Aku
masih diam tergugu di sudut kamar, sembari memandang wajahmu yang
tertidur pulas. Sebaliknya, mataku sulit terpejam. Di tengah rasa
bersalah ini, aku kembali teringat ucapan lembutmu waktu itu. Ucapan
yang membuat hatiku tersentuh.
“Sayang... kamu harus tahu, aku tak kan
pernah meninggalkanmu,” janjimu padaku. "Meskipun usia tua akan
merenggut kecantikan dan kemudaanmu. Aku tak peduli! Aku hanya ingin
kau bersumpah untuk tak menduakan cintaku sampai mati,” pintamu lagi.
Ah, suamiku... pantaskah semua ucapan
itu buatku? Sepantasnya yang mendampingimu adalah wanita yang sama putih
hatinya seperti dirimu. Hatiku menangis dan begitu teriris. Sungguh aku
malu untuk menjawabnya, suamiku. Karena kenyataan yang sebenarnya, aku
tak sesetia dirimu!
Setahun yang lalu, ujian kesetiaan itu
menguji imanku. Seseorang yang tadinya hanya berstatus sebagai sahabat
di dunia maya, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang kurindukan bak
kekasih. Yah, diam-diam, aku telah menaruh hati padanya. Itu artinya,
aku telah menduakan cintamu dengan mencintai yang lain. Meskipun
hubungan kami tak pernah terealisasi di dunia nyata. Kami hanya saling
bertutur sapa mesra lewat situs pertemanan. Tak lebih! Tapi aku tahu,
hati kami telah saling terpaut. Mengapa semua ini bisa terjadi? aku juga
tak tahu pasti. Yang aku tahu, sedikitpun tak ada niat atau rencana
untuk mengkhianatimu dan jatuh cinta lagi pada orang lain selain dirimu.
Ah, mungkin kesamaan minat dan hobi kami
yang sama di dunia menulis, membuat kami menjadi semakin akrab dan
nyambung dalam berkomunikasi. Hingga yang tadinya hanya saling bertegur
sapa sebagai seorang sahabat, meningkat ke arah yang lebih intim. Oh,
Tuhan... betapa jahatnya diri ini yang telah tega mengotori kesetian
lelakiku. Suami yang selalu setia padaku.
Dan keakraban itu kian berlanjut manakala lelakiku semakin disibukkan dengan dunianya. Bekerja dan terus bekerja tanpa lelah. Seolah tak ada waktu untuk sekadar berduaan bersamaku seperti dulu. Bahkan mungkin waktu 24 jam baginya masih kurang. Di saat itulah tiba-tiba hati ini merasa ada luang yang kosong. Dan luang yang kosong itu pun terisi oleh lelaki itu. Salah siapakah ini semua? Jujur, aku tak tak ingin menyalahkan lelakiku. Dia bekerja membanting tulang sejatinya untuk kami, istri dan anak-anaknya. Meskipun dia lupa bahwa kami juga butuh perhatian dan kemesraan darinya seperti dulu. Yang kian berkurang karena tak lagi ada waktu tersisa selain hanya untuk kerja dan kerja. Tapi, ini bukan alasan untuk dirimu mengkhianatinya, bukan? Protes suara hatiku.
Dan keakraban itu kian berlanjut manakala lelakiku semakin disibukkan dengan dunianya. Bekerja dan terus bekerja tanpa lelah. Seolah tak ada waktu untuk sekadar berduaan bersamaku seperti dulu. Bahkan mungkin waktu 24 jam baginya masih kurang. Di saat itulah tiba-tiba hati ini merasa ada luang yang kosong. Dan luang yang kosong itu pun terisi oleh lelaki itu. Salah siapakah ini semua? Jujur, aku tak tak ingin menyalahkan lelakiku. Dia bekerja membanting tulang sejatinya untuk kami, istri dan anak-anaknya. Meskipun dia lupa bahwa kami juga butuh perhatian dan kemesraan darinya seperti dulu. Yang kian berkurang karena tak lagi ada waktu tersisa selain hanya untuk kerja dan kerja. Tapi, ini bukan alasan untuk dirimu mengkhianatinya, bukan? Protes suara hatiku.
Baiklah, aku harus menyudahi semua ini
sebelum semuanya berubah menjadi sebuah bencana di pernikahan kami. Demi
suami dan anak-anakku tercinta. Namun ternyata semua itu tak semudah
membalikkan telapak tangan. Meski akhirnya kami saling menjaga jarak,
tapi godaan untuk terus menyapa dan mencari tahu tentang dirinya lewat
dunia maya tak bisa ditahan. Dan, terjadilah hal menakutkan yang tak
ingin kuharapkan terjadi. Bagaimanapun ditutupi, sebuah kebohongan pasti
akan diketahui juga.
Lelakiku akhirnya tahu semuanya. Di saat
aku tengah berjuang untuk bisa melupakannya. Dan kemudian apa yang
terjadi. Suamimu marah besar? Pasti tanya itu hinggap di kepalamu,
bukan? Tentu saja. Siapa sih yang tak sakit hati diduakan oleh orang
yang selama ini sangat ia sayangi dan cintai? Apalagi selama ini dia
sudah berusaha untuk setia setengah mati. Di saat inilah episode
terberat dalam hidupku. Dia yang dulu mesra dan baik hati berubah
menjadi kasar, pemarah dan dingin. Meskipun aku telah bersimpuh di
kakinya memohon maaf, namun luka itu masih baru dan belum kering. Wajar
kalau dia belum bisa menerimaku lagi.
Ah, suamiku... Diriku tafakur di
liang perih kala kutanam liang luka itu di hatimu. Hingga takut
menggerayangiku membelai cemas hati ringkihku. Namun aku tak pernah
menyerah untuk melukis harap di kanvas angin. Terus berburu kerelaanmu
untuk kembali mendekapku. Hanya pankin pilu menemaniku. Berbilik rindu
hingga kristal bening terus bergelayut di pelupuk air mata. Kumohon,
suamiku... jangan biarkan airmata perih ini menakung. Karena ku tak
sanggup menadah kehilangan. Anugerah cintamu yang sesejuk embun. Yang
terus menitik di daun angan
Hari berganti begitu cepat. Tanpa bisa
kutolak, aku pun mengalami penurunan semangat hidup yang begitu drastis.
Tak lagi menaruh minat pada kegiatan apapun termasuk untuk menulis,
padahal sebelummnya ini merupakan passionku. Makan pun tak lagi
menselerakanku. Seharian perutku kubiarkan kosong tanpa secuil
makananpun. Begitu seterusnya selama-berhari-hari. Yang ada, aku hanya
tidur seharian. Lelakiku yang tadinya masih marah padaku, akhirnya
menangis melihat kondisiku. Sambil menangis dan meminta maaf, dia
memelukku erat.
“Sayang... kamu adalah separuh aku.
Bagaimana mungkin aku sanggup membiarkanmu seperti ini?” isaknya penuh
penyesalan. Dia pun segera membawaku berobat ke psikiater. Oleh dokter,
diriku didiagnosa mengalami depresi berat! Karena ada indikasi untuk
mengakhiri hidup.
Setelah melewati rangkaian pengobatan,
baik lewat psikiater dan seorang ustad, akhirnya perlahan-lahan
kondisiku mulai pulih. Kami pun kembali membuka lembaran baru dalam
hubungan pasutri. Suamiku juga menyadari bahwa dia turut andil membuatku
seperti ini. Sebagai gantinya, dia tak lagi sibuk bekerja seperti dulu
dan mau meluangkan waktu untuk kebersamaan kami seperti nonton dan makan
di luar berdua. Ucapan-ucapan mesranya padaku pun semakin bertambah padaku
Dari kisah seorang istri yang curhat padaku
wah, ngeri banget kalo sampe depresi, mba :(
BalasHapusiya ila menurut pengakuan teman saya itu dia memang cinta ama suaminya tapi khilap jd takut kehilangan saat suaminya berubah dan tahu makanya depresi tapi sekarang teman saya itu sudah sembuh dan suaminya malah makin cinta padanya:) salut yah
BalasHapus:(
BalasHapusmbak Iir hebat ya, sering banget tulisannya nyantol di media :)
BalasHapussaepullah napa cemberut hehehe @najmatul efek sering dengar curhatan orang kali yah jadi gak tahan untuk gak ditulis :)
BalasHapusalhamdulillah ya mau bantu istrinya melewati depresi
BalasHapusbanyak juga dari curhatan teman yang mengalami hal ini, banyak2 berdoa ya kita agar selalu dilindungi Allah
BalasHapusmbak syam iya suaminya emang baik banget aku juga kenal orangnya mbak eni ini yg namanya berani bermain api meski awalnya istrinya tidak berniat untuk selingkuh makanya jangan mau curhat dan dicurhatin krn godaannya besar
BalasHapusHiks.. Sedih kok bisa smp depresi gtu si?? Syukur masih bisa baikan lagi yah. Btw keren mbak tulisannya bertebaran di berbagai media... :)
BalasHapusmakasih momtraveler udah sudi berkunjung:)
Hapussemoga Allah melindungi kita dari hal2 buruk spt itu ya Mbak Iir... naudzubillah...
BalasHapusAhh syukurlahlah akhirnya happy ending, mbak Iir memang hebat,nulis dimuat dimana2..
BalasHapus