novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Sabtu, 06 Februari 2010

hikmah tinggal di desa



Tak selamanya sesuatu yang tidak kita sukai, akan merugikan kita. Bukankah Tuhan pernah berkata, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal dibalik semua itu tersimpan sebuah kebaikan untukmu. Suamiku mencoba menasehatiku disaat aku berkali-kali mengeluhkan tempat tinggal kami yang jauh terpencil.

Awal mula suami memberitahu akan membeli tanah di desa, aku tak setuju. Tapi karena tak ada pilihan aku menurut saja. Kukatakan tak ada pilihan karena keuangan kami memang tak cukup untuk membeli rumah di ibukota. Mau mengambil perumahan suami merasa tidak sreg. Alasannya cicilannya berlangsung cukup lama. Rumah yang didapat juga sangat kecil. Paling runah tipe 36 yang bisa sesuai kantong kita, begitu katanya. Bagiku, biar rumah kecil asal dekat kemana-mana kan tidak masalah? Tapi pikiranku mengenai tempat tinggal berbeda dengan suami. Baginya lebih enak membeli tanah yang cukup luas karena bisa membangun rumah yang cukup besar dibandingkan mengambil perumahan, sebab harga tanah cukup murah di desa. Apalagi kami memiliki anak yang masih kecil-kecil. Rumah yang luas dengan halaman yang lebar akan membuat ruang gerak ketiga buah hati kami cukup lega. Lagipula suami pergi kerja naik kereta. Dan menurutnya untuk sampai kestasiun tidak terlalu jauh. Suami saya memilih naik motor yang menghabiskan waktu 15 menitan. Dimana motornya ia titip di stasiun saat akan naik kereta api ekonomi jurusan jakarta kota.

Setelah rumah selesai dibangun diatas tanah seluas 200 meter, kami pun segera menempatinya. Suami begitu gembira begitu juga anak-anak. Tapi aku tetap tidak suka membayangkan tingggal di desa selamanya. Bandingkan saja. Selama ngontrak di Jakarta aku bisa pergi kemana-mana hanya dengan angkot atau bis yang ongkosnya cuma 2000 perak. Sementara semenjak tinggal di desa aku harus naik ojek ke pasar dengan ongkos 15000 pp. Alhasil, akupun memutuskan untuk pergi belanja sekali seminggu saja mengingat uang transportnya lumayan besar bila pergi setiap hari. Disamping itu aku tak bisa lagi jalan-jalan cuci mata ke mall, sebab tinggal didaerah tak ada supermarket apalagi Mall. Pokoknya kemana-mana serba jauh. Akibatnya aku pun jarang keluar seperti dulu, dan lebih banyak tinggal dirumah saja. Mulanya hari-hari yang kurasakan begitu membosankan. Tapi mau bagaimana lagi? Tak mungkin aku berdebat terus dengan suamiku dan menuntutnya untuk segera pindah ke kota. Bisa-bisa kami bertengkar terus hingga rumah tangga tak lagi harmonis.

Ditengah rasa jenuh karena tidak lagi bisa pergi kemana-mana aku pun menuangkan uneg-unegku dengan menulis. Selain itu waktuku banyak kuhabiskan dengan membaca. Kebetulan aku memang suka membaca dan menulis. Hanya dulu sebatas menulis puisi dan catatan harian.Terbersit ide dikepalaku untuk menulis pengalaman hidupku selama tinggal didesa. Kuceritakan bahwa sebenarnya banyak hal positif yang kudapat selama tinggal di daerah. Pertama udaranya jelas lebih sejuk dan bersih dari daerah perkotaan, tempatku mengontrak dulu. Masih banyaknya pepohonan hijau, membuat lingkungan sekitar tempat tinggal kami begitu sehat ditambah tak banyaknya kendaraan yang lalu lalang hingga bebas dari polusi.

Yang kedua, masyarakatnya hidup sangat sederhana dan ramah-tamah. Bila bertemu selalu menyapa duluan dan suka tersenyum. Kalau dijakarta bor-boro. Yang ada siapa elu siapa gue. Meski tak hampir semuanya begitu. Karena kesederhanaan warganya membuatku jadi tahu hidup prihatin. Tak lagi membuang-buang uang untuk belanja yang tidak perlu seperti dulu, apalagi kalau sudah ke Mall. Padahal awalnya cuma ingin cuci mata. Nyatanya tergoda untuk membeli yang sesungguhnya kurang kuperlukan.

Yang ketiga, semangat kebersamaan warga desa cukup tinggi bila dibandingkan dengan warga kota. Bila ada warga yang terkena musibah, mereka saling membantu dengan memberikan apa saja yang mereka miliki. Bisa beras, makan kering, uang ataupun tenaga. Hingga yang terkena musibah merasa diringankan. Begitu juga bila ada yang keriyaan (red: hajatan) maka hal yang sama juga mereka lakukan.

Semua pengalaman yang kutulis aku kirimkan ke sebuah majalah wanita. Saat dimuat akupun sangat senang sekaligus bersyukur karena bisa membagi pengalamanku dengan banyak orang.

cerita yang sama pernah dimuat di majalah ummi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut