novel yang diangkat dari kisah nyata

novel yang diangkat dari kisah nyata

Minggu, 25 Desember 2011

teardrops in heaven 6



Tanpa terasa, enam bulan sudah Bintang bekerja di Jakarta. Seperti janjinya, setiap bulan dia rutin mengirimkan surat sekaligus uang buat adik-adiknya. Uang gaji yang sengaja ia sisipkan untuk biaya sekolah dan kebutuhan kami. Bintang memang tak pernah berubah. Sebagai anak tertua, dia selalu menunjukkan tanggung jawab yang besar buat keluargnya. Tak terasa juga Upik dan Iqra sebentar lagi akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Iqra sedang bersiap-siap mengikuti UMPTN. Dia mengambil jurusan kedokteran di fakultas USU Medan.
Besar keyakinanku Iqra akan diterima mengingat selama ini dia rangking satu terus sejak dari SD hingga SMA. Tapi seandainya Tuhan menghendaki lain, aku terima apapun yang terbaik buat anak-anakku. Sementara Upik berusaha keras belajar agar bisa diterima di SMA negeri 1 Medan. SMA terfavorit dan terbaik di Sumatera utara. Sedangkan Rusli disuruh oleh Bintang berhenti bekerja untuk mengikuti kursus bahasa Inggris di Medan. Betapa senangnya Rusli sebab selama ini dia sanagt suka dengan bahasa Inggris.
Selama bekerja di rumah makan Padang, Rusli memang sering membawa orang asing ke tempat kerjanya. Itulah yang membuat bosnya senang dengan Rusli. Niat Rusli untuk berhenti bekerja tak disetujui begitu saja oleh bosnya itu. Akhirnya Rusli diperbolehkan mengikuti kursus bahasa Inggris setelah pulang bekerja dari rumah makan. Rusli pun tak keberatan dengan perjanjian jam kerjanya tak lagi full time seperti dulu. Tapi hanya bekerja paruh waktu yaitu setengah hari saja. Bosnya tak bisa berkutik dan menyetujui permintaan Rusli. Betapa bahagianya melihat anak-anakku yang begitu giat dan tekun menuntut ilmu. Aku tahu, Bintanglah penyulut semangat mereka untuk tekun dan giat belajar. Bintang memang begitu perduli dengan dunia pendidikan. Adik-adiknya begitu mengidolakan Bintang.
“Mande, besok Iqra tes di kampus USU. Doakan Iqra yah Mande.”
“Pasti Mande doakan. Sekarang kamu tidurlah dulu. Hari sudah larut malam, gak baik belajar terus tanpa istirahat,” ucapku lembut.
“Iqra udah selesai belajarnya kok Mande. Iqra mau siapkan dulu alat-alat tes yang akan dibawa besok,” ucap Iqra sambil menguap lebar karena ngantuk.
“Adikmu Upik sudah tidur belum? Kok Mande gak mendengar suaranya. Biasanya dia membaca sambil mengeraskan suara,” tanyaku heran.
“Upik sudah dari tadi terbang ke alam mimpi Mande,” jawab Iqra sambil tertawa. Aku pun tersenyum mendengar jawaban Iqra dan segera menuju kekamar untuk memastikan ucapannya. Ternyata benar, Upik sedang tertidur pulas denga buku-buku yang masih berserakan diatas tempat tidurnya. Segera aku rapikan buku-buku Upik. Sebelum mematikan lampu kamarnya dan menggantinya dengan lampu tidur.
Aku bergegas masuk kekamarku dan mendapati Abaknya yang sedang tidur nyenyak. Kupandangi wajahnya yang mulai keriput. Sisa-sisa ketampanannya masih terlihat meski usianya sudah beranjak senja. Rasanya tak percaya kalau aku akan menjadi istri keempat sekaligus terakhir baginya. Sedikitpun aku tak menyesal menikah dengannya. Karena selama menjadi istrinya, aku sudah puas mengecap bahagianya hidup berumah tangga. Meski di hari tuaku kemanjaan dan perhatian darinya tak lagi kudapat. Sekaranglah saatnya aku memperhatikan dirinya.
Tak bisa kubayangkan bagaimana nasibnya seandainya dia masih hidup menduda. Mengingat kelima anaknya dari istri-istrinya dahulu tak perduli lagi padanya. Inilah jalan terbaik dari Allah untukku dan suamiku. Dengan beristri lagi yaitu diriku, Bagindo Sulaiman ada yang merawat dan memperhatikan diusia tuanya. Akh, hidup benar-benar tak bisa diduga. Allah memang selalu tahu yang terbaik buat hambanya. Akupun memutuskan untuk tidur disamping suamiku dan memeluknya erat. Rasa takut kehilangan itu masih tersisa diusiaku yang sudah menua ini. Takut kalau suamiku akan lebih dulu meninggalkanku bila dilihat dari umurnya yang jauh diatasku.

10 tahun kemudian
Lengkap sudah kebahagiaanku sebagai seorang ibu. Iqra berhasil menamatkan kuliah kedokterannya. Upik berhasil masuk ke USU jurusan ekonomi. Mukhlis lolos masuk SMAN 1 mengikuti jejak Upik. Sedangkan Bintang sukses dengan perusahaan yang ia dirikan. Perusahaan dibidang event organizer yang mengurusi kegiatan seputar seminar bagi perusahaan-perusahaan besar. Bahkan usaha seminar Bintang masuk dalam sebuah majalah bisnis ibukota sebagai seminar dengan peserta teramai dan paling diminati. Bintang benar-benar bersinar bagaikan bintang kejora. Aku benar-benar bangga padanya. Hanya Yanuar yang semakin terpuruk nasibnya. Rumah makannnya terancam bangkrut akibat terlilit hutang yang lumayan besar. Dia benar-benar sudah menerima karma dari perbuatan durhakanya.
Hingga suatu hari,
“Bintang, sebaiknya kita pergi kedokter Nak. Mande lihat kamu lemas sekali. Wajahmu pucat,” ucapku cemas.
“Gak usahlah Mande, paling Bintang cuma kecapekan saja karena beberapa hari ini pekerjaan menumpuk.”
“Iya Uda, penyakit gak boleh dibiarkan,” ucap Upik yang sama khawatirnya denganku.
“Kalau begitu kamu minum obat dulu yah, biar lebih enakan.”
“Bintang gak mau ke dokter dan minum obat Mande. Semua obat itu kan racun. Paling besok Bintang sudah baikan. Mande gak usat terlalu panik. Bintang sehat-sehat saja kok.”
Aku hanya bisa pasrah mendengarnya. Bintang memang alergi kalau sudah berurusan dengan rumah sakit. Tapi keesokan harinya Bintang muntah darah. Aku pun memaksanya kembali untuk berobat kedokter.
“Bintang mau berobat tapi ke sinse aja Mande,” pintanya memohon.
“Baiklah Bintang, kalau memang itu yang kau mau. Aku pun menuruti keinginan Bintang.
Namun setelah 2 hari minum obat dari sinse, sedikitpun kondisi Bintang tak mengalami perubahan. Malah sebaliknya, bertambah parah. Tanpa menunggu lagi, segera kupaksa dia berobat ke dokter. Aku segera membawanya ke rumah sakit Haji Medan. Begitu sampai dirumah sakit, Bintang langsung dirawat inap.Demi melihat kondisinya yang parah dan begitu lemah.
Dokter langsung memeriksa kondisi Bintang. Dan, aku benar-benar tak siap mendengarnya. Hasil diagnosa mengatakan bahwa Bintang mengalami hepatomegarli yaitu pembengkakan hati. Dokter pun menganjurkan supaya Bintang segera di biopsy. Untuk mengetahui apakah ada indikasi kanker atau tidak. Aku menangis di dalam hati melihat kondisinya. Sedih sekali rasanya.
Keesokan harinya ditemani Upik, aku mengambil hasil biopsy Bintang dengan penuh rasa khawatir dan cemas.
“Umur anak ibu kemungkinan tinggal 6 bulan lagi sebab kanker yang dideritanya sudah stadium 4,” jelas dokter dengan wajah serius padaku dan Upik. Dunia disekelilingku terasa berputar-putar. Aku merasa tak mampu lagi berpijak diatas kakiku sendiri.
Ya Allah! Mengapa kau berikan cobaan seberat ini padaku. Apa salah dan dosaku? Kau tahu, aku tak bisa hidup tanpa Bintang anakku. Sanggupkah aku menjalani hidup tanpa orang yang begitu kusayangi? Setelah Abaknya tiada kini Bintang yang akan meninggalkanku untuk selama-lamanya.
“Apa kata dokter tentang kondisi Bintang Mande?” Tanya Bintang yang masih terbaring lemah.
“Kamu hanya perlu banyak istirahat dan minum vitamin Bintang, agar kondisimu lebih fit,” jawabku berbohong. Aku tak ingin Bintang tahu penyakit yang ia derita. Sebuah kanker ganas yang sebentar lagi akan merenggut hidupnya.
“Benarkan Mande, Bintang hanya butuh istirahat saja. Memang akhir-akhir ini Bintang terlalu bekerja keras mengurusi seminar.”
“Mande ingin keluar dulu, kamu istirahat dulu yah Nak,” ucapku sambil mengusap kepalanya. Begitu sampai diluar tangisku pun pecah dipelukan Upik.
“Upik mengerti dengan perasaan Mande. Percayalah Mande, Allah tidak akan mencoba hambanya diluar batas kemampuannya. Upik yakin Allah akan memberikan mukjizat itu pada Uda,” ucap Upik sambil memeluk tubuhku erat. Aku pun menangis sejadi-jadinya dipelukan Upik anak perempuanku.
Hari-demi hari keadaan Bintang semakin menurun drastis. Mulailah tumbuh benjolan-benjolan kecil di tubuhnya. Ada yang tumbuh di ketiak, dan ada yang dibawah lutut. Perut Bintang juga semakin lama semakin membesar. Bintang pun mulai mengeluh sakit diperutnya. Dokter hanya meresepkan obat penghilang rasa sakit untuk Bintang. Menurutnya, penyakit Bintang sudah tak bisa diobati lagi. Bahkan dikemo juga sudah percuma. Bintang hanya boleh mengkomsumsi vitamin. Obat-obatan lain sudah tak boleh diberikan karena sudah tak ada gunanya. Sebagai seorang ibu, hatiku begitu hancur mendengarnya.
Bukan hanya kondisi fisiknya saja yang semakin melemah. Kondisi psikis Bintang juga semakin menurun. Dia semakin sensitive dan mudah marah. Dia tak mau lagi disuntik. Juga sering menolak saat ingin dibersihkan badannya oleh perawat. Dia sering bilang bosan dirumah sakit terus. Yang setiap hari hanya bisa makan obat yang itu-itu saja. Hampir setiap malam dia mengeluh kepanasan. Kami pun berganti-gantian mengipasinya karena Bintang tak bisa tidur kalau tidak dikipasi. Bahkan hampir setiap hari Bintang minta air es. Tak perduli meski tengah malam sekalipun. Kami pun berusaha memenuhi keinginannya itu
Sampai akhirnya Bintang mengalami penurunan dalam kesadarannya. Dia sering tak ingat padaku dan adik-adiknya sendiri. Bagaikan orang yang terkena amnesia. Dia banyak lupa dengan orang-orang terdekatnya. Aku bertambah terpukul melihat keadaannya. Sakit sekali rasanya mendapati Bintang sudah tak bisa memberi respon seperti dulu. Meskipun semuanya karena keadaan, bukan karena kemauan Bintang. Hati ini menangis setiap hari melihat kondisinya yang semakin mengkhawatirkan.

3 bulan kemudian..
Disini ditanah merah, aku ucapkan kata terakhir didepan batu nisan anakku.
“Bintang anakku, sudah banyak air mata Mande yang keluar untukmu. Air mata bahagia saat melahirkan dirimu. Airmata bangga saat menyaksikan keberhasilanmu, dan air mata kesedihan saat menemani hari-hari terakhirmu. Menemanimu melewati hari-hari yang menyakitkan saat sakit kanker yang tak mengenal hati menggerogoti tubuhmu. Ini adalah air mata yang terakhir buatmu Nak. Karena setelah ini, Mande tak akan lagi mengeluarkan air mata untukmu. Mande akan mencoba untuk ikhlas dan sabar menerima kepergian dirimu. Semoga airmata Mande yang terakhir ini akan menjadi air mata surga. Air mata yang kelak akan mengantarkan Mande bertemu denganmu nanti disurga. Amin…Aku pun beranjak pergi dengan membawa harapan hidup yang baru bersama ketiga bintangku Upik, Iqra dan Mukhlis. Yang akan terus menjadi Bintang yang bersinar didalam hidupku. tamat

Terinspirasi dari kisah ibuku yang kisahnya masuk nominasi 20 pemenang diantara 30 ribu peserta dalam kisah 1000 blog tentang ibu bersama ungu dan chocolates.



Keterangan
Mande : ibu
Abak : ayah
Uda : kakak laki-laki
Ambo : aku
Manga : kenapa
Wa-ang : kamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

translasi

meninjau polling pengunjung

!-- Start of StatCounter Code -->

Pengikut