novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Senin, 01 Februari 2010

Kanker telah merenggut nyawa anak kebanggaanku




Tepat tanggal 5 desember empat puluh tahun yang lalu, aku melahirkan seorang anak yang sangat tampan. Kulitnya kuning bersih. Hidungnya mancung dengan rambut ikal yang indah. Kuberi dia nama bintang (bukan nama sebenarnya) Dialah kelak yang akan menjadi bintang yang paling bersinar diantara semua bintang yang aku miliki. Aku akan memulai kisah ini dari cerita hidupku sampai aku memiliki 10 orang anak. Aku menikah karena dijodohkan oleh ibuku, neneknya bintang anakku.

Mulanya aku menolak habis-habisan karena dia seorang duda beranak lima. Bagaimana mungkin ibuku tega menjodohkan aku dengan lelaki yang sudah memiliki 5 anak? Tapi belakangan baru aku tahu bahwa neneknya bintang bermaksud baik, yaitu untuk membahagiakan aku. Menurut neneknya bintang, lelaki itu memang sudah pernah menikah, tapi semua istrinya sudah tak lagi bersamanya. Ada yang diceraikannya, ada juga yang telah meninggal dunia. Masih menurut ibuku, Dia juga lelaki yang taat beribadah, baik, santun, pekerja keras dan bertanggung jawab.

Selama neneknya bintang menjadi tukang masak di restoran milik lelaki 40 tahunan itu, dia diperlakukan sangat baik olehnya. Diam-diam ibuku mengagumi bosnya itu, dan berniat menjodohkannya dengan aku. Apalagi lelaki itu terang-terangan mengatakan kalau dia jatuh hati padaku. Tentu saja lewat ibuku. Ibuku pun mengatur pertemuan kami. Tapi setiap dia datang kerumah sembari membawa bermacam-macam oleh-oleh, aku tetap tak tertarik. Baju, perhiasan berupa gelang, kalung, dan barang mewah lainnya yang ia bawa khusus untukku, satu pun tak ada yang menarik hatiku. Tapi aku tak pernah menolak untuk bertemu dengannya demi ibuku. Aku tak ingin ibu bersedih bila aku tak keluar untuk menemuinya setiap dia datang.

Sampai suatu hari ibu mengatakan bahwa lelaki itu akan datang melamarku karena tak mau berlama-lama menunggu. Betapa tak siapnya diriku mendengarnya. Disatu sisi aku tak ingin menolak karena tak ingin mengecewakan ibuku, yang telah membesarkanku seorang diri tanpa suami. Sementara ayahku telah meninggal dunia setelah jatuh sakit selama 6 bulan. Waktu itu aku masih sangat kecil. Tapi disisi lain aku tak mencintainya. Cinta bisa datang kemudian, begitulah ucap ibuku saat kuutarakan isi hatiku yang sebenarnya.

Aku hanya bisa menangis dikamarku. Terbersit niat dihatiku untuk kabur saja. Siang itu tak ada orang dirumah, karena ibuku sedang bekerja di restoran duda tersebut sebagai tukang masak. Kuambil beberapa helai pakaian, lalu aku bungkus dengan rapi. Akupun keluar kamar dan menguncinya dari luar. Aku sudah bersiap-siap untuk pergi dari rumah. Sebelum jauh aku meninggalkan rumah, rupanya salah seorang tetanggaku curiga melihatku. Diapun segera melaporkan kecurigaannya pada ibuku. Karena restoran tempat ibuku bekerja tidak begitu jauh dari rumah, ibuku pun langsung mencegatku untuk segera pulang sambil menangis. Rencanaku pun gagal.

Neneknya bintang begitu bersedih mendapati aku ingin kabur. Dia menangis dan mengatakan bahwa dia sangat menyayangiku. Dia tak siap kehilangan diriku bila aku benar-benar pergi. Melihat ketulusan ibuku, akupun tak menolak untuk dijodohkan dengan duda itu. Aku yakin, ibu tak mungkin menjerumuskan anaknya sendiri. Naluri seorang ibu pasti tidaklah salah, bahwa jodoh yang ia pilih untuk anaknya adalah orang yang baik. Akupun menerima lamaran lelaki yang pernah memiliki tiga istri itu. Dan statusku adalah istri keempat baginya, sekaligus istri terakhir karena suamiku tak pernah menikah lagi.

Ternyata ibu benar. Selama menjadi istrinya aku begitu dimanja dan disayang. Materi yang berkecukupan, perhatian dan cinta kudapatkan selama menjalani pernikahan bersamanya Adapun kelima anak tiriku tidak ikut bersama kami waktu itu. Mereka masih tinggal dikampung bersama sanak keluarganya. Hingga aku melahirkan anakku yang pertama. Lengkaplah sudah kebahagiaanku. Kuberi dia nama Bintang (bukan nama sebenarnya) Kelak hidupnya akan selalu bersinar bagaikan bintang kejora. Bintang yang mampu menerangi hari-hariku dengan kecerdasannya. Setelah bintang lahir, tak lama berselang lahirlah adik-adiknya yang hanya berjarak dua tahun.

Masa kecil Bintang

Bintang adalah anak yang istimewa, karena itu kami memperlakukannya dengan istimewa pula. Oleh abak dan neneknya, sedari kecil bintang begitu dilayani. Terutama dalam hal makannya. Bila bintang mau makan, neneknya bintang selalu menghidangkan nasi beserta lauk-pauknya diatas meja. Jadi bintang tak pernah mengambil makan sendiri. Semuanya dihidangkan terlebih dulu. Bintang sudah terbiasa makan diatas meja seorang diri dengan berbagai macam lauk yang enak-enak, sebab abak nya memiliki restoran padang yang cukup besar waktu itu.

Oh ya. Sejak kecil Bintang anakku sudah pintar mencari uang sendiri. Bahkan sejak duduk dibangku taman kanak-kanak Bintang selalu merajuk untuk diijinkan berjualan.. Aku melihat sedari kecil dia sudah senang berdagang. Akupun tak bisa menolaknya. Padahal dari segi ekonomi kami tidak kekurangan, hingga bintang harus berjualan. Tapi karena dia senang maka kami pun (aku dan abaknya)menuruti kemauannya untuk jualan apa saja yang dia suka.

Kebetulan ada tetangga yang mau dagangannya dibawa. Kadang bintang membawa es mambo, kadang permen, atau barang dagangan lainnya. Sang pemilik barang percaya saja pada Bintang. Tapi aku hanya mengijinkan dia berjualan di pasar, karena tidak jauh dari rumah. Bintang pun sangat senang. Yang tak bisa kulupakan, dia rela disuruh bernyanyi dulu oleh para pembeli. Karena mereka tahu Bintang pintar bernyanyi. Bintang menurut saja yang penting dagangannya laku. Aku tak mengharapkan untung dari hasil jualan anakku. Yang penting dia merasa senang dan terhibur. Aku berpikir, yang penting sekolahnya tak terganggu hingga selalu menurutinya.

Aku sangat bersyukur memiliki anak seperti bintang. Dia sangat tekun belajar. Dari kecil dia sudah kutu buku. Buku apa saja senang ia baca. Bahkan koran bekas bungkus belanjaan dari pasarpun tak luput ia baca. Aku selalu membelikannya buku-buku cerita. Itulah sebabnya bintang selalu rangking disekolahnya. Karena kesukaannya pada buku, juga berkat ketekunannya. Pernah kulihat bintang melamun dan murung seharian. Ternyata setelah kutanya dia menjawab kalau dia malu dengan nilai matematikanya yang rendah diantara pelajaran yang lainnya. Memang diantara semua pelajaran, hanya matematika yang kurang bagus nilainya. Akupun membesarkan hatinya agar tak mudah putus asa. Setelah itu, bintang pun semakin tekun belajar hingga nilainya tinggi kembali.

Itulah Bintang. Dia tak pernah menyerah pada keadaan. Selalu berusaha keras untuk mencapai keinginannya. Dan berupaya untuk mencapai sesuatu dengan hasil yang sempurna. Hingga dia bisa masuk ke SMP dan SMA yang cukup bergengsi di kota kami. Sampai akhirnya bintang diterima di fakultas negeri jurusan Ekonomi. Betapa bangganya kami. Kami berharap bintang bisa lulus sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang mapan. Apalagi abaknya bintang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Sementara bintang masih memiliki tujuh orang adik yang masih bersekolah.Hanya satu yang sudah bekerja yaitu adiknya Iman (bukan nama sebenarnya) karena baru tamat SMA. Dialah yang ikut membantu masalah keuangan dirumah dengan bekerja sebagai pelayan restoran padang dirumah kakak tirinya sendiri. Tapi Bintang punya tekad bila dia berhasil nanti, adik-adiknya semua harus bisa menjadi sarjana seperti dirinya. Sementara aku hanyalah seorang ibu rumah tangga yang tak punya keahlian apa-apa.

Bintang melewati masa-masa sulit.

Meski keadaan ekonomi kami tak sebaik dulu lagi, Bintang tetap meneruskan kuliahnya. Bintang sadar kalau dia tak lagi bisa mengharapkan biaya dari abaknya yang sudah tak bisa lagi bekerja. Diapun menyambi kuliahnya dengan mengajar privat bahasa inggris. Bintang memang menguasai bahasa inggris dengan baik. Bahkan dia rela minta surat kurang mampu agar kursus bahasa inggrisnya di LIA bisa selesai. Untunglah kepala sekolahnya yang berkebangsaan Amerika mengabulkan permohonannya. Demi melihat prestasi bintang yang memuaskan, disamping kerajinannya dalam mengikuti kursus.Yang membuatku terharu sebagai seorang ibu adalah saat bintang harus mengajar ke rumah murid-muridnya dengan berjalan kaki, sebab tak punya uang transport. Padahal yang aku tahu rumah murid-muridnya sangat jauh.

Bintang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai kesana.Bintang yang dulu kulitnya bersih dan badannya tinggi berisi, terlihat lebih kurus dan hitam. Sebagai seorang ibu, aku hanya bisa memberinya semangat seperti dulu sewaktu dia masih kecil, agar tak gampang menyerah menjalani hidup sesulit apapun itu. Usaha keras bintang berbuah manis. Diapun akhirnya berhasil lulus sarjana dengan nilai yang memuaskan. Aku dan adik-adiknya meneteskan air mata bahagia saat melihat Bintang diwisuda dengan memakai toga. Begitu juga dengan abaknya. Kami pun menggantungkan harapan yang besar pada bintang.

Ujian kesulitan tak berhenti menghantam Bintang anakku.

Begitu lulus sarjana, bintang mencoba mengirimkan lamaran kerja ke jakarta. Namun sudah hampir setahun tak jua ada panggilan. Padahal bintang ingin sekali membahagiakan orangtuanya dan adik-adiknya, dengan bercita-cita untuk mengirimkan sebagian gajinya bila dia bekerja nanti. Bintang tak ingin lagi melihat ibu dan adik-adiknya makan dengan lauk seadanya. Bahkan bila sedang benar-benar tak punya uang hanya makan berlaukkan garam. Selain itu bintang juga sangat bersedih saat aliran listrik dirumah terpaksa diputus karena sudah lama menunggak pembayarannya. Bintang juga tak mau melihat adik-adiknya putus sekolah. Akhirnya bintang kembali mengajar privat demi menafkahi keluarganya.

Sanak keluarga pun mulai mencibir bintang dengan mengatakan bintang hanyalah seorang sarjana pak ogah. Percuma sudah lulus sarjana, tapi masih menganggur. Sebagai seorang ibu, betapa miris hati ini mendengarnya Tapi Bintang tak perduli dengan ucapan-ucapan pedas yang singgah ke kupingnya. Baginya, anjing menggonggong kafilah berlalu. Bintang tetap tekun belajar dan membaca berbagai macam buku. Disamping tetap mengajar bahasa inggris.

Tapi yang paling menyakitkan hati Bintang adalah, saat abang tirinya sendiri mengejeknya, ketika bintang meminta sedikit bantuan uang darinya. Bahkan seperakpun Yus abang tirinya, tak mau memberikannya pinjaman uang, disaat Bintang sedang kepepet. Dan hanya berkata sambil mencibir

“Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi tak punya uang. Lihat uda, walaupun tak sarjana, tapi bisa memiliki restoran yang cukup besar dan punya uang banyak lagi.” Bintang begitu sakit hati. Wajahnya terlihat begitu sedih saat menceritakan hal itu padaku. Abang tirinya benar-benar sudah berubah setelah jaya. Masih teringat dibenakku bagaimana dekatnya dulu hubungan bintang dan adik-adiknya pada abang tiri mereka sebelum menjadi orang yang lebih kaya.

Tak diduga-duga, setelah satu tahun akhirnya bintang diterima bekerja di perusahaan asing yaitu milik orang perancis. Orang-orang yang tadi menghina bintang akhirnya tak berkata apa-apa lagi. Kami pun berucap syukur yang tak habis-habisnya begitu mendengar bintang diterima bekerja. Sesuai janji bintang, setiap bulan dia tak pernah lupa untuk menyisihkan sebagian uang gajinya kepada kami. Kondisi keuangan kami pun mulai membaik. Aku tak lagi kesulitan dalam membayar biaya sekolah adik-adiknya bintang.

Bintang mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Setelah berbulan-bulan bintang bekerja, tiba-tiba suatu hari dia pulang ke rumah. Tentu saja hatiku bertanya-tanya. Sebelum aku menanyakannya lebih lanjut, bintang dengan penuh kegembiraan mengatakan bahwa dia mendapatkan beasiswa untuk program Magister Management di Manila. Rupanya selama bekerja di ibukota, dia terus mencari imformasi lowongan untuk bisa bersekolah ke luar negeri tanpa biaya. Dan tak disangka bintang diterima. Aku bersujud syukur mendengar anak kebanggaanku bisa sekolah keluar negeri. Itu tandanya masa depan bintang akan lebih baik lagi. Tak sia-sia doa yang aku panjatkan siang dan malam untuk kesuksesannya.

Tapi ada satu hal yang mengganggu pikiran bintang. Darimana mencari uang pinjaman untuk membeli tiket ke Manila? Yang jumlahnya lumayan besar. Belum lagi uang saku untuk pegangan keluar negeri. Masih menurut bintang, semua biaya itu akan diganti oleh pihak lembaga yang memberikan beasiswa setelah dia berada disana. Aku yang mendengarnya ikut bingung juga. Sementara aku tak punya simpanan barang atau emas yang bisa dijual.

Bintang akhirnya berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan uang secepatnya. Tiba-tiba dia ingat pada teman-teman HMI nya. Dia memang aktif di HMI semasa kuliah dulu. Bahkan sempat menjadi ketuanya. Dia pun meminta bantuan teman-teman organisasinya. Untunglah teman-teman bintang bersedia membantu. Mereka akhirnya urunan memberikan dana. Bahkan ada yang memberikan baju, sepatu, juga uang. Betapa bahagianya Bintang saat membuka satu-persatu amplop yang berisi uang dari teman-teman kampusnya. Meski setelah dihitung-hitung hanya terkumpul separuh dari harga tiket ke Manila. Tapi Bintang tak kecewa, sebab salah seorang temannya yang bekerja di sebuah bank di Jakarta, berjanji akan meminjamkan kekurangannya.

Berangkatlah bintang dengan rasa optimis ke bandara dengan diantar oleh aku dan kedelapan orang adik-adiknya. Kebetulan tetangga kami bersedia mengantarkan dengan mobil pribadinya tanpa dipungut bayaran. Allah benar-benar Maha Pengasih dan Penyayang. Dia sudah memudahkan bintang untuk bisa sampai di Manila, ibukotanya Piliphina tanpa hambatan. Setelah dua tahun, diapun berhasil membawa pulang titel MBA-nya. Dan mendapatkan pekerjaan yang bonafit disebuah perusahaan asing yang ternama dengan jabatan manager.

Bintang divonis terkena kanker hati

Mulanya kami mengira bintang masuk angin. Tapi setelah minum obat, keadaan bintang tak jua membaik. Kami pun memaksanya untuk berobat ke dokter, meski bintang menolak karena dia tidak suka pergi kerumah sakit.

Dan setelah didiagnosa, bintang divonis oleh dokter mengidap penyakit kanker hati stadium 4. Sebagai seorang ibu, hatiku begitu hancur mendengarnya. Apalagi saat dokter mengatakan bahwa umur bintang hanya tinggal 2 bulan lagi. Dan sekarang, dia hanya ada dalam kenangan manis kami, karena Tuhan telah mengambilnya kembali.

ini kisah kakak lelakiku, yang kutulis berdasarkan cerita dari ibuku

dimuat di goresan hati majalah sekar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut