknya tidak lagi mau pergi kesekolah dan akan menangis bila tetap disuruh berangkat. Usut punya usut ternyata anaknya takut dan masih trauma dengan sikap gurunya yang galak dan suka memukul murid bila berbuat salah atau tidak mengerjakan pe-er. Mendengar ceritanya saya jadi tak habis pikir kok masih ada guru dijaman sekarang yang masih bersikap primitif seperti itu dalam mengajar. Padahal keberhasilan proses belajar mengajar bisa didapat bila ada respon yang baik dari kedua belah pihak yaitu dari murid dan guru.  Kalau gurunya saja sudah membuat anak muridnya takut, bagaimana bisa ilmu ditanamkan kehati anak didiknya dengan baik? Yang ada murid-muridnya trauma bila harus diajar olehnya. Selain itu wibawa guru didepan murid juga akan jatuh.  




 Pantaslah seorang pengamat anak Kak Seto Mulyadi sendiri pernah mengatakan bahwa mendidik anak tidak perlu dengan kekerasan dan kekasaran. Mendidik itu dilakukan dengan hati. Kalau anak diajari dengan kasar dan kekerasan, anak tidak akan tumbuh sebagai pembelajar sejati dalam hidupnya. Jadi para pendidik harus terus belajar dan berpikir secara kreatif dalam mengajarkan ilmu kepada anak-anaknya secara menyenangkan. Jika hal ini terus menerus diasah, maka anak akan tumbuh menjadi seorang pembelajar yang sejati. Anak-anak akan memahami betul apa makna belajar, yaitu berusaha memahami, merasakan dan menyelesaikan sebuah permasalahan. Tentu saja sebagai pendidik baik itu guru maupun orang tua karena pada dasarnya kita semua adalah pendidik harus terlebih dulu membersihkan hati dari bibit2 dosa yang mampu mengotori hati. Karena bagaimanapun fungsi hati akan lebih maksimal kerjanya bila sudah bersih. Sebagaimana telah Rasulullah sebutkan dalam hadistnya




“Ingatlah, dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Bila segumpal daging itu baik, seluruh tubuh akan menjadi baik. Tetapi bila ia rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu bernama Qolbu. (HR Bukhari dan Muslim)

Pentingnya mendidik dengan hati karena hati adalah dasar dari pemikiran. Bila baik hatinya maka baiklah pikirannya. Jadi salah besar bila kita lebih menjejali otak anak dengan nilai-nilai akademik yang tinggi semata sementara hatinya tetap kita biarkan kering dan gersang. Padahal ilmu pengetahuan sendiri berhasil membuktikan bahwa kualitas elektromagnetik jantung (hati) 5000 kali lebih kuat daripada otak. Lantas, mengapa kita hanya  berpikir untuk memaksimalkan potensi otaknya saja yang jauh lebih sedikit kualitasnya dari potensi/kekuatan hati? Tapi kebanyakan kurikulum pendidikan sekarang kurang menekankan pendidikan karakter seperti ini dan hanya menitikberatkan pada nilai akademik saja sehingga lahirlah generasi yang hanya cerdas intelegensi tapi kurang cerdas dalan emotional dan spiritualnya.
Dalam workshop mendidik dengan hati yang saya ikuti ternyata menjadi Pendidik yang bisa  mendidik dengan hati kita perlu tahu rahasianya yaitu:

* Meluruskan niat. Sebagaimana disebutkan dalam QS 29: 69 “ Dan orang-orang yang sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. Sehingga bila meniatkan karena Allah maka kerja adalah
-    Ibadah
-    Memberi yang terbaik karena Allah
-    Aktualisasi potensi diri
-    Rahmat dan syukur
-    Ladang amal dan tiket ke surga

*. Melihat dan memaknai suatu persoalan dengan hati. Jadi seburuk apapun suatu kejadian, bila dilihat dengan hati yang positif dan pikiran yang positif maka hasilnya akan positif. Sebagaimana I Ching berkata  “ Peristiwanya tidaklah penting, tetapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.”

* Mendengar suara hati anak didik  yaitu anak ingin perasaan hatinya didengarkan, dikenali, diterima, dimengerti dan dihargai. Untuk itu perlu memantaskan diri sebagai pendidik. Yang memiliki 9 kepribadian yang diinginkan anak diantaranya

1. Berjiwa tulus dan ikhlas
2. Penuh kasih sayang pada anak
3. Memiliki sikap amanah dan tanggung jawab
4. Memiliki kesabaran dan rasa syukur
5. Berpikiran maju
6. Cerdas
7. Kreatif
8. Penuh Keteladanan
9. Dan mampu melayani anak dengan hati

*. Efektif merubah perilaku anak. Tentunya dimulai dari diri sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam QS As-Shaff ayat 2 dan 3 “ Hai orang orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” Jadi kita haruslah bisa menjadi teladan bagi anak.

*. Mampu menyelesaikan persoalan hidup. Kita harus waspada dalam mengasuh anak, jangan sampai salah asuh.  Buckminster Fuller berpendapat Pada dasarnya semua bayi dilahirkan cerdas; 9.999 dari setiap 10.000 bayi itu dengan begitu cepat, dan sembrono dijadikan tidak cerdas bagi orang-orang dewasa. Terbukti kita dapati banyak anak-anak jenius dan berbakat yang tidak menjadi apa apa karena salah asuh oleh orang-orang dewasa, terutama oleh orang tua dan gurunya dikarenakan ketidak mengertian mereka. Tragis bukan? Dalam bukunya Hypno Heart Teaching Alpiyanti sendiri mengatakan bahwa peran pendidik diharapkan mampu menggali, mengenali, melatih, mendidik, dan mengembangkan potensi-potensi yang bersifat potensial tersebut menjadi kekuatan personal bagi peserta didik itu sendiri sehingga ia menjadi dirinya sendiri yang mandiri untuk orang lain dan kehidupannya.

Dengan demikian perlu bagi kita sebagai pendidik untuk dapat mengembalikan ruh pendidikan ke rel yang sebenarnya.  Sebagaimana Rheinal Kasali mengungkapkan kekhawatirannya “Benarkah cara-cara yang ditempuh disekolah sekarang akan melahirkan manusia-manusia hebat? Manusia hebat bukanlah manusia yang memperoleh nilai mata pelajaran yang tinggi-tinggi, melainkan manusia berkarakter kuat, dapat dipercaya, mudah diterima, memiliki growth mindset, berjiwa terbuka, dan pandai mengungkapkan isi pikirannya dengan baik. Kalau ini sudah jelas, buat apa membuang waktu sia-sia.?”

 Belum lagi kita jumpai masih ada  pendidik sering menggunakan kata-kata yang tidak patut yang cenderung membelenggu kreativitas anak. Seperti kata-kata “ bodoh, nakal, malas, ancaman “ kalau tidak belajar tidak naik kelas” atau tidak lulus dsb. Padahal kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat. Untuk itu betapa penting kata-kata yang positif karena bila diucapkan dengan tulus dan baik kepada anak akan membuat mereka merasa nyaman, bahagia, terinspirasi, menyembuhkan dan memberi semangat bahkan dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Kita bisa melihat kisah Andy F Noya seorang pemandu acara TV yang sangat inspiratif dimana Kick Andy selama bertahun-tahun berusaha mencari keberadaan guru SD nya Ibu Ana. Rupanya sosok Ibu Ana begitu melekat di hatinya karena pernah menghiburnya dengan kekuatan kata-kata” Andy, kamu anak pandai, kamu tak perlu cemas dengan kepandaianmu mengarang, Bu Ana yakin kelak engkau akan menjadi seorang wartawan yang Handal!



Ternyata setelah berpuluh-puluh tahun Andy benar berhasil menjadi wartawan handal. Ternyata menurut Andy kata-kata Bu Ana telah mampu membangkitkan kepercayaan dirinya.  Sehingga ketika Andy dapat bertemu kembali dengan gurunya itu, ia menangis sambil mengucapkan terima kasih. Luar biasa sekali. ...
Selain mendidik dengan qalbu, sebagai pendidik baik orang tua maupun guru, perlu mengetahui bahwa  setiap anak dilahirkan dengan beragam karakter dan potensi yang ada. Tugas kitalah sebagai orang tua untuk bisa mencetak anak agar bisa menjadi bibit unggul yang mampu memimpin di masa depan dengan mendidiknya untuk bersikap mandiri, percaya diri, rendah hati, jujur, kritis memiliki kecerdasan spiritual serta emosional dan memiliki karakter tangguh dan baik lainnya.

Intinya untuk menjadi pendidik yang mendidik dengan hati sangat penting mendengarkan suara hati anak didik  yang ingin didengarkan, dikenali, diterima, dimengerti dan dihargai selain meluruskan niat. Sehingga bila niatnya mendidik karena ibadah, maka akan berusaha memberi yang terbaik pada anak didik  karena Allah.





artikel ini diikutkan dalam #postif parenting lomba blog nakita


Indah Dan Nikmatnya Menjadi Ibu



Dulu sewaktu kecil saya pernah protes pada ibu saya mengapa tidak KB aja dan tetap punya anak yaitu saya padahal anak ibu saya sudah banyak yaitu sebelas orang termasuk saya. “Mamak pasti repotkan ngurus kami semua?” Tanya saya lagi. Ibu saya bukannya marah malah dengan cerdas menjawab “ Kalau Mamak (ibu) tidak KB gak lahirlah Kau,” hehehe lucu juga yah jawaban ibu saya waktu itu. Padahal saya malah cemberut karena tidak mendapatkan jawaban sesuai yang saya inginkan…Nampaknya ibu saya juga ibu ibu dahulu berkeyakinan bahwa banyak anak banyak rejeki. Menurut saya tidak salah karena Allah sudah mengatur rejeki untuk tiap anak. Hanya saja dianjurkan untuk melakukan perencanaan yang matang dari para orang tua mulai dari menyiapkan dana pendidikannya dan dana lainnya yang dibutuhkan anak.

Sampai akhirnya saya pun menjadi ibu dan mulai menyadari betapa ikhlasnya ibu saya dulu mengurus kami. Sementara saya mengurus tiga anak saja sudah repot dan panik. Apalagi awal memiliki anak saya sempat mengalami baby blues. Mendengar anak saya nangis sudah cemas dan panic “Kira kira anak saya kenapa yah?” Namun kecemasan dan panik itu seiring waktu mulai hilang dan berganti dengan nikmatnya dan indahnya menjadi ibu. Bayangkan, dengan mengasuh tiga orang anak saya jadi bisa menyaksikan tiga karakter dan kebiasaan berbeda setiap harinya dari anak anak saya. Ada yang suka jahil, ada yang sensitive dan ada yang mudah meledak emosinya dsb. Tidak terbayangkan bagaimana ibu saya dulu harus menghadapi 11 karakater anaknya setiap hari. Yang masing masing anak menyimpan keunikan sendiri.





Disamping itu sejak menjadi ibu saya pun menjadi lebih kreatif. Misalnya saat anak saya susah makan, maka saya pun berusaha menciptakan resep menarik dan enak setiap harinya agar mereka tidak bosan. Begitu anak saya suka dengan masakan kreatifitas saya ibunya, rasanya bahagia sekali. Begitu juga saat saya berhasil menyusui anak-anak hingga 2 tahun lamanya, rasanya seperti lulus dari sebuah ujian dan berhasil menjadi juara sebagai ibu teladan dimana hadiahnya adalah anak anak yang cerdas dan sehat serta ceria.
Benar benar sebuah kebahagiaan yang tak bisa ditukar dengan materi.



 Ternyata banyak rasa hidup yang bisa kita dapatkan saat menjadi seorang ibu. Ada rasa cemas saat anak sakit, bahagia saat anak tumbuh sehat dan ceria, dan bangga saat melihat mereka bisa mandiri dan berprestasi meskipun kecil. Akh, ternyata indah dan nikmatnya menjadi seorang ibu. Ucapan yang sama pasti juga dikatakan ibu saya dulu ditengah kerepotan mengurusi kami sebelas anaknya…








Artikel ini diikutkan dalam #Positif  Parenting Lomba Blog Nakita

Suara Hati Anak

Saya tercenung saat Baim protes





    “Ma, Baim gak mau nama tokoh ceritanya pake nama Baim. Ganti aja yah Ma,” ucapnya sambil menghapus namanya dan menggantinya dengan nama yang lain. Tak hanya itu, dia juga tidak suka bila fotonya saya upload di situs pertemanan social.

    “Pokoknya Baim gak suka foto-foto Baim di taruh di facebook Mama,” sungutnya lagi. Hmmm…. Bahkan pernah suatu kali saya mengirimkan sepotong cerita tentang Baim yang suka dijahili oleh kakaknya Balqis. Dimana syaratnya harus menyertakan foto anak yang diceritakan. Begitu dimuat ditabloid NAKITA, Baim bukannya senang saat saya pamerkan cerita yang ada fotonya, dia malah ngambek.



    “Kok bukan foto kak Balqis aja yang Mama taruh di majalah. Kenapa foto Baim Ma,” wajahnya tak senang.

    Owalah Nak, nak apa salah Mama mejengin fotomu? Saya pun jadi berpikir mengapa Baim tidak suka dipublikasi. Sementara kedua saudaranya Balqis dan Alisha malah sebaliknya, sangat senang difoto dan dipasang di Facebook saya. Begitu juga saat diikutkan lomba foto. Alisha dan Balqis senang sekali ketika menang dan ditampilkan di tabloid dan majalah…

Akhirnya saya menuruti keinginan Baim ketika minta diajarin bagaimana mengganti foto profilnya dengan gambar kartun. Kebetulan Baim sudah punya akun Facebook sendiri karena melihat kakaknya mendapat banyak teman sebaya lewat situs pertemanan. Dan tadaaaa…foto profil Baim pun berganti dengan gambar angrybird. Dia sangat senang dan tersenyum senyum sendiri karena berhasil mengganti fotonya yang asli dengan gambar kartun kesukaannya.



    Saya pun jadi penasaran dengan Baim. Mengapa ia tidak suka dipublikasi? sikap itu konsisten ia tunjukkan sejak masih berusia lima tahun. Ia bahkan tak berubah pemikiran meski fotonya pernah menjuarai kategori foto paling ganteng.


                                 Foto Baim yang menang lomba kategori paling ganteng


                              

    “Lain kali Mama gak usah mengikutkan foto Baim lomba lagi yah.” Hehehehe tetep….


Belum lama ini saya menanyakan alasannya kepada Baim. Baim rupanya malu fotonya dilihat banyak orang
" Baim tak mau orang banyak mengenali Baim," ujarnya. Saya mencoba memahami Baim dengan keunikannya. Saya jadi tahu bahwa anak saya mungkin setelah dewasa nanti tipe orang yang senang bekerja dibalik meja atau dibelakang layar. Hmmmm ada hikmahnya juga bila tahu suara hati anak yang sebenarnya hingga tahu bagaimana karakter dan keinginannya. Seperti saat menulis kisah ini, Baim masih juga protes. Dia keberatan fotonya dipajang dan cerita tentang dirinya dimuat. Saya selalu mencoba memberikan pengertian . Saya jelaskan cerita maupun foto foto Baim yang diunggah bukanlah foto yang memalukan. Semuanya pose terbaik Baim




Saya juga memberitahu Baim bahwa kisah yang saya tulis bukan untuk membuatnya malu. Saya justru ingin berbagi kisah pengasuhan agar orang tua lainnya dapat memberikan pengertian kepada anandanya sealigus menghargai pilihan anak. Alhamdulillah Baim bisa mengerti penjelasan saya. Dia kini merasa bangga dan tak malu lagi mendapatkan publikasi. Tentunya saya akan terus meminta pendapatnya sebelum mengunggah cerita ataupun Foto Baim Ke Facebook maupun Blog :)

artikel ini diikutkan dalam #postifparenting lomba blog nakita dan dimuat di leisure republika




Minggu, 08 Desember 2013

Melerai Anak Yang Berkelahi





Orang tua mana yang tidak pusing bila setiap hari mendapati anak-anaknya berkelahi termasuk saya. Apalagi bila dibarengi salah satu ada yang menangis. Tambah kacau deh suasananya. Bahkan teman saya pernah curhat kalau dia tidak apa apa deh capek kerja seharian asalkan anak-anaknya tidak berantem. Pusinggg,” ucapnya. Penyebabnya macem macem bisa karena saling berebut mainan, karena salah satu memakai barang tapi lupa dikembalikan atau karena hal sepele lainnya. Perbedaan karakter juga bisa menjadi pemicu misalnya anak yang satu sensitive, yang lainnya malah suka ngegodain. Klop deh. Seperti anak saya si Kakak jahilnya minta ampun pada adik lelakinya sehingga merasa senang bila melihat adiknya sampai menangis karena kejahilannya. Sampai-sampai dulunya si Abang pernah protes sambil menangis “ Ma, buang aja deh Kakaknya, habis jahil.”

Nah sekarang si Abang sudah mulai gede, gantian suka menjahili adiknya Lisha hingga menangis. Meskipun ingin marah, sebagai ibu saya berusaha menahannya dengan balik bertanya pada si Abang. “Abang, dulu waktu dijahilin ama Kakak Balqis juga tidak suka kan? Begitu juga dengan adik Lisha,”  saya berusaha menasehatinya. Atau saat Lisha mengambil mainannya si abang kesal hingga memarahi adiknya sampai menangis karena sang adik tidak mau mengembalikan mainannya.  Menyikapi hal ini saya tidak langsung memarahi si Abang dan menyuruhnya harus selalu mengalah pada adiknya. Hal ini menurut saya kurang bijak karena bisa bisa anak berpikir bahwa kita tidak adil padanya. Padahal sejak kecil penting mengajarkan pada anak bagaimana caranya bisa bersikap adil. Tentu dia melihat bagaimana cara orangtuanya  mengambil keputusan dalam menyikapi suatu perkara.




Sebagai pemecahannya, saya cari tahu dulu apa penyebab mereka sampai berantem Setelah tahu bahwa Lisha yang memulai duluan saya pun gantian memberitahu adiknya Lisha bahwa abangnya tidak suka Lisha mengambil mainannya. Makanya abang marah. jadi lain kali Lisha ijin dulu yah ama abang. Sekarang Lisha minta maaf dulu dan Abang pasti maukan memaafkan adik Lisha? bujuk saya mencoba mendamaikan keduanya..Akhirnya Lisha dan Baim akur lagi dan mau kembali bermain bersama.  Memang dalam kondisi menghadapi perkelahian antara anak, kita jangan ikut-ikutan panas. Berusahalah untuk tetap berkepala dingin dan mengendalikan emosi. Sejatinya perkelahian antara anak tak selamanya buruk tapi justru dapat mengajarkan banyak hal pada mereka diantaranya bagaimana belajar untuk saling mengerti, cara memecahkan masalah dan bagaimana cara bekerjasama yang baik. Dan satu hal lagi yang terpenting anak jadi belajar meminta maaf  dan memaafkan setelah berkelahi. Hingga mereka pun akur lagi. Begitu juga ketika ada anak berkelahi dengan temannya. Biasanya orangtua masing-masing anak masih marahan, anaknya malah dengan santainya udah temenan lagi. Gak lucu kan?



Artikel ini diikutkan dalam lomba #Positf Parenting lomba blogNakita dan dimuat di leisure republika


Selasa, 05 November 2013

Indahnya Kesetiaanmu



Aku masih diam tergugu di sudut kamar, sembari memandang wajahmu yang tertidur pulas. Sebaliknya, mataku sulit terpejam. Di tengah rasa bersalah ini, aku kembali teringat  ucapan lembutmu waktu itu. Ucapan yang membuat hatiku tersentuh. 

“Sayang... kamu harus tahu, aku tak kan pernah meninggalkanmu,” janjimu padaku. "Meskipun usia tua akan merenggut kecantikan dan kemudaanmu. Aku tak peduli!  Aku hanya ingin kau bersumpah untuk tak menduakan cintaku sampai mati,” pintamu lagi.

Ah, suamiku... pantaskah semua ucapan itu buatku? Sepantasnya yang mendampingimu adalah wanita yang sama putih hatinya seperti dirimu. Hatiku menangis dan begitu teriris. Sungguh aku malu untuk menjawabnya, suamiku. Karena kenyataan yang sebenarnya, aku tak sesetia dirimu!

Setahun yang lalu, ujian kesetiaan itu menguji imanku. Seseorang yang tadinya hanya berstatus sebagai sahabat di dunia maya, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang kurindukan bak kekasih. Yah, diam-diam, aku telah menaruh hati padanya. Itu artinya, aku telah menduakan cintamu dengan mencintai yang lain. Meskipun hubungan kami tak pernah terealisasi di dunia nyata. Kami hanya saling bertutur sapa mesra lewat situs pertemanan. Tak lebih! Tapi aku tahu, hati kami telah saling terpaut. Mengapa semua ini bisa terjadi? aku juga tak tahu pasti. Yang aku tahu, sedikitpun tak ada niat atau rencana untuk mengkhianatimu dan jatuh cinta lagi pada orang lain selain dirimu.

Ah, mungkin kesamaan minat dan hobi kami yang sama di dunia menulis, membuat kami menjadi semakin akrab dan nyambung dalam berkomunikasi. Hingga yang tadinya hanya saling bertegur sapa sebagai seorang sahabat, meningkat ke arah yang lebih intim. Oh, Tuhan... betapa jahatnya diri ini yang telah tega mengotori kesetian lelakiku. Suami yang selalu setia padaku.

Dan keakraban itu kian berlanjut manakala lelakiku semakin disibukkan dengan dunianya. Bekerja dan terus bekerja tanpa lelah. Seolah tak ada waktu untuk sekadar berduaan bersamaku seperti dulu. Bahkan mungkin waktu 24 jam baginya masih kurang. Di saat itulah tiba-tiba hati ini merasa ada luang yang kosong. Dan luang yang kosong itu pun terisi oleh lelaki itu. Salah siapakah ini semua? Jujur, aku tak tak ingin menyalahkan lelakiku. Dia bekerja membanting tulang sejatinya untuk kami, istri dan anak-anaknya. Meskipun dia lupa bahwa kami juga butuh perhatian dan kemesraan darinya seperti dulu. Yang kian berkurang karena tak lagi ada waktu tersisa selain hanya untuk kerja dan kerja. Tapi, ini bukan alasan untuk dirimu mengkhianatinya, bukan? Protes suara hatiku. 

Baiklah, aku harus menyudahi semua ini sebelum semuanya berubah menjadi sebuah bencana di pernikahan kami. Demi suami dan anak-anakku tercinta. Namun ternyata semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Meski akhirnya kami saling menjaga jarak, tapi godaan untuk terus menyapa dan mencari tahu tentang dirinya lewat dunia maya tak bisa ditahan. Dan, terjadilah hal menakutkan yang tak ingin kuharapkan terjadi. Bagaimanapun ditutupi, sebuah kebohongan pasti akan diketahui juga. 

Lelakiku akhirnya tahu semuanya. Di saat aku tengah berjuang untuk bisa melupakannya. Dan kemudian apa yang terjadi. Suamimu marah besar? Pasti tanya itu hinggap di kepalamu, bukan? Tentu saja. Siapa sih yang tak sakit hati diduakan oleh orang yang selama ini sangat ia sayangi dan cintai? Apalagi selama ini dia sudah berusaha untuk setia setengah mati. Di saat inilah episode terberat dalam hidupku. Dia yang dulu mesra dan baik hati berubah menjadi kasar, pemarah dan dingin. Meskipun aku telah bersimpuh di kakinya memohon maaf, namun luka itu masih baru dan belum kering. Wajar kalau dia belum bisa menerimaku lagi. 

Ah, suamiku... Diriku tafakur di liang perih kala kutanam liang luka itu di hatimu. Hingga takut menggerayangiku membelai cemas hati ringkihku. Namun aku tak pernah menyerah untuk melukis harap di kanvas angin. Terus berburu kerelaanmu untuk kembali mendekapku. Hanya pankin pilu menemaniku. Berbilik rindu hingga kristal bening terus bergelayut di pelupuk air mata. Kumohon, suamiku... jangan biarkan airmata perih ini menakung. Karena ku tak sanggup menadah kehilangan. Anugerah cintamu yang sesejuk embun. Yang terus menitik di daun angan

Hari berganti begitu cepat. Tanpa bisa kutolak, aku pun mengalami penurunan semangat hidup yang begitu drastis. Tak lagi menaruh minat pada kegiatan apapun termasuk untuk menulis, padahal sebelummnya ini merupakan passionku. Makan pun tak lagi menselerakanku. Seharian perutku kubiarkan kosong tanpa secuil makananpun. Begitu seterusnya selama-berhari-hari. Yang ada, aku hanya tidur seharian. Lelakiku yang tadinya masih marah padaku, akhirnya menangis melihat kondisiku. Sambil menangis dan meminta maaf, dia memelukku erat. 

“Sayang... kamu adalah separuh aku. Bagaimana mungkin aku sanggup membiarkanmu seperti ini?” isaknya penuh penyesalan. Dia pun segera membawaku berobat ke psikiater. Oleh dokter, diriku didiagnosa mengalami depresi berat! Karena ada indikasi untuk mengakhiri hidup. 

Setelah melewati rangkaian pengobatan, baik lewat psikiater dan seorang ustad, akhirnya perlahan-lahan kondisiku mulai pulih. Kami pun kembali membuka lembaran baru dalam hubungan pasutri. Suamiku juga menyadari bahwa dia turut andil membuatku seperti ini. Sebagai gantinya, dia tak lagi sibuk bekerja seperti dulu dan mau meluangkan waktu untuk kebersamaan kami seperti nonton dan makan di luar berdua. Ucapan-ucapan mesranya padaku pun semakin bertambah padaku

Dari kisah seorang istri yang curhat padaku


Rabu, 30 Oktober 2013

Tak Ada "Anak Tiri" di Hadapan Tuhan


Judul : Cahaya Hidupku
Penulis : Olivia Duhita
Penerbit : Dian Rakyat
ISBN : 978-979-078-4024
Tebal : 224 halaman
Harga : Rp60.000
Terbit : April 2013 


 Banyak  pandangan terhadap bocah dengan keterbelakangan mental yang biasa disebut anak sindroma down (DS)? Tenu ada yang berpendapat mereka selamanya mengalami keterbelakangan mental. Mereka tak akan bisa sepintar dan sehebat anak normal, apalagi sampai berprestasi karena sedari lahir telah mengalami keterlambatan berbicara, berjalan, gerak motorik, dan sebagainya.

Padahal, pendapat itu tak selamanya benar. Pengalaman-pengalamnan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus disajikan ulang dalam buku ini membuktikan bahwa takdir seseorang bisa diubah. Penulisnya sendiri memiliki anak DS yang membuatnya tergerak mengenalkan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Dia turut aktif di dalam organisasi ini bersama pengurus lainnya. Mereka bekerja dengan hati dan keikhlasan serta selalu berupaya mendukung dan semangat bagi sahabat POTADS.

DS sendiri merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang berdampak pada keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental yang dulu sering disebut "mongoloid" karena ciri-cirinya yang mirip orang Mongolia, di antaranya memiliki bentuk mata sedikit miring ke atas dan tidak memiliki lipatan pada kelopak mata. Wajahnya khas, tubuh pendek dan hidung datar.

Tak banyak yang tahu persis penyebab DS. Salah satunya karena di kromosom nomor 21 pada penyandang DS terdapat 3 buah (tidak sepasang). Akibatnya jumlah kromosom 47 buah, seharusnya 23 pasang (46). Ada kisah-kisah perjuangan para orang tua membesarkan anak DS. Ada juga tips dan informasi bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Dilengkapi juga dengan daftar alamat sekolah dan tempat terapi. Rasanya buku ini cukup komplet bagi para orang tua yang dipercaya mengurus anak seperti ini. Namun, tak ada salahnya juga dibaca siapa pun demi mendapatkan ilmu dan menambah pengalaman akan warni-warninya hidup. Salah satunya tatkala dititipi Tuhan untuk merawat dan membesarkan anak spesial ini.

Stephani Handojo (hal 41) telah membuat banyak orang tak henti berdecak kagum karena keberhasilannya meraih berbagai medali dalam kejuaraan. Dia meraih medali emas pertama untuk Indonesia tahun 2011 dalam kejuaraan lomba renang gaya dada di Special Olimpic Worid. Tak hanya itu, Fani, begitu dia biasa dipanggil, juga terpilih sebagai pembawa obor Olimpiade London tahun 2012.

Dia harus berlari sepanjang 600 meter bergantian bersama teman-teman "International Inspiration" di Kota Nottingham, Inggris. Hebatnya lagi, Fani satu-satunya anak berkebutuhan khusus yang dipilih panitia Olimpiade bekerja sama dengan UNICEF dan British Council melalui program International Inspiratin dari 12 juta anak di dunia yang berasal dari 20 negara.

Prestasi Fani lainnya yang sangat pandai bermain piano sehingga meraih penghargaan Muri karena berhasil memainkan 22 lagu secara berkesinambungan tiada henti. Ya, berkat pengarahan yang tepat dan dukungan penuh dari keluarga dan pelatih, Fani berhasil menunjukkan pada dunia bahwa anak DS juga bisa berprestasi.

Bahkan, dia melebihi orang normal sekalipun. Sekali lagi semuanya berkat peran orang tua dan sekitarnya yang penuh kasih karena mau mengerti serta menerima keadaan Fani apa adanya. Tentu saja semua jelas berkat campur tangan Tuhan bagi Fani yang tekun, mau bekerja keras, dan penuh semangat. Tuhan tidak pernah menganggap satu orang pun sebagai "anak tiri." Tuhan memberi anugerah yang sama kepada tiap-tiap pribadi.

Pembaca juga bisa menemukan 14 kisah menakjubkan anak DS lainnya dalam buku inspiratif ini. Intinya keterbatasan tidaklah menjadi penghalang mencapai keberhasilan. Sukses adalah sebuah cita-cita untuk semua orang, termasuk anak DS. Orang "normal" secara fisik dan psikis harusnya bisa lebih baik dari mereka baik prestasi maupun semangat untuk berjuang dan tak mudah berputus asa. Benarkan begitu?




Resensi ini dimuat di koran jakarta 31 0kt 2013  http://m.koran-jakarta.com/index.php?id=132338&mode_beritadetail=1

Selasa, 29 Oktober 2013

Suara Hati Anak




Saya tercenung saat Baim protes

    “Ma, Baim gak mau nama tokoh ceritanya pake nama Baim. Ganti aja yah Ma,” ucapnya sambil menghapus namanya dan menggantinya dengan nama yang lain. Tak hanya itu, dia juga tidak suka bila fotonya saya upload di situs pertemanan social.
    “Pokoknya Baim gak suka foto-foto Baim di taruh di facebook Mama,” sungutnya lagi. Hmmm…. Bahkan pernah suatu kali saya mengirimkan sepotong cerita tentang Baim yang suka dijahili oleh kakaknya Balqis. Dimana syaratnya harus menyertakan foto anak yang diceritakan. Begitu dimuat disalah satu tabloid parenting, Baim bukannya senang saat saya pamerkan cerita yanga da fotonya, dia malah ngambek.
    “Kok bukan foto kak Balqis aja yang Mama taruh di majalah. Kenapa foto Baim Ma,” wajahnya tak senang.

    Owalah Nak, nak apa salah Mama mejengin fotomu? Saya pun jadi berpikir mengapa Baim tidak suka dipublikasi. Sementara kedua saudaranya Balqis dan Alisha malah sebaliknya, sangat senang difoto dan dipasang di Facebook saya. Begitu juga saat diikutkan lomba foto. Alisha dan Balqis senang sekali ketika menang dan ditampilkan di tabloid dan majalah… Akhirnya saya menuruti keinginan Baim ketika minta diajarin bagaimana mengganti foto profilnya dengan gambar kartun. Kebetulan Baim sudah punya akun Facebook sendiri karena melihat kakaknya mendapat banyak teman sebaya lewat situs pertemanan. Dan tadaaaa…foto profil Baim pun berganti dengan gambar angrybird. Dia sangat senang dan tersenyum senyum sendiri karena berhasil mengganti fotonya yang asli dengan gambar kartun kesukaannya.

    Pernah juga suatu kali saya mengikutkannya lomba foto dan keluar sebagai pemenang pertama dengan tema paling ganteng. Meski senang keluar sebagai juara satu apalagi dengan predikat foto paling ganteng tetap aja Baim mewanti-wanti.

    “Lain kali Mama gak usah mengikutkan foto Baim lomba lagi yah.” Hehehehe tetep…. Kamu memang unik Nak, Dan Mama akan menghargai keunikan karaktermu.
Tapi dengan protesnya Baim saya jadi tahu bahwa anak saya mungkin setelah dewasa nanti tipe orang yang senang bekerja dibalik meja atau dibelakang layar. Hmmmm ada hikmahnya juga bila tahu suara hati anak yang sebenarnya hingga tahu bagaimana karakter dan keinginannya.

Yups, kesimpulannya keinginan orang tua tak selamanya merupakan keinginan anak bukan?. Sejatinya setiap anak itu unik, memiliki keinginan, karakter, dan kecerdasan yang berbeda-beda. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Howard Gardner, seorang profesor bidang pendidikan dari universitas Harvard bahwa kecerdasan pada anak itu tak hanya satu tapi bermacam-macam diantaranya
-    Kecerdasan visual, Tubuh, Interpersonal, Bahasa, Logika – Matematika, Musik, Naturalis, dan Kecerdasan Intrapersonal
 Jadi kita orangtuanyalah yang harus mengerti dan menerima keunikan, kecerdasan serta kemauan setiap anak-anak kita.

Dimuat di harian republika rubrik buah hati selasa 22 oktober 2013

Jumat, 25 Oktober 2013

Monster Di Keluargaku #Titik Balik Life Manulife

 Kanker yang merenggut hidup kedua kakak lelaki dan ibu yang kusayangi, membuatku merenung mengapa bisa terjadi dan mengapa harus menimpa mereka? orang-orang yang kucintai. Kanker benar-benar telah menjadi monster dikeluargaku. yang datang secara mengerikan dan menakutkan karena telah mengambil nyawa anggota keluargaku satu persatu secara diam -diam ,  menyakitkan dan tidak manusiawi. Keadaan ini sempat membuatku sedih berkepanjangan dan diserang rasa cemas akan direnggut juga oleh monster yang bernama kanker ini.

Akupun mencoba merenung dan mencari tahu apa dan bagaimana kanker menyerang manusia lewat buku-buku dan media. Bahkan tergerak untuk mengajak sesama teman-teman penulis untuk membuat buku kisah kisah penderita kanker beserta tips dan cara bangkit setelah menjadi survivar kanker. Akhirnya terbitlah antologi fight love hope yang berisi 15 kisah perjuangan penderita kanker.



Kisah ini juga kuabadikan dalam sebuah novel inspiratif rumah mande elex media komputindo yang sebentar lagi akan terbit.




Harapan ku agar orang-orang bisa mendapatkan imformasi yang jelas seputar kanker dan cara penanggulangannya.

Akhirnya saya menjadi tahu bahwa kanker bukan hanya karena faktor genetis tapi bisa juga karena pola hidup yang tidak sehat. Seperti senang makanan yang mengandung pengawet, dan serba instan, ditambah kurang olahraga dan kurang makan sayuran.. Pikiran yang mudah stress juga menjadi pemicu munculnya penyakit mematikan ini. Hikmahnya aku menjadi lebih berhati hati dalam mengosumsi makanan dan mencoba menjalani hidup sehat dengan olahraga dan berusaha untuk tidak mudah srtess dan depresi.

Senin, 14 Oktober 2013

Sukses Mencetak Pemimpin Bangsa Dengan Qalbu

Sejatinya anak adalah anugerah dari Allah untuk dipelihara dan dijaga karena mereka adalah asset yang sangat berharga. Untuk itulah kesuksesan orang tua sebenarnya terletak pada kesuksesannya dalam menciptakan generasi generasi mumpuni dan rabbani. Yang akan sukses memajukan dirinya, keluarganya dan negaranya . Juga akan selalu lurus dalam setiap tindakannya sehingga jauh dari keinginan untuk berlaku tidak jujur dalam mengemban tugasnya setelah dewasa kelak sebagai khalifah dimuka bumi ini.Baik sebagai anak, orang tua maupun sebagai pemimpin negara.



Memang tak semudah membalikkan telapak tangan ataupun secara instant anak saya bisa begitu saja memiliki semua karakter baik yang saya inginkan. Namun saya yakin tak juga sulit asal ada kemauan diiringi cinta kasih kami sebagai orang tua. Mengingat anak adalah titipan dari Allah yang perlu kita pelihara dan didik dengan baik. Untuk itulah sejak dini kami sudah bertekad untuk menanamkan karakter yang baik pada anak kami seperti karakter teladan dan  junjungan kita Rasulullah saw. Meskipun tak sesempurna beliau tapi setidak-tidaknya tidak jauh-jauh dari sifat mulianya nabi Muhammad panutan umat yang sebenar-benarnya
 Sebagai orang tua saya dan suami berusaha ikut andil mendidik anak kami terutama dirumah. Bahkan dalam porsi yang lebih besar. Adapun cara saya dan suami mempersiapkan ketiga buah hati kami menjadi pemimpin kelak yaitu dengan




 Terlebih dulu mencintai anak-anak kami dengan hati. Sebagaimana yang dikatakan olek kak seto bahwa bahwa mendidik anak tidak perlu dengan kekerasan dan kekasaran. Mendidik itu dilakukan dengan hati/qolbu. Kalau anak diajari dengan kasar dan kekerasan, anak tidak akan tumbuh sebagai pembelajar sejati dalam hidupnya. Tentu saja sebagai orang tua terlebih dulu kami harus membersihkan hati lebih dulu dari bibit2 dosa yang mampu mengotori hati. Karena bagaimanapun fungsi hati akan lebih maksimal kerjanya bila sudah bersih. Sebagaimana telah Rasulullah sebutkan dalam hadistnya

“Ingatlah, dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Bila segumpal daging itu baik, seluruh tubuh akan menjadi baik. Tetapi bila ia rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu bernama Qolbu. (HR Bukhari dan Muslim)
.
Suatu ketika saya terkejut ketika putri sulung saya mengatakan
“ Ma, kenapa setelah kakak rajin solat nilai-nilai ujiannya malah rendah. Kan Mama yang bilang kalo kita rajin solat dan berdoa pada Allah, pasti akan dikabulkan. Padahal kakak selalu berdoa agar mendapatkan nilai yang tinggi biar bisa jadi juara kelas,” ucapnya cemberut.

Deg! Bagai ditikam palu saya mendengar kalo anak saya ternyata selama ini juga terpengaruh bahwa belajar yang rajin hanya untuk mendapatkan nilai-nilai yang tinggi saja. Saya berusaha sebijak mungkin untuk menjawabnya
“Kakak, kan Mama pernah cerita ada seseorang yang berdoa minta kaya tapi dia malas bekerja. Apa mungkin dia bisa menjadi kaya seketika dengan hanya duduk diam? “
“Mana mungkin Ma,”jawabnya sambil tertawa.
“Nah, begitu juga bila kakak berdoa minta nilai tinggi tapi belajarnya kurang sungguh-sungguh. Lagi pula untuk apa kita mengejar nilai tinggi semata tapi kita tidak paham dengan ilmu yang kita pelajari? Dan perlu Kakak ketahui bahwa menuntut ilmu itu sama dengan berjihad di jalan Allah yang akan mendapatkan pahala surga. Jadi niat kakak yang utama haruslah belajar untuk mendapatkan keridhaan Allah, bukan untuk menjadi juara kelas saja. Apalagi orang yang menuntut ilmu akan di doakan oleh seluruh penduduk langit dan bumi. Jadi Kakak belajarlah yang sungguh-sungguh agar banyak yang mendoakan kelak.”

Akhirnya putriku tak lagi cemberut dan mau mengerti bahwa selama ini niatnya salah dan harus diluruskan. Dia juga suka bercerita bahwa ada salah satu temannya yang suka mencontek saat ujian karena takut dimarahi orang tuanya bila tidak bisa rangking kelas apalagi mendapatkan nilai yang rendah. Tak segan-segan di depan orang banyak ibunya berkata kasar dan memarahinya. Benar-benar prihatin mendengarnya. Padahal sebenarnya pendidikan itu tak hanya bertujuan transfer ilmu saja. Tetapi juga untuk membentuk kepribadian peserta didik yang disebut juga penanaman akhlak. Sudahkah para orang tua menyadari hal penting ini? sebab gara-gara mengejar nilai akademik yang tinggi tak jarang banyak anak yang berlaku curang. Jika dibiarkan terus menerus, bukan tak mungkin setelah anak menjadi pemimpin kelak, sikap curangnya itu membuatnya tak lagi takut untuk korupsi. Sebagaimana yang kita dapati tingginya tingkat korupsi di Indonesia.


Tak salah bila Prof. Ahmad Tafsir, guru besar UIN Bandung mengatakan
“Sekarang misi pendidikan kadang-kadang telah menyempit menjadi sekedar ahli dagang, ahli menghitung, ahli membius, ahli membedah, ahli membuat obat, ahli mengoperasikan computer, bahkan hanya ahli ngelas. Keahlian-keahlian  itu harus diakui memang diperlukan. Tetapi mestinya yang paling utama ialah mendidik murid itu me njadi manusia lebih dahulu.” (Filsafat Pendidikan Islam,2008) Mungkin selama ini kita terlalu sibuk untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak saja tapi  kita kurang memenuhi kebutuhan rohani anak yaitu kebutuhan untuk mengenal Allah, mengerti hakikat dan tujuan hidup yang sebenarnya, tentang takdir bahwa kita perlu berusaha dan bekerja keras tapi hasil akhirnya hanya Allah yang menentukan, juga tentang kehidupan setelah mati dan tentang adanya kebajikan.

Pentingnya mendidik dengan hati karena hati adalah dasar dari pemikiran. Bila baik hatinya maka baiklah pikirannya. Jadi salah besar bila kita lebih menjejali otak anak dengan nilai-nilai akademik yang tinggi semata sementara hatinya tetap kita biarkan kering dan gersang. Padahal ilmu pengetahuan sendiri berhasil membuktikan bahwa kualitas elektromagnetik jantung (hati) 5000 kali lebih kuat daripada otak. Lantas, mengapa kita hanya  berpikir untuk memaksimalkan potensi otaknya saja yang jauh lebih sedikit kualitasnya dari potensi/kekuatan hati? Tapi kebanyakan kurikulum pendidikan sekarang kurang menekankan pendidikan karakter seperti ini dan hanya menitikberatkan pada nilai akademik saja sehingga lahirlah generasi yang hanya cerdas intelegensi tapi kurang cerdas dalan emotional dan spiritualnya



 Kecerdasan emotional atau “emotional intelligence “ sendiri merujuk pada kemampuan mengungkap dan mengenali perasaan kita sendiri juga perasaan orang lain. Juga kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain. Intinya anak diharapkan juga cerdas dalam emosinya sehingga dapat berempati pada dirinya sendiri dan orang lain. Anak lebih mengenali apa yang ia rasakan dan apa yang orang lain rasakan. Dengan begitu hubungannya dengan diri sendiri dan orang lain berjalan harmonis. Sehingga tak mudah depresi, stress dan putus asa karena anak mampu mengenali apa yang ia rasakan dan dapat mengelola emosinya dengan baik.

Adapun empati pada orang lain melahirkan sikap mudah bersosialisasi dan dapat diterima oleh banyak orang. Hal ini akan memperluas jaringan koneksi/teman bagi si anak. Bukankah agama islam sendiri mengajarkan untuk menjalin silaturahmi dengan baik sehingga bisa mendatangkan rejeki? Jadi bukan tanpa alasan karena sebenarnya sejak dahulu kala hal ini sudah dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw.
Beliau begitu mengerti akan perasaan umatnya dan sahabat-sahabatnya sehingga sosoknya selalu dirindukan hingga sekarang. Beliau juga sukses mengelola emosinya dengan baik ditengah-tengah masa pahit hidup beliau yang penuh cobaan selama menjalankan tugasnya sebagai  Nabi utusan Allah yang terakhir. Bahkan ditengah hinaan dan cercaan dalam misinya mengajarkan agama islam yang penuh berkah, beliau pantang berputus asa dan sedikitpun tak menyimpan dendam terhadap orang yang menghinanya dan tak mendukung ajarannya. Beliau justru mendekati umatnya dengan penuh kesabaran dan cinta kasih. Terbukti bahwa rasa empati Rasulullah sangatlah besar pada umatnya dengan mencoba mengerti bahwa sebagian umatnya berbuat demikian karena belum mengetahui kebenarannya.

Setelah memiliki kecerdasan emotional selanjutnya anak dituntut untuk memiliki kecerdasan spiritual. Kita ketahui memiliki kecerdasan emotional saja tidaklah cukup karena kecerdasan emotional itu walaupun mendukung kesuksesan anak tapi hanya bersifat kebendaan saja. Sedangkan bila anak juga memiliki kecerdasan spiritual, berarti tujuan kesuksesan anak telah mengarah ke akhirat tak hanya mengejar urusan dunia. Dengan kata lain anak yang memiliki ESQ berarti memiliki iman atau akhlakul karimah.

Kecerdasan spiritual sendiri berlandaskan suara hati dimana anak diajak untuk mengikuti bisikan yang baik dari dasar hatinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-quran surat An nisaa’ ayat 135

“ Hai orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi bagi Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri, atau orang tuamu, atau kerabatmu, baik ia kaya maupun ia miskin. Allah lebih mengetahui kemaslahatan masing-masing. Janganlah ikuti hawa nafsu, supaya jangan kamu menyimpang (dari kebenaran) Jika kamu memutar balik (kebenaran), atau menyimpang (dari kebenaran), sungguh  Allah tahu benar apa yang kamu lakukan.” Adapun suara hati yang lain terdapat dalam 99 asmaul husna.
Dengan begitu meskipun anak telah sukses dan berhasil menduduki jabatan tinggi yang dipercayakan kepadanya akibat kecerdasannya, dia akan selalu memegang kepercayaan itu dengan berlaku jujur  Bukankah telah banyak kita temui di negeri ini seseorang yang tadinya cerdas dan pintar hingga menjadi orang besar, tapi kering akan rasa iman sehingga tak lagi mau mendengarkan bisikan hati nuraninya yang bersih sampai berani bertindak korupsi dan berlaku kejam pada bawahannya.


Dalam workshop mendidik dengan hati yang saya ikuti ternyata menjadi Pendidik yang bisa  mendidik dengan hati kita perlu tahu rahasianya yaitu:






* Meluruskan niat. Sebagaimana disebutkan dalam QS 29: 69 “ Dan orang-orang yang sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. Sehingga bila meniatkan karena Allah maka kerja adalah
-    Ibadah
-    Memberi yang terbaik karena Allah
-    Aktualisasi potensi diri
-    Rahmat dan syukur
-    Ladang amal dan tiket ke surga

*. Melihat dan memaknai suatu persoalan dengan hati. Jadi seburuk apapun suatu kejadian, bila dilihat dengan hati yang positif dan pikiran yang positif maka hasilnya akan positif. Sebagaimana I Ching berkata  “ Peristiwanya tidaklah penting, tetapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.”

* Mendengar suara hati anak didik  yaitu anak ingin perasaan hatinya didengarkan, dikenali, diterima, dimengerti dan dihargai. Untuk itu perlu memantaskan diri sebagai pendidik. Yang memiliki 9 kepribadian yang diinginkan anak diantaranya
1. Berjiwa tulus dan ikhlas
2. Penuh kasih sayang pada anak
3. Memiliki sikap amanah dan tanggung jawab
4. Memiliki kesabaran dan rasa syukur
5. Berpikiran maju
6. Cerdas
7. Kreatif
8. Penuh Keteladanan
9. Dan mampu melayani anak dengan hati

*. Efektif merubah perilaku anak. Tentunya dimulai dari diri sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam QS As-Shaff ayat 2 dan 3 “ Hai orang orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” Jadi kita haruslah bisa menjadi teladan bagi anak.

*. Mampu menyelesaikan persoalan hidup.
    Kita harus waspada dalam mengasuh anak, jangan sampai salah asuh.  Buckminster Fuller berpendapat Pada dasarnya semua bayi dilahirkan cerdas; 9.999 dari setiap 10.000 bayi itu dengan begitu cepat, dan sembrono dijadikan tidak cerdas bagi orang-orang dewasa. Terbukti kita dapati banyak anak-anak jenius dan berbakat yang tidak menjadi apa apa karena salah asuh oleh orang-orang dewasa, terutama oleh orang tua dan gurunya dikarenakan ketidak mengertian mereka. Tragis bukan? Dalam bukunya Hypno Heart Teaching Alpiyanti sendiri mengatakan bahwa peran pendidik diharapkan mampu menggali, mengenali, melatih, mendidik, dan mengembangkan potensi-potensi yang bersifat potensial tersebut menjadi kekuatan personal bagi peserta didik itu sendiri sehingga ia menjadi dirinya sendiri yang mandiri untuk orang lain dan kehidupannya.

    Dengan demikian perlu bagi kita sebagai pendidik untuk dapat mengembalikan ruh pendidikan ke rel yang sebenarnya.  Pastaslah Rheinal Kasali mengungkapkan kekhawatirannya “Benarkah cara-cara yang ditempuh disekolah sekarang akan melahirkan manusia-manusia hebat? Manusia hebat bukanlah manusia yang memperoleh nilai mata pelajaran yang tinggi-tinggi, melainkan manusia berkarakter kuat, dapat dipercaya, mudah diterima, memiliki growth mindset, berjiwa terbuka, dan pandai mengungkapkan isi pikirannya dengan baik. Kalau ini sudah jelas, buat apa membuang waktu sia-sia.?”

    Belum lagi kita jumpai di dunia sekarang para pendidik sering menggunakan kata-kata yang tidak patut yang cenderung membelenggu kreativitas anak. Seperti kata-kata “ bodoh, nakal, malas, ancaman “ kalau tidak belajar tidak naik kelas” atau tidak lulus dsb. Padahal kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat. Untuk itu betapa penting kata-kata yang positif karena bila diucapkan dengan tulus dan baik kepada anak akan membuat mereka merasa nyaman, bahagia, terinspirasi, menyembuhkan dan memberi semangat bahkan dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Kita bisa melihat kisah Andy F Noya seorang pemandu acara TV yang sangat inspiratif dimana Kick Andy selama bertahun-tahun berusaha mencari keberadaan guru SD nya Ibu Ana. Rupanya sosok Ibu Ana begitu melekat di hatinya karena pernah menghiburnya dengan kekuatan kata-kata” Andy, kamu anak pandai, kamu tak perlu cemas dengan kepandaianmu mengarang, Bu Ana yakin kelak engkau akan menjadi seorang wartawan yang Handal!



Ternyata setelah berpuluh-puluh tahun Andy benar berhasil menjadi wartawan handal. Ternyata menurut Andy kata-kata Bu Ana telah mampu membangkitkan kepercayaan dirinya.  Sehingga ketika Andy dapat bertemu kembali dengan gurunya itu, ia menangis sambil mengucapkan terima kasih. Luar biasa sekali. ...
Selain mendidik dengan qalbu, sebagai pendidik baik orang tua maupun guru, perlu mengetahui bahwa  setiap anak dilahirkan dengan beragam karakter dan potensi yang ada. Tugas kitalah sebagai orang tua untuk bisa mencetak anak agar bisa menjadi bibit unggul yang mampu memimpin di masa depan dengan mendidiknya untuk bersikap mandiri, percaya diri, rendah hati, jujur, kritis memiliki kecerdasan spiritual serta emosional dan memiliki karakter tangguh dan baik lainnya.


Diharapkan ketika anak menjabat sebagai pemimpin disetiap lembaga, anak mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan anjuran agama dan tidak menyimpang misalnya korupsi, menjatuhkan sesama teman dsb. Sehingga bisa tercipta anak-anak karakter bangsa yang bersih, tangguh, optimis dan cerdas.
Bukankah baik dan suksesnya suatu negara tergantung dari baik dan suksesnya seorang anak sebagai generasi penerus bangsa? Tentunya dalam menanamkan karakter pada anak kita butuh karakter yang penuh teladan sebagai rujukan dan panutan yaitu dari mana lagi kalau bukan mencontoh sikap dan perilaku Rasulullah saw. Yang memang benar-benar sudah terbukti keunggulan dan kemuliaannya.



translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut