novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Jumat, 16 September 2011

Kotaku Hilang




Hari ini aku kembali mengantri untuk berobat. Batuk yang disertai sesak nafas kembali menggerogotiku. Dalam bulan ini sudah 4 kali penyakit alergiku kumat. Sejak aku memutuskan untuk pergi dan pulang bekerja mengendarai sepeda motor. Debu dan polusi yang selalu mengepungku selama dalam perjalanan, tak dapat kuhindarkan setiap harinya. Karena debu yang selalu kuhirup, batuk pun datang menyerang tanpa ampun. Karena batuk tak mau berhenti, sesak nafaspun mengikuti. Benar-benar tersiksa rasanya. Mengalami batuk yang disertai sulit bernafas sekaligus. Mau tak mau aku pun menyerah untuk segera mendatangi rumah sakit. Meskipun aku tak suka dengan yang namanya rumah sakit. Sebab dipenuhi oleh aroma obat dan orang-orang dengan berbagai macam penyakit yang mereka bawa.

“Sebaiknya Anda menutupi hidung dengan sapu tangan selama mengendarai sepeda motor. Agar debu dan polusi tak langsung terhirup,”ucap dokter paruh baya sambil menuliskan sebuah resep untukku.

“Baiklah Dok,” jawabku sambil terbatuk-batuk. Menderita sekali rasanya bila batuk terus bersahutan-sahutan. Tenggorokan sakit dan gatal. Belum lagi perut sakit karena ikut tertarik ketika batuk. Benar-benar menyebalkan!

Akhirnya aku pulang setelah selesai menebus obat. Kuputuskan untuk naik taxi saja. Sepeda motorku sengaja kutinggal di kontrakan. Dalam keadaan sakit begini, mengendarai sepeda motor bukanlah pilihan yang tepat. Selain badan lemas, bisa-bisa penyakit alergiku bertambah parah. Aku sudah tak sabar bisa sampai dirumah. Untuk segera minum obat dan beristirahat.



Aku kembali pergi bekerja seperti biasanya. Badanku kini sudah lebih baikkan. Kutempuh perjalanan ke kantor dengan sepeda motor seperti biasanya. Namun aku merasa ada yang tak biasa! Biasanya aku selalu dikepung kemacetan. Tapi kali ini tidak. Benar-benar ajaib! Ternyata setelah kusadari, tak banyak kendaraan yang lewat di jalan yang kulalui. Dan yang lebih mengejutkan, satupun tak ada kendaraan roda empat di jalan ini. Semuanya diisi oleh kendaraan roda dua seperti yang kunaiki.

Aku pun melirik ke kanan dan kekiri. Benar! Hanya kendaraan roda dua yang lewat di jalan ini. Pantes saja perjalanan ke kantor berjalan mulus. Dalam hati, aku menjerit kegirangan. Itu artinya aku tak bete lagi selama di jalan karena terkena macet selama berjam-jam. Dan tentu saja tak akan terlambat lagi sampai di kantor. Ternyata kendaraan roda empat dan roda dua tak disatukan dalam satu jalan, tapi sendiri-sendiri. Jadi roda dua hanya boleh lewat di jalan yang khusus untuk roda dua. Begitu juga dengan kendaraan roda empat. Hanya boleh lewat di jalan yang khusus untuk roda empat. Bahkan ada jalan khusus untuk para pejalan kaki.

Aku benar-benar merasa surprise menghadapi perubahan kota yang menguntungkan bagi pengguna jalan ini. Tak hanya sampai disitu perubahan yang kurasakan. Aku dapati tak secuil pun sampah tercecer di pinggir jalan. Tampaknya orang-orang tak lagi berani buang sampah sembarangan. Memang di sepanjang jalan tertulis besar-besar “Bagi siapa saja yang berani membuang sampah sembarangan, akan dikenai denda.“ Bagus juga ada sanksi seperti ini, pikirku. Jadi kota terlihat benar-benar bersih dari sampah setiap harinya. Bahkan debu dan asap knalpot tak lagi tercium oleh hidungku. Udara segar benar-benar bisa kurasakan melewati paru-paruku. Kota benar-benar murni dari polusi. Bagaikan negara Switzerland yang terkenal akan kebersihan kotanya. Aku begitu bahagia membayangkan akan mengalami hal ini setiap harinya.

Aku tak perlu lagi memakai penutup hidung seperti saran dokter. Penyakit alergi tak akan lagi mengganggu hari-hariku. Aku susuri jalanan sambil menatap gedung-gedung yang tertata indah di sepanjang jalan. Mal-mal tak lagi berdiri seenaknya di tengah kota. Kini Mal-mal itu dibangun di daerah yang sudah disediakan khusus yaitu agak ke pinggiran kota. Tata kota yang benar-benar apik dimataku. Tumbuhan hijau tumbuh di mana-mana. Semakin menambah kesegaran udara dan pandangan mata kala melihatnya.

Aku juga tak menemui pengemis dan pengamen jalanan yang berkeliaran. Biasanya di setiap lampu merah, selalu ada pengamen dan pengemis yang meminta-meminta uang pada pengendara jalan. Betapa nyamannya mengendarai sepeda motor saat pergi ke kantor. Sebab kini kota benar-benar bersih dari gangguan apa pun. Apalagi para pengendara terlihat lebih tertib dari biasanya. Tak lagi ada yang suka menyalip dan menerjang lampu merah seenaknya. Hmmmm…aku menarik nafas lega dalam-dalam.



Tiba–tiba kuputar haluan motorku. Pagi ini, aku tak ingin langsung pergi ke kantor. Aku hendak mengitari kota dulu sepuasnya. Kota baruku yang kini kucintai. Aku ingin melihat seluruh perubahan baru yang ada di setiap sisi kota. Aku ingin menikmati keindahann dan kenyamanannya setiap hari. Sebelum memutuskan untuk berkeliling kota, kuputuskan untuk singgah sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli makanan dan minuman ringan. Sebagai pengisi perut sebelum melakukan survei kelilingku. Begitu sampai di dalam Mall, aku segera memilih makanan dan minuman yang kubutuhkan. Tapi begitu sampai dikasir aku kalut. Tiba-tiba saja dompetku sudah tak ada di saku celana belakang.

Disaat aku tengah sibuk mencari, tiba-tiba seorang pria menepuk pundakku.

“Ini dompet yang Anda cari?”

“Oh, iya betul. Terima kasih ya. Untung Saudara yang sudah menemukan dompet saya. Kalau orang lain mungkin….”

“Mungkin sudah hilang? Begitu kan maksud Anda? Apa Anda belum tahu bahwa para pencuri dan perampok di kota ini sudah tak ada lagi yang berani beraksi.”

“Oh ya? Bagaimana mungkin? Setahu saya, pencuri dan perampok itu pasti ada di negara manapun. Bahkan di negara kaya sekalipun. Hanya saja jumlahnya tak sebanyak di negara berkembang. Yang notabene masih banyak terdapat pengangguran,” jelasku antusias.

“Tapi negara kita sudah beda. Tak lagi seperti dulu. Pengamanan sudah semakin canggih. Kamu lihat, disetiap sudut ruangan terdapat alat yang bisa merekam setiap aksi kejahatan. Begitu ada yang mencoba mencuri atau berbuat yang tidak baik, mesin canggih itu akan langsung berbunyi.”

“Wahhh, benar-benar canggih,” aku menjawab takjub.

“Iya. Jadi mulai sekarang, Anda tak perlu lagi takut. Kota ini benar-benar aman dari tindakan kriminal.”

“Oh ya, Kalau boleh tahu saudara siapa yah? Kok bisa paham sampe sedetil itu tentang keamanan kota ini,” tanyaku heran.

“Kenalkan! Saya salah satu petugas keamanan kota yang baru. Tugas saya setiap hari memantau keadaan kota ini. Untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik-baik saja.,” lelaki berbadan tinggi dan tegap itu memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ramah. Aku pun terperangah setengah tak percaya. Benar-benar sebuah perubahan yang besar telah terjadi di kotaku. Aku pun membalas salam perkenalannya sebelum akhirnya pamit untuk pergi. Kudapati para wanita memakai perhiasan berupa kalung emas dan gelang dengan berani. Tak lagi takut dijambret seperti dulu karena keamanan sudah terjamin. Bahkan ada yang nekat memakai semua perhiasan di tubuhnya bak toko emas berjalan. Ck…ck..ck…benar-benar bebas mereka sekarang. Aku geleng-geleng kepala karena takjub.

Mulailah kususuri kota dengan penuh semangat. Aku akan menyaksikan setiap jengkal dari perubahan kotaku. Disaat melewati got-got, aku terperangah karena air mengalir dengan derasnya. Tak lagi mampet karena terhalang oleh sampah apapun. Bahkan air got yang dulu berwarna hitam pekat, kini berubah warna menjadi bening seperti air pam. Disepanjang jalan yang kulewati, terlihat para cleaning servis sedang asyik menggunakan sebuah mesin yang bisa membersihkan sampah dan menghisap debu dalam sekejap. Tak lagi manual seperti dulu. Benar-benar menghemat tenaga dan waktu! Aku terkagum-kagum melihat mesin canggih di tangan cleaning servis di depanku.

Aku berhenti dan mendekati petugas kebersihan yang tengah bekerja tersebut.

“Pak, sejak kapan membersihkan kota menggunakan mesin seperti ini?” tanyaku penasaran.

“Memangnya Adik bukan orang sini ya? Kok baru tahu?” jawab lelaki tua itu sambil menyelesaikan pekerjaannya.

“Saya memang bukan orang sini kok Pak. Saya pendatang dari gunung kidul Yogya,” jawabku sedikit gugup. Aku bingung menjawab pertanyaan bapak tua ini, bagaimana harus menjawabnya. Padahal aku sudah menetap dikota ini. Meski aslinya hanyalah seorang pendatang. Aku sendiri heran mengapa baru tahu sekarang? Padahal sudah 5 tahun lebih aku mengontrak rumah di kota ini.

“Benar-benar sudah banyak yang berubah yah Pak. Saluran air yang dulu sering mampet aja sekarang jalannya begitu lancar.”

“Makanya Dik, kalau hujan, kota ini tak pernah lagi dilanda banjir seperti dulu. Soalnya sudah ada petugas kota yang kerjanya mensurvei dan mengawasi kebersihan kota setiap harinya. Lagi-lagi aku bingung mendengar penjelasan bapak tua ini. Sebenarnya aku berada di kota mana sih? Kok semuanya terasa baru bagiku. Meski sangat senang dengan perubahan besaran-besaran dari kota ini, tak urung pikiranku dihujani oleh seribu pertanyaan.

Ditengah kebingungan, kuputuskan untuk segera pamit dan berlalu dari hadapan bapak tua tukang bersih kota itu. Segera kulanjutkan perjalananku. Lebih baik aku pulang ke kontrakan. Untuk memastikan apakah benar kontrakanku masih ada di kota ini. Jangan –jangan aku sudah terlempar ke suatu tempat oleh mesin waktu seperti dalam film yang pernah kutonton. Lagi-lagi aku bingung harus lewat jalan yang mana. Sebab tiba-tiba saja jalan yang biasa kulalui sudah banyak berubah. Tapi aku tetap mengendarai sepeda motorku. Meski sulit menemukan rumah kontrakanku yang dulu, tetap kunikmati pencarianku sambil melihat-lihat keindahan sekitar.

Setelah berjam-jam muter-muter kota, tiba-tiba aku sampai di sebuah pemukiman penduduk. Di pintu gerbang pemukiman terdapat pos satpam yang dilengkapi dengan alat deteksi keamanan yang canggih. Pemukiman terlihat begitu asri, karena disetiap halaman rumah, terdapat aneka tanaman hias dan pepohonan yang buahnya bergelantungan di pinggir pagar. Tak satupun rumah yang tak ditanami oleh tumbuhan hijau.

Penduduknya juga ramah tamah. Saat aku melihat-lihat, mereka melempar senyum padaku. Bahkan menawarkan diriku agar mau singgah di rumah mereka meski hanya sebentar. Aku pun tak kuasa menolak. Dan segera bergabung dengan sesama warga kompleks yang terlihat sangat akrab satu sama lain. Tak kutemukan kesan cuek orang kota seperti umumnya. Yaitu “siapa lu siapa gue”…Aku tak merasa terasing berada ditengah-tengah mereka. Meski mereka orang yang baru kukenal. Sampai akhirnya aku pulang dengan rasa berat, mengingat hari sudah beranjak sore.

Kembali kupacu sepeda motorku. Berharap bisa menemukan rumah kontrakanku yang dulu. Rasa lelah dan mengantuk menyerangku. Maklumlah! Hampir seharian kukitari kota tanpa rasa bosan. Tiba-tiba ada sebuah kendaraan melintas di depanku. Karena tak lagi konsentrasi mengendarai, motorku pun jatuh menabrak sebatang pohon. Duk! Saat aku mencoba menghindari sebuah sepeda didepanku. Namuan secara bersamaan, aku terbangun dari tidurku. Kupegangi kepalaku yang terasa sakit sekali, sebab terbentur ujung tempat tidur.

Akh, ternyata hanya sebuah mimpi.. Aku ingat sekarang. Begitu pulang dari rumah sakit, aku segera tidur tanpa mengganti baju lebih dahulu.. Hilang sudah kota idamanku. Kota yang selalu kuidam-idamkan hingga terbawa mimpi…Benar-benar sial!. Umpatku kesal. Aku pun kembali berkhayal. Tentang sebuah kota idaman yang suatu saat menjadi nyata. ***

dimuat di annida-online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut