novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Senin, 01 Februari 2010

Memilih hidup untuk lebih berbahagia



Setiap insan pasti tidak ingin hidup dalam kesedihan terus menerus, kala dirinya dilanda cobaan berat sekalipun.. Itu sudah pasti dan manusiawi sebab manusia ingin selalu merasa bahagia dalam hidupnya. Tapi adakalanya kita tak bisa menghindarkan hadirnya berbagai ujian hidup yang mau tak mau menghadirkan rasa sedih dalam ruang lingkup kehidupan kita. Tinggal bagaimana cara kita menyikapi cobaan tersebut. Apakah memilih untuk larut dalam kesedihan tak berujung? atau mencoba pasrah sambil berdoa untuk bisa sabar menghadapinya.

Menurutku, hidup ini bagaikan pelangi. Penuh dengan warna –warni. Suka dan duka itulah yang akan mewarnai hidup kita. Air mata sedih dan bahagia akan menyertainya. Tak pelak, kita harus percaya bahwa hidup akan selalu berganti warna. Tak selamanya masalah yang berat sekalipun tak ada jalan pemecahannya. Setidak-tidaknya kita memperoleh hikmah darinya. Dan tak selamanya juga roda itu selalu berada diatas. Kita pun harus bersiap-siap bila suatu saat roda hidup kita berada dibawah.

Ketika aku mengalami cobaan dalam fase kehidupanku, aku selalu memilih untuk larut dalam kesedihan. Yang mengakibatkan diriku tak lagi fokus untuk mencapai kesuksesan hidup. Sebagai seorang anak, aku pernah mengalami sedihnya kehilangan seorang ayah dalam usia muda. Aku menjadi yatim diusia 12 tahun. Kami juga hidup dalam kesulitan ekonomi karena ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang tak punya kecakapan dalam mencari nafkah. Hidup susah tanpa seorang ayah sungguh membuat masa kecilku jauh dari keceriaan. Aku merasa hidup ini tidak adil, hingga aku sering bolos sekolah karena tak memiliki motivasi dalam hidup.

Setelah dewasa, aku kembali merasa terpukul karena kakak lelakiku meninggal dunia karena kanker. Padahal semasa hidup, hanya dialah yang bisa mengerti aku dan begitu menyayangiku. Apalagi aku telah menganggapnya sebagai pengganti ayah dalam hidupku. Cukup lama aku berkubang dalam kesedihan. Tenggelam dalam depresi hingga kuliahku pun tak pernah selesai. Aku selalu menangis bila ingat betapa cepatnya kakakku meninggalkanku. Aku merasa tak lagi memiliki orang yang bisa memperhatikan dan menyayangi diriku.

Ketika Allah mengirimkan seorang lelaki untuk menjadi suamiku, aku merasa mendapatkan kasih sayang kembali. Suamiku bisa berperan sebagai teman, sahabat, juga kakak bagiku. Namun dikala sendiri, tetap saja aku bersedih bila mengingat masa laluku. Padahal Allah telah memberikan tiga orang malaikat kecil yang setiap saat menghiburku dengan tingkah polos mereka.

Akupun merenung, buat apa aku terus mengingat masa lalu yang membuatku tetap berkubang dalam lumpur kesedihan? Aku pun memutuskan untuk tak mengingat lagi masa kelamku, dengan menyibukkan diriku. Kebetulan aku sangat suka menulis. Akupun mencoba untuk menulis cerpen dan mengirimkannya ke sebuah majalah. Tak dinyana, cerpen pertamaku dimuat di majalah paras. Aku sangat bahagia saat membaca tulisanku terpampang di majalah. Ternyata, tak sulit untuk memilih hidup untuk lebih berbahagia. Dengan kesibukan baruku yaitu menulis, akupun tak punya waktu lagi untuk bersedih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut